Mohon tunggu...
Callista Astagina
Callista Astagina Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

SMAN 28 Jakarta, XI MIPA 5 (08)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Alam Bawah Sadar

28 November 2020   20:58 Diperbarui: 29 November 2020   18:07 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matahari baru saja terbenam dan Tamara baru sampai ke rumahnya, seragam sekolahnya basah kuyup karena hujan deras. Sambil menenteng sepatunya, Tamara menjinjit menuju ke ruang belakang. Barang-barang antik menghiasi setiap dinding coklat kayu rumah tua tersebut. Terkesan klasik tetapi nyatanya terlihat suram di mata gadis berusia 14 tahun itu. Tamara mengambil bajunya dari tumpukkan pakaian yang belum ia taruh di lemari dan bergegas menuju dapur, perutnya keroncongan.

Jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam, Tamara baru selesai menyantap nasi goreng dengan telur mata sapi buatannya. Seketika muncul suara televisi menyala dari ruang tengah rumahnya, ternyata ibunya sudah pulang. Semenjak kedua orang tuanya bercerai, Tamara hanya tinggal dengan ibunya di rumah peninggalan keluarga sang ibu. Sesekali Bi Sum, pembantu kepercayaan keluarganya itu datang untuk merapikan rumah. 

Tamara mengintip, seperti biasa Ibu paruh baya itu meneguk sebotol bir, 'dasar pemabuk berat' gumam Tamara dengan nada jengkel. Setelah bercerai, ibu kehilangan tujuan hidup. Perasaan dendam masih membekas di lubuk hatinya. Terkadang ibu tak sengaja melampiaskannya kepada anaknya. Tamara menghela nafas panjang dan mencoba menyapa ibunya, bertanya bagaimana keadaannya hari ini. Si ibu tidak menjawab dan hanya tertawa dengan acara televisi yang bahkan tidak lucu. Tamara kesal dan membalikkan badan ingin menuju kamarnya. 

"Hei, mau kemana kamu?" Ibunya memanggil, menyadari kehadiran anaknya yang hampir meninggalkan ruangan tersebut. 

"Ke kamar,"

"Nilai kamu gimana, ingat kamu harus dapat beasiswa, aku tidak punya uang berjuta juta hanya untuk membayar sekolah," "Bapakmu juga mana mau membiayai kuliahmu," Ucap ibu yang entah masih dalam sadar atau tidak. "Lelaki brengsek seperti dia tidak mungkin peduli dengan anaknya sendiri." Lanjut ibu menggerutu, dan menertawai tontonan televisi di depannya.

"Memangnya ibu peduli dengan keadaanku?" Suara Tamara meninggi, jengkel. Si ibu menoleh ke arahnya.

"Ibu tahu tidak? pekerjaan ibu itu hanya mabuk, bisa-bisanya ibu menjelekkan bapak padahal ibu mengurus anak sendiri saja juga tidak pernah," "Kalian berdua itu sama saja," 

"Hei, masih mending kamu masih disediakan tempat tinggal," Balas ibu, nadanya meninggi.

"Bapakmu saja tidak pernah mengasuhmu, masih baik aku berikan harta untukmu hidup," "Harusnya sudah ku biarkan kau mati saja kelaparan." 

Ucapan ibunya membuat Tamara terkejut, begitu teganya seorang ibu berkata seperti itu kepada anaknya. Dia mengerti ibunya sedang ngelantur karena pengaruh alkohol, tetapi tetap saja hal tersebut sangat menyayat hatinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun