Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tidak Memiliki Pengalaman Kerja, Penyebab Tingginya Sarjana Menganggur?

23 November 2018   10:16 Diperbarui: 23 November 2018   11:06 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatihan Calon Tenaga Kerja Mandiri 2018/Foto: Hamdani

Pengalaman saya sendiri ketika memberikan pelatihan soft skill dan life skill bagi peserta Training Calon Tenaga Kerja Mandiri yang diselenggarakan oleh Balai Latihan Kerja (BLK) Kota Banda Aceh pada Rabu, 14/11/2018 lalu, ternyata 40 persen dari mereka adalah lulusan perguruan tinggi atau sarjana.

Lalu dalam sesi diskusi, kami berdialog berbagai hal yang terkait dengan lapangan kerja dan kuliah. Dari mereka, saya mendapatkan banyak informasi yang membawa saya pada satu kesimpulan yaitu lulusan perguruan tinggi pada umumnya tidak memiliki skill seperti yang dibutuhkan oleh perusahaan. Pada akhirnya alpikasi mereka ditolak.

Persoalan skill dan pengalaman kerja bukan hanya dialami oleh lulusan perguruan tinggi swasta (PTS), bahkan lulusan perguruan tinggi negeri (PTN) pun mengalami hal yang sama. Padahal dari sisi sumber daya, mestinya PTN lebih siap dari PTS.

Memang secara statistik jumlah PTS lebih banyak daripada PTN di Indonesia atau setara 97 persen adalah kampus swasta.

Karena banyaknya kampus swasta yang menurut para pakar sulit mengontrol kualitas, maka berefek pada persoalan semakin bertambahnya sarjana menganggur setiap tahun. Kampus swasta hanya melahirkan sarjana yang tidak berkualitas dan tidak sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan industri.

Klaim tersebut tentu tidak semua benar, meskipun Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) berhasil mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam moratorium pendirian PTS, untuk menata kembali kualitas kampus swasta, sebagai respon atas apa yang ditudingkan kepada PTS. Bahwa PTN pun ikut bertanggung jawab terhadap lulusan atau sarjana yang kini banyak menjadi pengangguran.

Menurut pihak pengguna lulusan, mereka mengakui bahwa dari sekian banyak permohonan kerja yang masuk, dan kemudian dalam proses rekrutmen, ditemukan calon tenaga kerja yang masih "buta" dengan dunia kerja. Mereka sama sekali tidak memiliki awareness tentang pekerjaan yang mereka lamar.

Sedangkan disisi lain mereka meminta gaji yang terlalu tinggi. Tentu saja perusahaan tidak dapat mengabulkan keinginan mereka tersebut. Berbeda halnya misalkan mereka telah memiliki pengalaman kerja yang relevan. Dan perusahaan membutuhkan fresh graduate yang sudah sadar dengan dunia kerja plus memiliki skill.

Pengalaman kerja bagi pemula tidak harus bahwa mereka telah menjadi karyawan pada perusahaan lain sebelumnya. Selama mereka dalam pendidikan mungkin menjadi freelancer, tenaga support dalam sebuah tim kerja, part timer, dan magang, bagi perusahaan sudah termasuk pengalaman kerja.

Nah maka, di era 4.0 pemerintah mulai akan meninjau kembali kurikulum perguruan tinggi untuk menyesuaikan kembali dengan perkembangan dan kebutuhan industri, adalah langkah bagus untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Dan salah satu poinnya adalah pemerintah memperbanyak pendidikan vokasi dan revitalisasi politeknik sebagai pendidikan vokasi.

Didalam pendidikan vokasi, proses pembelajarannya mencakup penguatan skill, meningkatkan kompetensi lulusan sesuai bidang, dan memberikan pemagangan keraj di perusahaan. Tentu inilah salah satu solusi untuk memecahkan masalah sarjana pengangguran.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun