Sahabat Kompasianer dan para penulis hebat di seluruh penjuru mata angin.
Saya sering mendapatkan nasehat dari mereka yang sudah senior di jagad penulisan. Kata mereka jadilah Anda seorang penulis yang hebat dijalur yang Anda pilih.
Lantas saya pun bertanya.
"Bagaimana caranya Om?", lalu ia menjawab, "menulislah dengan hati, hanya itu kuncinya". Begitu jawabannya.
Kemudian saya pun merenung dan berpikir tentang apa yang baru saja mereka ucapkan, Â sambil saya mengulang-ulang kalimat nasehat tersebut.
"Menulis dengan hati", begitu terngiang terus menerus di telinga saya meskipun kalimat itu sudah saya dengar seminggu yang lalu.
Lalu saya coba mencerna lagi secara lebih mendalam apa makna tersirat dibalik itu. Dan saya pun flash back pada kebiasaan saya menulis selama ini.
Menulis, bagi saya pekerjaan ini pada awalnya tidak begitu menarik, bahkan saya anggap kegiatan yang mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja.
Begitu pun saya berpikir buat apa mesti ada pelatihan khusus menulis hingga harus bayar jutaan rupiah hanya untuk mengikuti kelas menulis denga instruktur senior.
"Buang-buang duit," begitu pikir saya.
Ternyata saya salah besar! Saya akui saya salah pikir dan keliru melihat dunia penulisan selama ini. Antitesis ini saya dapatkan ketika saya mulai terjun menggeluti jagad menulis meski baru pada batas seorang bloger atau Kompasiner.
Sulit, lebih tepatnya pekerjaan menulis ternyata penuh tantangan. Tidak semudah sebagaimana yang saya bayangkan sebelumnya. Tantangan ini mungkin seperti chef menyiapkan resep makanan lalu mengeksekusinya. Nggak gampang.