Nama Mike Lynch mungkin tak begitu dikenal publik Indonesia, tetapi di dunia teknologi dan akuntansi global, ia adalah figur penting yang sempat mengguncang hubungan bisnis lintas negara. Lynch adalah pendiri Autonomy, sebuah perusahaan perangkat lunak asal Inggris yang dikenal luas karena keahliannya dalam analisis data tak terstruktur. Pada tahun 2011, Autonomy diakuisisi oleh raksasa teknologi asal Amerika Serikat, Hewlett-Packard (HP), dengan nilai fantastis, 11,7 miliar dolar AS. Namun hanya satu tahun kemudian, HP mengklaim bahwa mereka telah tertipu. Mereka menuduh Lynch dan timnya memanipulasi laporan keuangan Autonomy agar terlihat lebih menguntungkan sebelum akuisisi. HP kemudian mencatatkan kerugian besar dan memulai gugatan hukum yang berlangsung lebih dari satu dekade.
Yang menarik, inti dari gugatan ini bukan pada pembuktian adanya pencurian uang atau persekongkolan kejahatan, melainkan pada perbedaan cara mencatat transaksi antara dua sistem akuntansi yang berbeda. Autonomy menggunakan standar internasional IFRS (yang berbasis prinsip), sedangkan HP menggunakan US GAAP (yang berbasis aturan rinci). Misalnya, Autonomy mencatat pendapatan dari penjualan perangkat keras seperti server dan penyimpanan data, meskipun bisnis intinya adalah perangkat lunak. Menurut IFRS, selama barang benar-benar dikirim dan risiko telah dialihkan kepada pembeli, pendapatan boleh diakui. Tapi menurut versi HP dan GAAP, pendekatan ini dianggap menyesatkan. Seharusnya, menurut GAAP, pendapatan seperti itu baru dapat diakui jika seluruh persyaratan ketat terpenuhi, termasuk kejelasan substansi ekonomi, tidak adanya kewajiban residual, dan tidak terjadinya transaksi bolak-balik yang bisa menimbulkan ilusi pendapatan. HP mencurigai bahwa sebagian transaksi tersebut hanyalah untuk "mengisi" laporan keuangan dengan angka yang tampak sehat, padahal tidak mencerminkan kekuatan bisnis sesungguhnya.
Setelah bertahun-tahun proses hukum dan ekstradisi dari Inggris ke Amerika, pengadilan federal di San Francisco pada Juni 2024 memutuskan bahwa Mike Lynch tidak bersalah atas semua tuduhan penipuan. Juri menyimpulkan bahwa perbedaan interpretasi standar akuntansi bukanlah bukti niat jahat atau kesengajaan menipu. Keputusan ini disambut lega oleh Lynch, yang mengaku siap kembali berkarya dan membangun kembali reputasinya. Banyak pakar menganggap ini sebagai kemenangan bagi prinsip kehati-hatian dan profesionalisme dalam akuntansi berbasis prinsip. Putusan ini juga memberi pelajaran penting bahwa standar akuntansi, sejauh diterapkan secara konsisten dan diungkapkan secara transparan, tidak semestinya dijadikan dasar kriminalisasi.
Namun kisah Lynch tak berakhir bahagia. Hanya dua bulan setelah pembebasan hukumnya, pada Agustus 2024, Lynch mengalami kecelakaan tragis. Saat berlayar di Laut Mediterania bersama keluarganya untuk merayakan akhir dari proses hukum panjang itu, kapal pesiar pribadinya---yang ironisnya diberi nama Bayesian, mengacu pada teori statistik yang juga digunakan dalam analisis data---terjebak badai di lepas pantai Sisilia. Kapal tenggelam. Lynch, putrinya yang berusia 18 tahun, dan lima orang lainnya meninggal dunia. Dunia teknologi dan akuntansi kehilangan sosok kontroversial yang penuh semangat intelektual dan inovatif.
Kasus Mike Lynch adalah pengingat bahwa dalam dunia global yang penuh dengan standar dan sistem hukum yang berbeda, perbedaan prinsip bisa jadi lebih rumit daripada sekadar benar atau salah. Kadang, bukan penipu yang kita hadapi---melainkan orang dengan sudut pandang yang berbeda.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI