Mohon tunggu...
ruslan effendi
ruslan effendi Mohon Tunggu... Pengamat APBN dan Korporasi.

Lulusan S3 Akuntansi. Penulis pada International Journal of Public Administration, Frontiers in Built Environment, IntechOpen, Cogent Social Sciences, dan Penulis Buku Pandangan Seorang Akuntan: Penganganggaran Pendidikan Publik Untuk Kualitas Dan Keadilan (Pengantar Prof. Indra Bastian, MBA., Ph.D.)

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Ketika Moral Money Membiayai Rudal

11 Juni 2025   13:03 Diperbarui: 11 Juni 2025   13:03 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Army-plane-bad-weather-sky (Ilustrasi)/Image by brgfx on Freepik

Istilah moral money pada beberapa tahun terakhir menjelma menjadi simbol kebangkitan etika dalam dunia keuangan global. Ia mewakili aspirasi bahwa uang tak hanya dikelola untuk keuntungan finansial, tetapi juga sebagai kekuatan untuk kebaikan sosial dan ekologis. Lewat kerangka ESG---Environmental, Social, and Governance---investor institusional berlomba-lomba membuktikan bahwa mereka tidak sekadar kapitalis, melainkan juga penjaga nilai.

Namun apa jadinya jika uang yang dipromosikan sebagai moral justru ikut membiayai perang? Pertanyaan ini mencuat ketika kita menelusuri jejak investasi BlackRock, manajer aset terbesar di dunia. Perusahaan ini telah menempatkan dirinya sebagai pionir ESG, mengeluarkan surat tahunan tentang keberlanjutan, bahkan menarik investasinya dari sektor batu bara demi membuktikan komitmen pada masa depan yang "hijau." Tapi di balik wajah etis itu, terdapat ironi yang mencolok. BlackRock merupakan pemegang saham terbesar di Lockheed Martin---produsen utama jet tempur F-16, F-35, dan rudal Hellfire yang digunakan Israel dalam serangan militer ke Gaza.

Laporan dari American Friends Service Committee (2023) berjudul "Companies Profiting from the Gaza Genocide" mengungkap bahwa senjata buatan Lockheed Martin, Boeing, RTX (Raytheon), dan General Dynamics memainkan peran sentral dalam kampanye militer Israel sejak Oktober 2023. Dalam waktu kurang dari dua bulan, lebih dari 15.000 bom dan 50.000 peluru artileri dikirim ke Israel, dengan sebagian besar didanai melalui bantuan militer AS. Serangan ini menyebabkan puluhan ribu kematian warga sipil Palestina dan pengungsian massal yang, menurut pengadilan internasional, bisa dikategorikan sebagai potensi genosida.

Laporan AFSC juga menyebut bahwa lonjakan permintaan senjata ini telah mendorong harga saham perusahaan-perusahaan tersebut---dan secara otomatis memberikan keuntungan bagi para investor besar seperti BlackRock. Artinya, moral money dalam praktiknya ikut menikmati dividen dari bom yang dijatuhkan, rudal yang diluncurkan, dan kehancuran yang meluas.

BlackRock membela diri dengan menyatakan bahwa mereka hanya menjalankan dana indeks pasif---mereka membeli saham yang termasuk dalam indeks pasar seperti S&P 500, termasuk saham perusahaan senjata. Mereka juga mengklaim tidak memiliki kontrol atas operasi perusahaan tempat mereka berinvestasi. Tetapi alasan ini tidak cukup untuk menghapus beban moral.

Jika mereka bisa menarik dana dari perusahaan batu bara karena alasan etis, mengapa mereka tidak menerapkan prinsip serupa terhadap industri senjata yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia?

Pertanyaan ini lebih dari sekadar teknis. Apakah moral money benar-benar bisa disebut moral ketika nilai-nilainya hanya berlaku selektif. Ketika kita berbicara tentang ESG, akuntabilitas tidak bisa berhenti pada laporan tahunan dan kata-kata indah di situs web korporasi. Akuntabilitas sejati harus sampai pada konsekuensi dari tindakan investasi---termasuk ketika investasi itu mendukung kekerasan sistemik.

Dalam konflik seperti Gaza, di mana hukum internasional, etika kemanusiaan, dan suara publik bersatu mengecam penggunaan kekuatan militer yang tidak proporsional, kita tidak bisa membiarkan uang mengalir tanpa jejak moral. Sebab, ketika moral money membiayai rudal, maka yang perlu dipertanyakan bukan hanya siapa yang menekan tombol peluncur, tetapi siapa yang menanam modal---dan siapa yang diam.

referensi:

https://afsc.org/gaza-genocide-companies

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun