Mohon tunggu...
ruslan effendi
ruslan effendi Mohon Tunggu... Pengamat APBN dan Korporasi.

Lulusan S3 Akuntansi. Penulis pada International Journal of Public Administration, Frontiers in Built Environment, IntechOpen, Cogent Social Sciences, dan Penulis Buku Pandangan Seorang Akuntan: Penganganggaran Pendidikan Publik Untuk Kualitas Dan Keadilan (Pengantar Prof. Indra Bastian, MBA., Ph.D.)

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kekayaan Negara yang Dipisahkan, Legenda Keuangan Negara (Bag.3-Selesai)

26 April 2025   14:07 Diperbarui: 26 April 2025   14:07 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Singkatan dari Kekayaan Negara yang Dipisahkan (Ilustrasi/AI Generated) 

Yuk lanjut lagi artikel sebelumnya.....

Beberapa opsi bisa saja dikaji. Mulai dari mengakui dividen sebagai hasil investasi non-PNBP, menetapkan transfer surplus tahunan dari Danantara ke kas negara, hingga mewajibkan Danantara menyetor persentase tertentu dari keuntungan melalui skema mandatory dividend. Namun semua skema itu membutuhkan reformasi regulasi, penguatan kelembagaan, dan pengawasan ekstra ketat. Dalam literatur efficient contracting dan contract rigidity, situasi ini menggambarkan kebutuhan untuk merancang ulang kontrak keuangan ketika relasi agensi tidak lagi berjalan optimal melalui mekanisme awal. Ketika kontrol kepemilikan tidak cukup menjamin aliran manfaat fiskal, intervensi regulasi seperti skema mandatory dividend menjadi bentuk respon kebijakan atas kegagalan koordinasi atau insentif. Perancangan skema baru ini, nantinya bukan semata administratif, tetapi juga bersifat korektif terhadap desain kelembagaan yang sebelumnya terlalu longgar dalam aspek monitoring dan distribusi hasil."

Seperti halnya institusi-institusi penting lainnya, KNyD belum sepenuhnya hilang, tetapi mengalami evolusi kelembagaan. Ia telah menumbuhkan korporasi negara dengan kemampuan investasi global, dan membuka jalan bagi bentuk baru dari pengelolaan kekayaan negara yang lebih modern---meski tidak tanpa risiko. Transformasi ini dapat dibaca sebagai bentuk implicit contracting antara negara dan entitas pelaksana, yaitu pengalihan kontrol fiskal dilakukan secara bertahap melalui pembentukan entitas khusus yang lebih adaptif terhadap dinamika pasar. Perlu juga kita renungkan, bahwa dalam konteks teori kelembagaan dan akuntansi keuangan, perubahan ini mencerminkan bahwa praktik pelaporan dan desain organisasi publik tidak semata ditentukan oleh standar teknis, melainkan merupakan hasil dari kompromi jangka panjang antara kebutuhan fleksibilitas, kontrol, dan akuntabilitas

Kini, giliran kita bertanya, apakah era pasca-KNyD akan menciptakan tata kelola keuangan negara yang lebih efektif, atau justru menghadirkan tantangan transparansi baru dalam hubungan antara negara dan pasar? Dalam kerangka teori akuntansi keuangan, pertanyaan ini menyentuh isu mendasar tentang information asymmetry dan decision usefulness, apakah mekanisme pelaporan dari entitas seperti Danantara cukup mampu menyampaikan informasi yang relevan, dapat dipercaya, dan tepat waktu bagi pembuat kebijakan fiskal? Jika tidak, maka peran stewardship pelaporan keuangan---yakni sebagai alat pertanggungjawaban atas pengelolaan sumber daya publik---akan tergerus oleh kabut kelembagaan yang terlalu kompleks (Ijiri, 1975), Tantangan ke depan bukan hanya teknis, tetapi juga menyangkut bagaimana menjaga akuntabilitas dalam desain kelembagaan yang semakin menjauh dari domain fiskal tradisional.

Transformasi model pengelolaan kekayaan negara melalui pembentukan Danantara membawa berbagai risiko yang perlu diantisipasi. Pertama, risiko asimetri informasi meningkat akibat terbatasnya frekuensi audit eksternal dan besarnya diskresi manajerial atas aliran laba. Kedua, terdapat risiko ketidakpastian fiskal, di mana target penerimaan negara menjadi bergantung pada kebijakan internal Danantara, bukan lagi pada kontrak eksplisit antar BUMN dan negara. Ketiga, risiko moral hazard dan earnings management menguat seiring dengan relaksasi kontrol fiskal langsung. Keempat, risiko akuntabilitas publik membesar karena kompleksitas struktur kelembagaan yang dapat mengaburkan aliran manfaat ke negara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun