Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemilu Serentak: Hemat Biaya, "Boros Nyawa"

27 April 2019   10:43 Diperbarui: 27 April 2019   10:50 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PEJUANG PESTA DEMOKRASI: Jenazah Dany Faturrahman saat disemayamkan di kediamannya di Jalan Biawan, Samarinda Ilir, Kamis (18/4). ( DWI RESTU/KALTIM POST/Jawa Pos Group)

Dari kabar yang beredar, usai pesta demokrasi terbesar di dunia digelar, sejumlah kepala negara dunia mengucapkan selamat bagi Indonesia atas keberhasilan melaksanakan pemilu serentak secara damai dan berlangsung secara baik.

Pemilu serentak 27 April 2019 lalu tentu saja menjadi sejarah atau track record bagi perjalanan sistem demokrasi di Indonesia. Jika sebelumnya Indonesia sudah terbiasa melaksanakan pemilu langsung pada pileg dan pilpres secara parsial. Namun baru pertama kali Indonesia juga berhasil melaksanakan pemilu pileg dan pilpres sekaligus pada waktu bersamaan di seluruh Indonesia.

Istilah pemilu serentak pun disematkan sebagai bentuk istilah penggabungan variabel-variabel yang begitu banyak dan kompleks menjadi sederhana. Pemilu serentak kemudian ditengarai dapat menghemat begitu banyak sumber daya atau dikatakan efisien karena mampu menyederhanakan pemanfaatan sumber daya dalam sekali waktu.

Pemilu serentak menjadi babak baru dalam melaksanakan pemilihan umum di Indonesia. Lebih kurang 190 juta pemilih baik dalam maupun luar negeri yang memiliki hak suara dan memberikan hak pilihnya bagi capres cawapres, caleg (pusat, provinsi, kab/kota), dan DPD RI.

Berbeda dengan pemilu 2014 misalnya, pelaksanaan pemilihan dilakukan dengan waktu terpisah antara pileg dan pilpres. Setelah dilaksanakan pileg kemudian 3 bulan selanjutnya baru diselenggarakan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Presidential Threshold atau ambang batas syarat parpol bisa mengusung capres-cawapres pada Pemilu 2019 juga menjadi sesuatu yang baru. Pada Pemilu 2014, Presidential Threshold menggunakan hasil Pileg tiga bulan sebelumnya. Ketentuannya parpol atau koalisi parpol bisa mengusung capres-cawapres apabila memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Meskipun Indonesia sukses mewujudkan pesta demokrasi yang efisien dan hanya dengan anggaran 25 triliun rupiah (murah nggak ya?), namun bukan berarti tidak ada harga yang harus dibayar mahal. Ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), petugas PPK, dan para saksi yang meninggal dunia akibat kelelahan.

Data KPU (26/04/2019), Jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia kini berjumlah 230 orang dan sakit 1.671 orang. Angka tersebut bukanlah jumlah kecil, bahkan satu orang saja pun hendaknya tidak boleh menjadi "korban" meriahnya pesta demokrasi.

Penyebab utama banyaknya jatuh korban dikalangan KPPS karena mereka mengalami kelelahan dalam mengawal pemilu. Dengan jam kerja 24 jam bahkan hingga 32 jam tanpa henti membuat daya tahan tubuh mereka menjadi drop. Ditambah lagi bila terdapat penyakit bawaan dari mereka sendiri. Maka ancaman kematian pun didepan mata.

Kondisi ini sangat memilukan dan sekaligus memalukan kita semua. Bagaimana tidak pilu? Seorang suami atau istri yang secara rela membantu negara menyukseskan pesta demokrasi namun harus meninggalkan dunia ini beserta sanak keluarga karena diforsil untuk kepentingan para aktor politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun