Mohon tunggu...
ruslan effendi
ruslan effendi Mohon Tunggu... Pengamat APBN dan Korporasi.

Lulusan S3 Akuntansi. Penulis pada International Journal of Public Administration, Frontiers in Built Environment, IntechOpen, Cogent Social Sciences, dan Penulis Buku Pandangan Seorang Akuntan: Penganganggaran Pendidikan Publik Untuk Kualitas Dan Keadilan (Pengantar Prof. Indra Bastian, MBA., Ph.D.)

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Dari Loan Loss Provision (LLP) ke Hapus Buku Hapus Tagih BUMN

7 Mei 2025   15:41 Diperbarui: 7 Mei 2025   15:41 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
businessmen-are-pressured-by-debt (Illustrasi)/Image by jcomp on Freepik

Pengelolaan piutang bermasalah di lingkungan BUMN bukan sekadar tindakan pasif menunggu piutang jatuh tempo atau gagal bayar. Proses ini bermula jauh lebih awal melalui pembentukan Loan Loss Provision (LLP), yaitu cadangan kerugian kredit yang disiapkan berdasarkan estimasi kemungkinan kerugian dari kredit atau piutang yang diberikan. Loan Loss Provision berfungsi sebagai proteksi awal, mengantisipasi potensi kerugian yang mungkin timbul sebelum piutang tersebut memburuk menjadi kredit bermasalah. Keberadaan cadangan ini memperkuat ketahanan keuangan BUMN, menjaga stabilitas laba, serta menyajikan laporan keuangan yang lebih realistis bagi para pemangku kepentingan.

Teori Akuntansi telah menjelaskan bahwa ada  pelajaran penting dari krisis keuangan global 2007--2008. Pada masa itu, banyak lembaga keuangan gagal mengakui kerugian kredit secara tepat waktu karena masih menggunakan pendekatan incurred loss model, yang hanya mencatat kerugian setelah terjadi gagal bayar. Ketika gelombang kredit bermasalah menghantam, bank-bank tidak memiliki cadangan yang cukup, sehingga keruntuhan sistemik pun terjadi. Teori Akuntansi menekankan bahwa pergeseran menuju expected credit loss model merupakan upaya penting untuk mengakui potensi kerugian sejak dini, memperbaiki kelemahan yang pernah menyebabkan krisis besar.

Tahapan selanjutnya terjadi ketika piutang bermasalah gagal dipulihkan meskipun telah dilakukan upaya maksimal. Pada tahap ini, BUMN mengeluarkan piutang tersebut dari laporan keuangan aktif melalui mekanisme hapus buku. Proses hapus buku bukan berarti menghapus kewajiban hukum menagih, melainkan hanya koreksi akuntansi agar laporan keuangan mencerminkan kondisi riil. Hapus tagih baru dapat dilakukan setelah seluruh upaya penagihan dinyatakan buntu dan diperoleh persetujuan dari otoritas yang berwenang, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025.

Keterkaitan antara LLP, hapus buku, dan hapus tagih membentuk sebuah sistem pengelolaan risiko yang komprehensif. Setiap tahapan memiliki peran strategis dalam menjaga transparansi, akuntabilitas, serta kehati-hatian pengelolaan aset negara. Praktik ini menunjukkan bahwa pengelolaan piutang bermasalah di BUMN tidak hanya berorientasi administratif, melainkan juga berakar kuat pada prinsip governance keuangan yang bertanggung jawab.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun