Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilih Mana, Jujur atau Bohong?

18 Agustus 2019   18:07 Diperbarui: 18 Agustus 2019   18:20 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika mau jadi maling, jadilah maling yang baik. Begitu pula bila hendak menjadi orang baik, maka jadilah benar-benar orang baik. Harus totalitas. Jangan setengah-setengah, kadang maling kadang taat, jika demikian munafik namannya. Dosa menafik lebih berat dari maling terbaik sekalipun.

Tetapi tidak ada orang yang bercita-cita menjadi maling walau mendapat predikat the best maling. Sebab itu tidak ada sekolah maling di dunia ini. Kenapa? Karena profesi itu sangat buruk dan tidak dikehendaki oleh siapapun termasuk yang saat ini terlanjur jadi maling.

Terminologi maling tidak terbatas hanya pada pencuri kelas bawah, tingkat akar rumput yang beroperasi antar kampung dengan target ayam sekandang. Tetapi termasuk broker proposal proyek triliunan di kalangan atas, para elit dan pejabat pemilik proyek yang ahli me-mark-up anggaran 2 atau 3 kali lipat. Semua itu dapat digolongkan sebagai maling.

Selain maling, penipu, koruptor juga memiliki afiliasi yang sama dengan moral pencoleng dan pelaku immoral. Disebut immoral karena perilaku tidak jujur atau menipu merupakan bagian utama moralitas. 

Tokoh-tokoh itu bisa berada di mana saja dan menduduki beragam jabatan. Tak terkecuali di perguruan tinggi sekalipun, bahkan tingkat kelicikan memanipulasi justru lebih canggih dan sangat ilmiah atau terkesan sangat ilmiah.

Hingga begitu halus modus pelaksanaan kebohongan hingga tidak mampu dideteksi oleh mesin pindai bohong. Begitulah hebatnya seorang tenaga ahli atau pakar, mungkin juga akademisi merancang sebuah kebohongan. Tindakan yang sangat bertentangan dengan wilayah moral dan etika tersebut bukan tanpa tujuan. Justru demi mencapai sebuah tujuan, jalan menipu pun menjadi halal.

Tokoh besar Indonesia Muhammad Hatta pernah mengatakan "kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar. Kurang cakap dapat diperbaiki dengan pengalaman. Namun tidak jujur itu sulit diperbaiki." begitu kata beliau.

Berbohong dan kejujuran ibarat minyak dan air. Mereka ibarat dua kutub magnet yang saling bertolak belakang. Bila seseorang telah sering berbohong, menandakan bahwa ia telah menimpakan bohong demi bohong diatasnya. Itulah yang dikehendaki oleh sifat bohong atau dusta. Seperti terkena candu. Seseorang akan menikmati kebohongan itu sebagai sebuah kelezatan. Sehingga berbohong sudah manjadi bagian dari kepribadiannya.

Sebaliknya dengan kejujuran. Sifat ini menginginkan keterbukaan dalam ucapan dan perilaku. Kejujuran menampilkan konsistensi dan tidak suka memutarbalikkan fakta. Kejujuran adalah lambang moral seseorang sehingga kepercayaan sepenuhnya pantas diberikan kepadanya.

Orang jujur tak akan pernah merugikan orang lain. Selain itu orang yang jujur pasti menjaga amanah (kepercayaan), dan orang yang amanah pasti memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, dan menjalankan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh. Orang yang jujur cenderung bersikap adil.

Kejujuran merupakan jalan yang lurus dan penuh keselamatan dari azab Allah di akhirat kelak. Bahkan, tidak hanya untuk bersikap jujur, Allah juga memerintahkan kita untuk bersama orang-orang yang jujur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun