Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Anomali Cuaca, Kekeringan Mengancam Pertanian Padi Sawah Milik Warga

20 Juni 2018   10:56 Diperbarui: 20 Juni 2018   11:03 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi sungai Paya kekurangan debit air sejak tiga bulan terakhir yang menyebabkan sejumlah lahan sawah warga tidak dapat dialiri air di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh, 20/6/2018 (Dokumentasi Pribadi)

Seperti ikan tidak dapat hidup tanpa air, begitu pula pertanian padi tidak dapat tumbuh jika tidak ada air. Begitu pentingnya air bagi pertanian padi sawah. 

Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar model pertanian padi di Indonesia masih menerapkan pola tradisional dalam proses produksi. Mulai dari pengolahan tanah sampai panen, masih dominan dilakukan secara manual dengan bantuan tenaga manusia. 

Hanya pada beberapa aspek saja, pengelolaan pertanian padi sawah sudah mulai melibatkan mesin atau mekanisasi. Namun itu pun secara parsial dan tetap masih tergantung dengan manusia.  

Misalnya penggunaan mesin pemotong padi saat panen, mesin penanam padi dan pembersih rumput. Sudah mulai menggunakan teknologi maju. Tetapi sistem ini belum diterapkan secara merata diseluruh wilayah atau daerah di Indonesia. 

Oleh karena sistem pertanian padi kita masih lebih dominan dengan sistim tradisional, maka air merupakan salah satu komponen penting dalam usaha pertanian rakyat. Ketersediaan air tidak boleh tidak ada. 

Meskipun Indonesia memiliki curah hujan yang cukup dan tergolong mudah dalam memperoleh sumber air, namun saat ini sejumlah daerah di Indonesia justru mengalami kekeringan dan kesulitan pasokan air bagi pertanian. 

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Sehingga kebutuhan air bagi pertanian pun sangat besar. Karenanya pemerintah perlu memikirkan bagaimana membangun infrastruktur pertanian dengan baik. 

Salah satu prasarana atau infrastruktur pertanian yang harus ditingkatkan adalah irigasi dan waduk. Kedua hal tersebut memiliki peranan yang sangat vital dalam menunjang produktivitas pertanian padi sawah di Indonesia. 

Fungsi irigasi itu sendiri tentu saja untuk jaringan saluran air mulai dari waduk atau sumber penampungan sampai ke setiap petak sawah warga. Dengan memiliki saluran air sekunder dan tertier, petani dapat dengan mudah mengaliri sawah mereka dengan cukup. 

Sedangkan waduk diharapkan bisa menjadi kanal penampungan air dari sumbernya. Katakanlah ketika hujan turun, limpahan airnya bisa ditangkap dan dikumpulkan dalam waduk tersebut. Sehingga ketika petani memerlukan air, sudah tersedia pada waduk. 

Begitu pula ketika terjadi musim kemarau, petani dapat mengandalkan simpanan air yang ada di waduk. Tidak seperti sekarang ini, meskipun di beberapa terjadi hujan lebat dan bahkan terjadi banjir, namun di tempat lain lagi justru kekurangan air. 

Harus dipahami pula bahwa pertanian tradisional itu sangat tergantung dengan alam dan cuaca. Sedangkan cuaca itu sendiri saat ini sulit diprediksi. Sering terjadi perubahan yang tidak terduga atau apa yang disebut dengan istilah anomali cuaca. 

Kondisi itu pulalah yang terjadi di sejumlah daerah di Provinsi Aceh. Dari informasi media diberitakan, kemarin (18/6) hujan lebat disertai angin puting beliung menerjang 5 kabupaten di Aceh. Akibat dari peristiwa tersebut telah jatuh korban, baik korban yang meninggal maupun kerugian harta benda. 

Bahkan sejumlah transportasi laut tidak dapat beroperasi dikarenakan cuaca buruk dan gelombang tinggi. Menyebabkan pula penumpang yang mau berangkat ke Sabang dan sebaliknya mau pulang ke Banda Aceh terpaksa tidak bisa diberangkatkan. 

Pihak syahbandar (ASDP) tidak mau mengambil risiko atas nyawa penumpang. Sementara transportasi darat pun diminta berhati-hati karena jarak pandang yang sangat dekat akibat hujan lebat dan ancaman pohon tumbang karena angin kencang. 

Tampak dengan latar belakang lahan sawah pertanian masyarakat yang mengalami kekeringan dan tidak dapat ditanami padi (Dokumentasi Pribadi)
Tampak dengan latar belakang lahan sawah pertanian masyarakat yang mengalami kekeringan dan tidak dapat ditanami padi (Dokumentasi Pribadi)
Perbedaan cuaca yang sangat kontras tersebut membuat perkiraan cuaca oleh petani sulit dilakukan. 

Namun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Aceh kemarin mengeluarkan peringatan dini terhadap perubahan iklim dan cuaca di sejumlah daerah. Dijelaskan bahwa perkiraan angin dan gelombang tinggi masih menjadi ancaman keselamatan warga.

Untuk cuaca hari ini, Rabu (20/6) BMKG merilis cuaca khususnya di Kabupaten Pidie dimana ancaman kekeringan dilaporkan bahwa cuaca pada siang hari diperkirakan terjadi hujan ringan dengan suhu 33 derjat celcius, dengan suhu minimal 23 derjat celcius serta suhu maksimal 32 derjat  celcius. 

Sedangkan tingkat kelembaban BMKG memperkirakan 65 persen, dengan kecepatan angin 19km/jam. Namun faktanya saat ini cuaca di daerah tersebut cukup panas dan gerah. 

Nah inilah problematika cuaca bagi pertanian padi sawah milik rakyat. Sehingga untuk mengantisipasi dan solusi atas masalah ini, petani yang memiliki modal lebih banyak rela menggali sumur-sumur sebagai sumber air bagi pertanian mereka. Dampaknya tentu saja biaya yang dikeluarkan oleh petani menjadi lebih besar sehingga kadangkala akhir periode petani selalu merugi. 

Semoga pemerintah dapat membantu petani kita untuk menyelesaikan persoalan klasik ini dengan membangun kanal-kanal air sumber pengairan pertanian. 

Salam. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun