Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 121 K/Pid.Sus/2020 atas nama terdakwa Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan bisa menjadi pengingat kita. Kasus antan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) ini memberikan preseden penting dalam pembacaan perbedaan unsur pidana antara Pasal 2 dan Pasal 3 dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
MA dalam perkara ini menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah menurut dakwaan primair, namun terbukti secara sah dan meyakinkan menurut dakwaan subsidiair. Perbedaan ini bukanlah sekadar formalitas hukum, melainkan cerminan dari perbedaan intensi, bentuk kesalahan, dan bobot pembuktian dalam tiap pasal.
Jaksa, dalam dakwaan primair, menjerat terdakwa dengan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, yang menuntut pembuktian adanya perbuatan melawan hukum yang secara langsung menyebabkan kerugian keuangan negara, disertai dengan unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi. Unsur memperkaya ini menjadi titik krusial yang tidak dapat dibuktikan secara konkret dalam persidangan.
Tidak terdapat aliran dana ke rekening pribadi terdakwa, tidak ada gratifikasi atau suap, dan tidak ada pula bukti bahwa terdakwa mengarahkan keuntungan kepada pihak tertentu secara tidak sah. Karen mengklaim bahwa keputusan investasi di blok migas Basker Manta Gummy (BMG), Australia, dilakukan dalam kapasitasnya sebagai pimpinan perusahaan untuk mengejar ekspansi dan meningkatkan portofolio bisnis hulu Pertamina.
Namun dalam dakwaan subsidiair, Karen dijerat dengan Pasal 3 UU Tipikor, yang mengkriminalisasi penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik jika tindakan tersebut menyebabkan kerugian negara. Di sinilah letak kesalahan yang oleh majelis hakim dianggap terbukti. Karen sebagai Direktur Utama dianggap telah menyalahgunakan kewenangan jabatan dengan menyetujui investasi dalam proyek migas yang ternyata memiliki profil risiko tinggi, tanpa kajian kelayakan yang cukup, dan tanpa melalui mekanisme tata kelola korporasi yang benar.
Majelis hakim menilai bahwa terdapat serangkaian tindakan yang mencerminkan kelalaian serius dalam menjalankan fungsi jabatan, antara lain keputusan akuisisi dibuat secara cepat tanpa uji tuntas (due diligence) secara independen atas cadangan migas BMG. Kedua, kajian teknis dan finansial yang disusun oleh unit internal tidak disertai penilaian risiko menyeluruh, serta tidak mempertimbangkan masukan dari fungsi pengawasan atau dewan komisaris secara penuh. Ketiga, tidak dilakukan konsultasi hukum mendalam atas konsekuensi hukum dari akuisisi aset di yurisdiksi asing. Terakhir, terdapat inkonsistensi dalam dokumen keputusan internal, termasuk proses yang tidak transparan dalam persetujuan akhir akuisisi oleh jajaran direksi.
Akibat dari proses investasi yang melanggar prinsip kehati-hatian tersebut, negara---dalam hal ini PT Pertamina---mengalami kerugian sebesar Rp284 miliar akibat nilai investasi yang tidak sebanding dengan aset migas yang diperoleh. Sebagai catatan, Pasal 3 tidak mewajibkan adanya keuntungan pribadi bagi pelaku, tetapi cukup membuktikan adanya penyalahgunaan kewenangan jabatan yang menyebabkan kerugian negara.
Dalam amar putusannya, hakim secara eksplisit menyatakan bahwa tindakan Karen, meskipun mungkin dilandasi oleh niat bisnis, tetap tidak dapat dibenarkan secara hukum karena telah melanggar prinsip akuntabilitas dan tata kelola perusahaan negara. Karen dijatuhi pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp1 miliar, tanpa pengenaan pidana tambahan berupa uang pengganti karena tidak ditemukan unsur memperkaya diri.
Praktik korupsi jabatan di lingkungan BUMN menegarai bahwa  pembelaan berbasis business judgment rule hanya akan efektif jika pengambilan keputusan bisnis dilakukan sesuai dengan prinsip kehati-hatian (prudence), transparansi, dan akuntabilitas korporasi. Ketika proses tersebut diabaikan, bahkan tanpa ada keuntungan pribadi, seseorang tetap dapat dijatuhi pidana berdasarkan Pasal 3 karena pelanggaran terhadap batas wewenang institusional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI