Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Inikah Tanda-tanda Hati Sudah Mati?

22 Oktober 2021   11:50 Diperbarui: 22 Oktober 2021   12:51 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar dan menyebut istilah hati baik, hati buruk, hati dengki serta hasad, dan hati licik (hati ku'eh, red: bahasa Aceh).

Sebuah hadits masyhur yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw berkata:

"Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)," (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikian sabda Rasulullah Saw yang disampaikan oleh Tgk Akhyar M.Gade, MA saat menyampaikan khutbah Jumat di Masjid Babul Maghfirah Gampong Tanjung Selamat, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, Jumat, (15/10/2021).

Orang yang baik hati senantiasa mengingat keagungan Allah dalam setiap perilakunya. Sehingga tidak heran bila akhlak mereka sangat menyenangkan dan rendah diri. Hati mereka selalu bersyukur atas nikmat yang diperoleh.

Sebagaimana telah disampaikan oleh guru-guru kita bahwa wajah dan perkataan seseorang merupakan cerminan hati. Dengan memiliki hati yang bersih, maka aura wajah mereka juga ikut bersih. Begitu pula akan melahirkan akhlak dan budi pekerti yang luhur.

Hati yang hidup senantiasa lemah lembut dan tercerahkan oleh cahaya ilahi, akan tampak padanya amalan-amalan saleh yang ia kerjakan. Taat beribadah, senang dengan kebaikan-kebaikan, rendah hati, selalu terpaut hati mereka pada ajaran Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.

Hati yang hidup terisi dengan tauhid kepada Allah, dimana setiap detak jantung yang berdenyut selalu tersebut nama Allah SWT. Begitu pula dengan kebahagiaan, karena ikhlas menerima qadarullah dan mensyukuri segala nikmat yang ia terima, sehingga hidupnya penuh dengan kebahagiaan dan keberuntungan.

Ibnul Qayyim berkata, "tidak ada kebahagiaan bagi hati, tidak pula kelezatan, kenikmatan dan kebaikan baginya. Kecuali dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan dan penciptanya, Dzat yang diibadahi dan tujuan tertingginya serta Dzat yang paling dicintainya dari pada segala sesuatu selain-Nya".

Namun bagaimana sebaliknya, jika hati sudah mati?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun