Mohon tunggu...
ruslan effendi
ruslan effendi Mohon Tunggu... Pengamat APBN dan Korporasi.

Lulusan S3 Akuntansi. Penulis pada International Journal of Public Administration, Frontiers in Built Environment, IntechOpen, Cogent Social Sciences, dan Penulis Buku Pandangan Seorang Akuntan: Penganganggaran Pendidikan Publik Untuk Kualitas Dan Keadilan (Pengantar Prof. Indra Bastian, MBA., Ph.D.)

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Di Era Berbagi Teknologi, Kadang Kita Tak perlu Beli, Cukup Kita yang Diperjualbelikan

17 Juni 2025   08:54 Diperbarui: 17 Juni 2025   08:54 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Businesswoman-networking-using-digital-devices (Ilustrasi)/Image by rawpixel.com on Freepik

Di zaman ketika teknologi berbasis "berbagi" mendominasi kehidupan sehari-hari---berbagi kendaraan, berbagi informasi, hingga berbagi platform---muncul ironi yang mengganggu: justru kita sendiri yang menjadi komoditas paling berharga. Layanan-layanan digital seperti media sosial, mesin pencari, dan aplikasi mobile kerap diklaim sebagai "gratis", padahal biaya sejatinya ditarik dari sesuatu yang lebih bernilai dibanding uang: perhatian, waktu, dan data pribadi kita.

Lilm dokumenter The Social Dilemma (2020) menjelaskan dijelaskan secara gamblang oleh para insinyur dan mantan eksekutif perusahaan teknologi besar. Salah satunya, Tristan Harris, mantan ethicist di Google, menyampaikan bahwa "Jika Anda tidak membayar untuk produk itu, maka Andalah produknya." Kalimat ini bukan sekadar retorika, tetapi fondasi dari seluruh model bisnis perusahaan-perusahaan raksasa teknologi. Mereka tidak menjual layanan kepada Anda, mereka menjual Anda---tepatnya, perilaku Anda, minat Anda, dan kemungkinan Anda untuk mengklik sebuah iklan.

Apa yang dijual bukan hanya data, melainkan prediksi atas perilaku Anda. Dengan menggunakan algoritma pembelajaran mesin yang canggih, platform seperti Facebook, YouTube, dan TikTok secara aktif mempelajari apa yang membuat Anda terpikat, marah, takut, atau tertawa---agar Anda bertahan lebih lama di dalam ekosistem mereka. Semakin lama Anda bertahan, semakin banyak iklan yang dapat disisipkan, dan semakin besar potensi pendapatan iklan yang dapat diperoleh dari "komoditas" bernama Anda.

Era berbagi teknologi juga mengaburkan batas antara kenyamanan dan eksploitasi. Ketika kita mengakses peta digital gratis untuk menavigasi jalan, atau mengunggah foto tanpa biaya, seringkali kita lupa bahwa semua itu terjadi dengan pertukaran yang tak tampak: data lokasi, wajah, preferensi, dan bahkan jaringan sosial kita. Teknologi yang semula dijanjikan sebagai alat pemberdayaan justru berpotensi menjadi instrumen pengendalian perilaku massal.

Masalahnya tidak berhenti pada ranah individu. Ketika algoritma diarahkan untuk mengoptimalkan engagement, maka konten yang memecah belah, memicu emosi ekstrem, dan menyebarkan disinformasi justru mendapatkan tempat istimewa di lini masa. Akibatnya, platform digital bukan lagi sekadar ruang interaksi sosial, melainkan medan pertempuran untuk merebut persepsi publik, manipulasi politik, dan polarisasi sosial. Di sinilah wajah kelam kapitalisme digital paling telanjang terlihat.

Sudah saatnya kita sebagai warga digital menyadari bahwa kenyamanan digital tidak datang tanpa harga. Dalam konteks ini, "berbagi teknologi" bisa berubah menjadi eufemisme bagi kolonisasi data dan komodifikasi manusia. Solusinya tentu tidak sesederhana berhenti menggunakan media sosial, namun dimulai dari kesadaran kritis akan arsitektur kekuasaan di balik platform digital. Regulasi yang berpihak pada publik, akuntabilitas algoritma, dan transparansi dalam pengumpulan serta penggunaan data adalah langkah-langkah struktural yang tak bisa ditunda.

Karena di era ini, Anda mungkin merasa tidak membeli apa-apa. Tapi percayalah, ada pihak lain yang tengah menghitung berapa nilai Anda di pasar.

Bibliografi Film
Orlowski, J. (Director). (2020). The Social Dilemma [Film]. Exposure Labs; Netflix, Genre: Dokumenter, Teknologi, Sosial.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun