Mohon tunggu...
Ilham S
Ilham S Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Suka tidur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Relasi Kuasa di Kedai Makan: Antara Pemilik Kedai dan Makhluk Halus Penglaris

4 Desember 2022   01:04 Diperbarui: 4 Desember 2022   22:02 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto oleh Ariyani Tedjo | Alamy.com

Kala berbaring di kamar kos setelah seharian sibuk bergumul dengan kehidupan kampus: mengikuti jam kuliah dan tentunya ngobrol ngalor ngidul di kantin kampus. Seperti biasa, saya kerap meluangkan waktu beberapa menit sebelum tidur untuk bengong atau bahasa kerennnya berefleksi guna memikirkan hal-hal yang belum terpikirkan alias overthinking.

Pada sesi overthinking di malam hari itu, entah kenapa pikiran saya seketika mengingat warung bakso yang sekali atau dua kali pernah saya kunjungi. Saya sungguh heran. Pasalnya, setiap melewati warung tersebut, tampak lahan parkir di warung bakso itu selalu penuh. Pun bila melirik sedikit ke dalam, saya dapat dengan mudah melihat kondisi warung bakso yang dipadati oleh pengunjung.

Jika dideskripsikan, warung bakso yang tanpa permisi mampir di pikiran saya itu memang memiliki tempat yang cukup besar. Lahan parkirnya kira-kira hampir sama dengan yang dimiliki oleh toko retail seperti Alfamart atau Indomart pada umumnya. 

Ruangannya? Kira-kira bisa menampung lebih dari 50 orang dalam satu waktu. Andaikata boleh mengaku, ciri tempat seperti demikian telah berhasil membuat saya seperti diundang untuk berkunjung dan mencicipi semangkok bakso di warung tersebut.

Namun, naas bagi saya. Setelah mendapat kesempatan berkunjung dan memesan dua bungkus baksos untuk dibawa pulang, saya sangat kecewa. Rasa dari bakso tersebut menurut saya tidak seperti tempatnya yang megah. Kuahnya hambar seperti tidak diberi penyedap rasa atau sedikit garam. Baksonya pun saya pikir lebih mirip tepung yang dikukus karena lidah saya sama sekali tidak mendeteksi rasa gurih dari campuran daging kala melahapnya.

"Perasaan baksonya ga enak-enak banget, malah enakan bakso hasil racikan abang-abang gerobak yang suka lewat depan rumah saat petang. Tapi kok bisa ya setiap hari warung bakso itu rame terus?" gumam saya malam itu ketika mengingat pengalaman mengunjungi warung bakso tersebut.

Overthinking pada dasarnya memang memantik keliaran pikiran manusia. Setidaknya itulah yang saya rasakan saat menghubungkan kondisi warung bakso yang terus dipenuhi pelanggan dan rasa bakso yang kurang enak.

Mulanya saya sempat berpikiran bila ini hanyalah masalah selera. Toh bisa pula orang yang meracik pesanan bakso pada hari itu kebetulan masih magang alias baru beberapa hari bekerja. Tidak ada yang tahu pasti. Namun, karena pada dasarnya saya sedang overthinking. 

Otak saya seperti menolak segala pikiran "positif" dan tidak tahan untuk berasumsi bahwa jangan-jangan warung bakso itu menggunakan penglaris sehingga tidak heran kalau ia selalu dipadati pengunjung, meski rasanya tidak begitu enak?!

Sumber: gettyimages.com
Sumber: gettyimages.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun