Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Arti Sebuah Keluarga bagi yang Merindukan Kebahagiaan

9 Oktober 2018   06:29 Diperbarui: 9 Oktober 2018   15:28 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkan Anda bertanya, mengapa Anda menikah? Lalu tujuan Anda menikah apa sih? Barangkali pertanyaan semacam ini sepele bagi beberapa orang. Namun menurut saya, itu adalah pertanyaan fundamental. Mengapa demikian?

Bagi beberapa orang mungkin menikah itu adalah hal biasa. Bahkan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan karir. Sehingga bagi mereka yang menganggap karir jauh lebih hebat ketimbang menikah, maka ia lebih mementingkan karirnya bahkan mereka enggan menikah.

Tapi layakkah kita lebih mendahulukan karir daripada menikah? Dua-duanya adalah hal yang penting. Tidak mungkin seseorang yang akan menikah dan mengorbankan karirnya. Begitu pula sebaliknya, yang ada hanyalah bagaimana keduanya bisa saling mendukung. Seiring sejalan menuju puncak kebahagiaan.

Memiliki sebuah keluarga yang dicintai dan saling menyayangi merupakan sumber kebahagiaan yang luar biasa. Ntah kita sebagai suami ataupun istri. Ketika mendapatkan pasangan yang dengan tulus mendukung kesuksesan dalam berkarir, maka disinilah rasa bahagia yang tiada tara.

Bagaimana tidak, setiap berangkat kerja seorang istri selalu mendoakan kebaikan dan kesuksesan bagi suami mereka. Hal yang sama juga dilakukan oleh seorang suami, dengan mendukung istrinya agar berhasil dalam karir, maka sikap itu dapat menguatkan semangat istrinya dalam bekerja.

Belum lagi ketika saat sore hari. Saat jam pulang kerja. Seorang istri yang setia, selalu dengan tulus menunggu suami mereka di depan pintu. Mereka dengan penuh cinta dan kerinduan menantikan kepulangan suaminya dari kantor, atau dari tempat kerja.

Tak lupa seorang istri menyediakan air hangat atau teh, kopi, minum favorit suaminya dengan penuh kasih sayang. Sungguh ini adalah hal yang sangat membahagiakan dalam kehidupan sebuah keluarga. Dapat menikmati teh hangat didampingi sang pujaan hati.

Hidup bersama dalam sebuah keluarga yang harnonis dapat mendatangkan banyak manfaat baik secara meteriil maupun moril. Melalui kedekatan secara fisik membuat hidup dalam rumah tangga dapat selalu saling bersentuhan, bertatap muka, dan bergaul secara bebas.

Jika selalu dalam kebersamaan baik suka maupun duka antara suami, istri dan anak-anak, menjadikan sebuah rumah tangga kokoh secara fisik dan mental. Merasakan pahit manisnya kehidupan dengan saling mendukung, saling menguatkan satu sama lain, terasa beban beratpun menjadi ringan. Semua itu adalah manfaat yang kita peroleh atas pernikahan yang kita lakukan.

Sedangkan secara moril, seorang yang telah menikah atau berumah tangga, mereka menjadi lebih bijaksana dalam berpikir dan bertindak. Pola pikirnya tidak lagi sama saat ketika ia masih muda dulu yang suka mementingkan diri sendiri. Menjadi lebih sabar, tidak tergesa-gesa. Dan menjadikan mereka semakin dewasa dalam bertindak.

Perubahan secara mental bagi seseorang yang telah berkeluarga terjadi karena pernikahan itu memang membuat seseorang menjadi lebih amanah, bertanggung jawab, dan menyadari bahwa ada orang lain yang dititipkan pada dirinya untuk dijaga, dirawat, dan diberikan kasih sayang serta perhatian. Pernikahan mengajarkan manusia untuk mengambil peran dalam menjaga kesinambungan hidup ummat. Tidak menikah berarti bagian dari tidak bersedianya seseorang untuk mengambil tanggung jawab tersebut. Tapi bolehkah?

Keberkahan dalam rumah tangga salah satunya adalah kita memperoleh ketenangan hidup. Dalam bahasa sehari-hari yang dikenal dengan istilah sakinah. 

Sakinah artinya ketenangan, maka tidak heran kalau kita lihat. Seseorang yang telah menikah hidupnya semakin tenang. Maksud tenang bukan berarti tidak ada masalah ya. Itu dua hal yang tidak sama. Ketenangan hidup adalah anugerah yang luar biasa. Tidak mudah memperoleh hal yang satu ini.

Ketika perasaan tenang bersemanyam dalam dada kita, maka dengan sendirinya pikiran pun jadi lebih fokus. Cara berpikir bisa lebih terarah dan tertata dalam mencapai tujuan berumah tangga atau berkeluarga. Tanggung jawab sebagai pasangan semakin terlihat dan mampu diwujudkan.

Inilah sumber kebahagiaan dalam sebuah keluarga. Semua itu hanya dapat diperoleh melalui jalan pernikahan. Coba bayangkan bagaimana kesepiannya kehidupan orang yang tidak mau menikah. Yang katanya lebih enak hidup sendiri, tidak ada beban, semua bebas jika melakukan apa saja, bahkan dengan alasan tidak mau diatur-atur oleh siapapun, hingga ia berpikiran menikah berarti menjadi budak bagi pasangan mereka. Lalu mereka menolak pernikahan.

Sungguh, meskipun secara logika barangkali pendapat seperti itu ada benarnya, namun tanpa sebuah keluarga mereka tetaplah kesepian. Diakui atau tidak, fitrah manusia adalah butuh yang namanya pernikahan. Bukan hanya sebagai jalan dalam menyalurkan keinginan seksual, namun jauh daripada itu yakni menjaga kehormatan manusia dalam hal seksualitas.

Kita hampir tidak percaya bahwa orang yang tidak menikah itu karena tidak ada dorongan seks sama sekali. Jika ia seorang yang sehat dan normal, maka secara naluriah pasti ia membutuhkan hubungan intim. Lantas bagaimana mereka memperoleh atau menyalurkan keinginan tersebut jika mereka tidak menikah? Maka patut diduga mereka melakukannya dengan cara yang lain.

Perlu dicatat bahwa menyalurkan hawa nafsu seksual secara baik, sehat, dan halal dapat menjadi pendorong munculnya kebahagiaan batin. Bahkan menurut hasil penelitian bidang kesehatan, kegiatan berhungan intim secara teratur dengan pasangan yang dicintai dapat memanjangkan usia seseorang. Ternyata penyebabnya adalah karena kebahagiaan. Dengan kata lain orang yang bahagia usianya lebih panjang.

Jadi kembali ke pokok bahasan bahwa keluarga merupakan segala-galanya dalam upaya mencapai kebahagiaan, bukan hanya kebahagiaan di dunia bahkan di akhirat kelak. Sebuah keluarga yang salih, beriman dan bertaqwa di dunia, kelak di hari akhir mereka akan dipersatukan kembali di dalam surga.

Dengan begitu, tempatkan keluarga kita, istri, suami, dan anak-anak kita sebagai inspirasi kebahagiaan. Penyemangat dalam bekerja, berusaha, dan berkarya. 

Kebahagiaan tidak diukur dengan berapa banyak harta yang kita miliki, juga bukan terletak pada jabatan, apalagi menolak pernikahan. Justru kebahagiaan itu adanya dalam hati kita, perasaan kita. Sebab itulah perbanyak syukur kita karena syukur adalah sebuah sikap rendah hati, tawadhu kita kepada sang pemberi kebahagiaan yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Salam***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun