Mohon tunggu...
ruslan effendi
ruslan effendi Mohon Tunggu... Pengamat APBN dan Korporasi.

Lulusan S3 Akuntansi. Penulis pada International Journal of Public Administration, Frontiers in Built Environment, IntechOpen, Cogent Social Sciences, dan Penulis Buku Pandangan Seorang Akuntan: Penganganggaran Pendidikan Publik Untuk Kualitas Dan Keadilan (Pengantar Prof. Indra Bastian, MBA., Ph.D.)

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Manakala Red Herring Mengaburkan Kebenaran

30 Mei 2025   13:17 Diperbarui: 30 Mei 2025   13:17 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Silhouette-hookah-maker-blowing-smoke-dark (Ilustrasi)/Image by teksomolika on Freepik

Dunia yang dibanjiri informasi menjadikan kebenaran sering kali tidak tenggelam oleh kebohongan terang-terangan, tetapi oleh petunjuk yang tampak masuk akal namun menyesatkan---itulah yang disebut red herring. Istilah ini berasal dari praktik lama di Inggris, ketika ikan haring asap digunakan untuk mengalihkan perhatian anjing pelacak dari jejak yang sebenarnya. Red herring berfungsi persis seperti itu,  membawa publik ke jalan buntu, mempermainkan persepsi, dan memperlambat pencarian jawaban.

Film dokumenter "Trust No One: The Hunt for the Crypto King", mencontohkan bagaimana kita melihat sosok seperti Michael Patryn. Ia dengan masa lalu kriminal dan identitas ganda, menjadi figur yang menarik perhatian publik. Padahal, fokus berlebihan pada dirinya justru berpotensi mengaburkan sistem dan aktor lain yang mungkin lebih penting dalam misteri hilangnya dana miliaran dari QuadrigaCX.

Inilah kekuatan red herring---ia tidak perlu berbohong, cukup membuat kita menaruh perhatian pada arah yang salah.

Fenomena ini tidak hanya terjadi dalam film atau fiksi detektif, tapi juga dalam kehidupan nyata. Kita sering melihat kejadian itu, misalnya dalam debat politik, penyidikan hukum, pemberitaan media, bahkan dalam diskusi keluarga. Kita juga sering kali terlalu cepat menilai siapa yang tampak bersalah, siapa yang vokal, atau siapa yang punya masa lalu kelam, tanpa mengkaji sistem yang memungkinkan krisis terjadi. Red herring tumbuh subur di ruang-ruang yang haus akan narasi cepat dan simpulan instan, terutama ketika publik menuntut penjelasan segera atas krisis yang kompleks. Ini menjadi tantangan serius bagi jurnalisme investigatif, komunitas sains, hingga lembaga pengawasan publik---karena ketika kita salah arah, kita tidak hanya kehilangan waktu, tapi juga merusak kepercayaan.

Mengenali red herring membutuhkan kewaspadaan epistemik. Suatu kemampuan membedakan antara bukti dan kebisingan, antara hubungan sebab-akibat yang sejati dan kebetulan yang menyesatkan. Di dunia kebijakan publik dan pengawasan, mengenali red herring berarti tidak terjebak pada gejala permukaan, melainkan menyelami akar persoalan struktural. Kebenaran, pada akhirnya, bukan sekadar soal data, tapi juga soal cara kita menata perhatian. Dan red herring, dengan segala daya tariknya, adalah ujian bagi siapa pun yang ingin mengungkap kenyataan dengan jernih.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun