Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ambisi Besar Brooklyn Nets

6 Oktober 2021   15:02 Diperbarui: 6 Oktober 2021   15:13 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Brooklyn/ New Jersey Nets memang dianggap tim yang ambisius, terutama sejak terakhir kali menjadi juara Asosiasi Basket Amerika (ABA) (yang kemudian bergabung dengan NBA) pada pertengahan tahun 1970-an bersama Julius Erving.

Melihat keberhasilan Nets bersama Erving, pemain yang dipilih Nets pada draft identik dengan forward yang setidaknya setinggi 201 cm. paling tidak sampai awal 2000-an.

Sayang meski banyak memilik banyak forward, prestasi Nets cenderung amat mudah bisa ditebak dalam 20 tahun berikutnya. Terutama sejak bergabung ke NBA pada akhir tahun 1970-an

Nets rajin menghuni papan bawah klasemen wilayah timur dan tidak lolos babak playoff. Kalaupun lolos mereka biasanya langsung kandas di putaran pertama, seperti awal tahun 1990-an ketika mereka diperkuat nama-nama jangkung di masanya seperti power forward Derrick Coleman (draft urutan pertama), center Sam Bowie, atau guard kroasia yang lebih mungil Drazen Petrovic.

Tidak sulit melihat alasan mengapa Nets selalu kandas di babak-babak awal. Meski punya forward produktif, NBA era tersebut amat mengandalkan keperkasaan center di bawah jaring lawan, seperti Kareem Abdul Jabbar, Hakeem Olajuwon, Patrick Ewing, dan Robert Parish (1980-an) atau yang lebih baru Dikembe Mutombo, David Robinson,dan Shaquille O'Neal (1990-an) meski produktivitas para forward tidak bisa dipandang sebelah mata lantaran pemain seperti Larry Bird, Kevin McHale, Charles Barkley, atau bahkan Karl Malone punya raihan angka yang tidak beda jauh dari para center.

Bedanya, center Nets di era tersebut lebih banyak mencetak angka kurang dari 10 poin per pertandingan, sebut saja Bowie, Rick Mahom, atau Tony Massenburg.

Perubahan signifikan didapat ketika Nets memakai jasa Jason Kidd pada musim 2001. Kidd sendiri adalah point guard yang terhitung tinggi di eranya (193 cm) yang dikenal lewat raihan rataan triple double-nya.

Berbekal draft milik sendiri yang dipilih jauh sebelum Kidd datang, seperti Keith Van Horn, Kerry Kittles,  Kenyon Martin, dan kemudian Brian Scalabrine Nets langsung mencapai partai final NBA dua kali berturut-turut, yaitu melawan Los Angeles Lakers pada tahun 2002 dan San Antonio Spurs tahun 2003, meski tiga musim sebelumnya lolos babak playoff pun tidak.


Tidak seperti Steve Nash, rival sesama point guard di eranya, yang rela melakukan gerakan sulit untuk memudahkan pemain lain menyelesaikan serangan lewat umpan matang, Nash lebih mementingkan timing saat memberi umpan. Kidd selalu tahu kapan memberi umpan para forward Nets yang memang jago tembak, tepatnya sebelum pemain lawan menutup ruang gerak penerima umpan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun