Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membunuh Satu Manusia Sama dengan Membunuh Umat Manusia?

22 Mei 2019   21:57 Diperbarui: 22 Mei 2019   22:00 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penembak jitu sedang membidik sasaran [media indonesia]

Kalimat pertama yang sangat pantas diucapkan saat ini untuk Indonesia adalah tragis dan menyedihkan. Tragis karena dalam 3 tahun terakhir berbagai peristiwa besar terjadi di Indonesia dan selalu berujung pada bencana. Itulah mengapa saya sebagai rakyat biasa yang dilahirkan oleh orang tua saya di negeri ini sangat sedih melihat berbagai kehancuran melanda Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bencana sering datang dari alam, banjir menerjang berbagai daerah seolah-olah tiada pernah terhenti. Belum lagi air surut dari banjir di Jakarta, namun di Makassar air sedang menerjang rumah-rumah warga, jalan raya, dan tempat-tempat ibadah. Begitu terus silih berganti sepanjang tahun.

Bencana kebakaran hutan yang juga sering menyesakkan dada masyarakat karena kepulan asap tebal dari bukit-bukit lahan sawit milik perusahaan bermodal besar terbang kemana-mana bahkan sampai ke luar negeri tanpa bisa terhenti.

Bencana wabah penyakit juga sering menjadi momok dan masalah yang menakutkan bagi rakyat jelata. Endemi berbagai penyakit menular tersebar di daerah-daerah kumuh dan jauh dari pusat kota terkadang hingga luput dari pandangan penguasa.

Peristiwa pembunuhan pun seakan sudah menjadi hal yang biasa terjadi di Indonesia. Media setiap hari mengekspose berita manusia yang kehilangan nyawa. Korbannya pun tidak kenal usia. Dari orok yang baru keluar dari rahim ibunya lalu ditemukan dalam selokan sempit karena dibuang oleh orang tuanya hingga nenek tua renta yang tergorok lehernya karena ditebas golok sang perampok yang menginginkan hartanya.

Kisah suami istri yang cekcok gara-gara ekonomi rumah tangga dan berakhir dengan adegan mutilasi yang dilakukan orang terdekat mereka semakin sempurnanya jiwa sadis dan brutal orang-orang Indonesia. Belum lagi anak-anak yang dipaksa renggut mahkotanya oleh iblis pemuas syahwat angkara murka.

Semua catatan hitam dan buruk begitu rupa kini seakan telah menjadi suatu keharusan kita untuk membacanya tanpa mampu kita hentikan dan mencegahnya. Rakyat dipertontonkan sebuah drama tragedi kemanusiaan yang masuk lewat televisi-televisi dari rumah mereka menjadi tontonan yang sudah biasa.

Begitukah nilai manusia dizaman gila? Nyawa manusia tak ubah seperti nyawa seekor lalat yang ditepuk oleh dua tangan lalu mati dan dibuang begitu saja. Harga nyawa manusia bisa dibeli dengan nilai 1000 rupiah saja bahkan tidak ada nilai sama sekali. Kemudian saya mulai merenung, negeri apakah Indonesia saat ini?

Mudahnya mencabut nyawa manusia di negeri Pancasila yang dulunya begitu dilindungi dan berharga. Menunjukkan bahwa nilai-nilai ketuhanan dan Kemanusiaan telah sirna dari dalam dada manusia Indonesia, terlebih pada mereka yang diamanahkan memegang senjata dan penguasa.

Penegakan hukum sebagai akibat dari perilaku durjana kepada begal penghilangan paksa nyawa manusia pun tidak berjalan sebagaimana mestiny. Seyogyanya nyawa dibayar nyawa bukan nyawa dibayar denda lalu sang pencabut nyawa bebas nelangsa kemana-mana. Namun hal itu membikin saya kecewa.

Penculikan dan pembunuhan cukup hanya dengan sandi terorisme, dengan kata kunci yang diciptakan musuh Nabi Musa kalian gunakan untuk menyapu bersih para hamba dari sajadah mereka. Tidak ada pengadilan yang seadil-adilnya atas apa yang dituduhkan padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun