Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Online Mengesankan Pendidikan Inferiority

3 September 2021   08:35 Diperbarui: 3 September 2021   08:34 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto Chris Hainonen)

Kita harus berani untuk mengakui bahwa pembelajaran online sebenarnya bukan penyebab utama karena itu hanya alat bukan tujuan. Justru negara-negara maju sudah mulai meninggalkan sistem belajar konvensional dan beralih ke sistem online atau blended system.

Mengapa mereka bisa? Kuncinya adalah pada kesiapan. Kita sebenarnya tidak siap dengan belajar online karena pemerintah tidak pernah berpikir untuk menyiapkan model belajar online jauh-jauh sehari sebelum bencana covid ini mendera.

Pemerintah Indonesia sangat sukar mengeluarkan anggaran besar untuk sektor pendidikan. Boro-boro menggelontorkan 20 persen dari total APBN setiap tahun, yang ada dana pendidikan malah dikorupsi.

Padahal undang-undang sudah mengamanatkan alokasi anggaran pendidikan sebanyak 20 persen. Namun faktanya gaji guru honorer saja masih disunat, tunjangan sertifikasi guru hampir saja ditenggelamkan oleh rezim.

Begitu pula untuk kebutuhan infrastruktur dan gedung sekolah. Hampir setiap daerah diluar Jawa-Bali kondisi gedung sekolah sangat memprihatinkan. Bahkan ada yang layak disebut kandang kambing. Bagaimana mau bekerja online?

Belum lagi bicara tentang man power (sumberdaya manusia) yang memiliki kapasitas untuk melaksanakan pembelajaran online. Meski sekarang ini banyak guru berusia muda dan melek teknologi informasi namun mereka masih kurang jam terbang dalam mengajar.

Sementara ada guru yang sudah berpengalaman dan jam terbang tetapi mereka telah lelah dimakan usia, dan tidak cakap dalam menggunakan teknologi.

Jadi ini seperti buah simalakama. Dimakan mati emak, tidak dimakan mati ayah. Artinya pembelajaran online dan risiko covid ibarat memakan buah simalakama.

Memaksa diri dengan sistem pembelajaran online menghasilkan kualitas pendidikan buruk. Sementara jika melakukan PTM maka risiko penularan covid bisa mengancam anak-anak sekolah.

Inilah problematika klasik dunia pendidikan kita. Minim anggaran, SDM tidak relevan dengan kemajuan jaman, infrastruktur buruk, jaringan internet tidak merata dan lelet, sekolah berbiaya mahal, dan sederet catatan pilu lainnya.

Sekarang semua pihak baru berteriak dan terbuka matanya serta menuding kualitas pendidikan semakin hancur. Mengapa baru sadar sekarang? Lalu menyalahkan Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun