Mohon tunggu...
ruslan effendi
ruslan effendi Mohon Tunggu... Pengamat APBN dan Korporasi.

Lulusan S3 Akuntansi. Penulis pada International Journal of Public Administration, Frontiers in Built Environment, IntechOpen, Cogent Social Sciences, dan Penulis Buku Pandangan Seorang Akuntan: Penganganggaran Pendidikan Publik Untuk Kualitas Dan Keadilan (Pengantar Prof. Indra Bastian, MBA., Ph.D.)

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Jika berlaku Zero-Tariff World, Apa yang Terjadi pada Negara Kaya dan Miskin

7 April 2025   07:58 Diperbarui: 7 April 2025   07:58 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
close-up-female-hand-counting-with-calculator/Image by katemangostar on Freepik

Bayangkan sebuah dunia di mana semua tarif dihapus. Tak ada lagi bea masuk, pajak ekspor, atau hambatan perdagangan antarnegara. Barang dan jasa mengalir bebas dari satu negara ke negara lain tanpa biaya tambahan. Secara teori, dunia seperti ini akan mendorong efisiensi ekonomi global: setiap negara akan fokus memproduksi barang yang paling mereka kuasai dan mengimpor sisanya dari negara lain yang lebih efisien. Harga barang akan turun, pilihan konsumen meningkat, dan perusahaan ditantang untuk berinovasi. Namun, kenyataan tidak sesederhana itu.

Negara-negara kaya seperti Amerika Serikat, Jerman, atau Jepang mungkin justru akan menikmati keuntungan besar di dunia tanpa tarif. Mereka sudah memiliki modal, teknologi, dan sumber daya manusia unggul untuk bersaing di pasar global. Tanpa hambatan tarif, produk-produk teknologi tinggi mereka akan masuk ke pasar negara berkembang dengan lebih mudah. Perusahaan-perusahaan raksasa bisa memperluas dominasi mereka, bahkan ke sektor-sektor domestik negara lain yang belum siap bersaing. Sementara konsumen di negara maju juga akan menikmati barang-barang murah dari negara lain, struktur industrinya sudah cukup tangguh untuk beradaptasi atau bertransformasi secara cepat.

Sebaliknya, negara miskin menghadapi dilema. Banyak dari mereka masih bergantung pada tarif untuk melindungi industri dalam negeri yang rapuh. Tanpa perlindungan ini, industri tekstil, pertanian, atau manufaktur dasar bisa kolaps dihantam barang impor murah. Mereka juga kehilangan sumber pendapatan negara yang penting---di beberapa negara berkembang, bea masuk menyumbang lebih dari 20% dari pendapatan pemerintah. Akibatnya, bukan hanya sektor ekonomi yang terpukul, tetapi juga layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan yang dibiayai oleh pajak tersebut.

Ketimpangan antara negara kaya dan miskin pun bisa semakin lebar. Dalam dunia tanpa tarif, perusahaan multinasional dari negara maju akan lebih mudah mengakses pasar tenaga kerja murah di selatan global, tetapi keuntungan ekonominya tetap mengalir kembali ke utara. Negara miskin hanya menjadi lokasi produksi murah tanpa transfer teknologi yang berarti. Sementara itu, pekerja lokal terjebak dalam pekerjaan berupah rendah tanpa perlindungan sosial yang memadai.

Selain itu, dunia tanpa tarif juga akan memangkas ruang gerak politik negara dalam melindungi masyarakatnya. Tarif selama ini bukan hanya instrumen ekonomi, tetapi juga alat negosiasi dan kedaulatan. Negara bisa menggunakannya untuk melindungi petani, pekerja industri, atau bahkan memperjuangkan standar lingkungan dan hak asasi. Jika semua itu dihapus atas nama efisiensi, siapa yang memastikan bahwa perdagangan benar-benar adil, bukan sekadar bebas?

Mimpi zero-tariff world adalah cerminan harapan atas globalisasi yang rasional dan efisien. Namun tanpa kebijakan pendukung yang memperhatikan keadilan distribusi, ketahanan sosial, dan solidaritas antarnegara, dunia seperti itu justru bisa menciptakan paradoks baru, yaitu perdagangan semakin bebas, tetapi ketimpangan makin merajalela. Maka pertanyaannya bukan hanya "apa yang terjadi jika semua tarif dihapus," tetapi "siapa yang siap, siapa yang tumbang, dan siapa yang berani mengatur ulang sistem agar adil bagi semua."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun