Mohon tunggu...
ruslan effendi
ruslan effendi Mohon Tunggu... Pengamat APBN dan Korporasi.

Lulusan S3 Akuntansi. Penulis pada International Journal of Public Administration, Frontiers in Built Environment, IntechOpen, Cogent Social Sciences, dan Penulis Buku Pandangan Seorang Akuntan: Penganganggaran Pendidikan Publik Untuk Kualitas Dan Keadilan (Pengantar Prof. Indra Bastian, MBA., Ph.D.)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gaji Telat Urusan Nanti, Tapi Tupperware Istri yang Hilang, Itu Urusan Besar

19 April 2025   08:03 Diperbarui: 19 April 2025   08:03 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyiapkan Makanan (Ilustrasi)/Image by freepik

Ada satu kalimat yang sering saya ulang-ulang dalam hati setiap kali pulang dari kantor membawa tas kosong, "Semoga hari ini bukan hari di mana saya lupa bawa pulang Tupperware istri." Bagi banyak suami, melupakan wadah bekal istri itu bisa lebih membekas daripada melupakan ulang tahun pernikahan. Soalnya, kalau lupa ulang tahun, kita masih bisa tebus dengan bunga atau cokelat. Tapi kalau kotak makan hilang, apalagi yang mereknya Tupperware dan diwariskan sejak zaman pacaran, kadang seisi rumah bisa ikut murung.

Tupperware, mungkin buat sebagian generasi muda sekarang hanyalah brand plastik biasa. Tapi buat sebagian dari kita, ia adalah artefak peradaban domestik. Ada yang bentuknya sudah kusam, warnanya pudar, tapi tutupnya masih klik sempurna. Ada juga yang jadi simbol kepercayaan, seperti waktu istri berkata, "Nih, aku bawain rawon. Tolong jangan hilangkan kotaknya, ya."

Ketika kabar datang bahwa Tupperware Indonesia resmi menghentikan aktivitas bisnisnya setelah 33 tahun, banyak dari kita mendadak merasa seperti kehilangan satu bagian kecil dari rumah tangga. Rasanya seperti tahu ada sahabat lama yang diam-diam pergi, tanpa pamit. Bukan karena produknya tak laku, tapi karena cara kita berbelanja, membangun loyalitas, dan memperlakukan kepraktisan berubah drastis. Kini, wadah makanan datang dan pergi dengan cepat, tapi tidak ada yang memberi rasa "dipercayakan" seperti saat membawa pulang bekal dalam Tupperware dari istri.

Maka tak heran kalau ada adagium baru di kalangan bapak-bapak zaman now, gaji bisa dibahas belakangan, tapi Tupperware istri yang hilang, itu urusan besar. Mungkin bukan karena harganya mahal, tapi karena nilainya tak tergantikan. Bukan karena bentuknya elegan, tapi karena isinya adalah cinta yang ditakar dengan porsi pas dan dikemas dengan perhatian.

Kalau kamu masih punya satu saja Tupperware dari istri kamu di laci dapur, rawatlah baik-baik. Bukan hanya karena Tupperware sudah tak dijual lagi, tapi karena mungkin itulah satu-satunya bentuk cinta sehari-hari yang bisa kamu genggam---yang tidak berbentuk kata-kata, tapi berbentuk kotak plastik yang wangi bawang merah dan sayang yang tak diucapkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun