Mohon tunggu...
Cak Miep
Cak Miep Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hilangnya Semangat Generasi Pelopor

8 Mei 2019   18:32 Diperbarui: 8 Mei 2019   19:27 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dalam sejarah indonesia pelopor angkatan 08, 28, 45, 65 hingga generasi 98 jumlahnya tidak banyak. Baru setelah mereka menghadapi tantangan yang besar, kekuatan sosial politik yang lebih besar ikut mendukungnya. Demikian perubahan terjadi generasi muda tersebut tersisish atau di sisishkan oleh kekuatan sosial politik yang ada. Sebagai kekuatan moral, kaum muda berjuang bukan untuk merebut kekuasaan dan jabatan, melainkan lebih mendorong pemerintah untuk menjalankan kekuasaan yang melayani rakyat dan membawa kebanggaan sebagai bangsa. Memang sering timbul perdebatan tentang posisi dan peran generasi muda dala proses sejarah. Tetapi yang jelas kaum muda, khususnya mahasiswa terbiasa tampil sebagai kekuatan moral dalam suatu perjuangan.


Terlepas dari proses sejarah gerakan perubahan yang dilakukan kaum muda kadang membawa pesimisme, namun sejarah juga membuktikan bahwa kepeloporan generasi muda selalu memberikan suatu harap perubahan yang lebih baik. Kembali pada tema diatas, munculnya Nasionalisme dan pancasila tidak dapat dilepas pisahkan dari kepeloporan generasi muda. Nasionalisme indonesia maupun ideologi pancasila merupakan produk dan konstruksi kaum muda zamannya.


Nasionalisme dan pancasila pada mulanya dijadikan sebagai counter ideology terhadap kolonialisme, imperialisme dan feodalisme yang menyebabkan kemiskinan dan kebodohan masyarakat nusantara. Proses menghadapi kolonialisme, imperialisme dan feodalisme dengan menempatkan nasionalisme dan pancasila berada dalam posisi Yang secara diametral bertentangan. Selama penjajahan berlangsung tidak mungkin terealisasi praktek kehidupan yang demokratis. Pihak penjajah selalu menekankan aspek Expo eksploitasi dominasi dan hegemoni terhadap masyarakat nusantara.
Penjajahan yang melakukan politik segregasi sosial jelas tidak memperlakukan manusia yang ada di wilayah nusantara dalam posisi setara. Padahal kesetaraan merupakan prasyarat dasar bagi berlangsungnya praktek demokrasi. Pada saat yang bersamaan, politik segregasi yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda juga tidak memberi ruang bagi sesama warga untuk mengakui adanya perbedaan dan keberagaman. Konsekuensinya sikap empati dan toleransi sulit dikembangkan tumbuhkan.


Demikian halnya praktik feodalisme yang diterapkan oleh eh elite Bumiputera perlu dihilangkan demi penghormatan dan pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia yang adil dan manusiawi. Feodalisme tidak memberi ruang bagi rakyat Kebanyakan untuk berkembang secara luas. Sistem feodal cenderung membatasi mobilitas sosial. Hanya keturunan para bangsawan dan elit yang memperoleh peluang mengembangkan diri. Pada masa pergerakan nasional mereka ini sering disebut sebagai bangsawan keturunan. Sebaliknya para pemuda dan pelajar yang berprestasi tidak selalu berasal dari kelas bangsawan. Muncul istilah pada saat itu "bangsawan keturunan" dan "bangsawan pikiran". Bangsawan keturunan digunakan untuk menggambarkan para elit yang lebih mengandalkan garis keturunan dalam mencari pekerjaan atau menduduki tempat tertentu. Mereka ini sering dikategorikan sebagai elite tradisional. Sebaliknya para pemuda yang memiliki latar belakang pendidikan dengan kompetensi yang jelas disebut sebagai "bangsawan pikiran". Kelompok ini dalam mencari pekerjaan lebih mengandalkan prestasi dan hasil kerja kerasnya. Sebagai lawan dari generasi tradisional, kelompok yang terakhir tersebut disebut sebagai elit modern (Van Niel 1984). Kaum muda Pelopor mengutamakan meritokrasi, yaitu lebih menghargai prestasi dibanding sekedar relasi.


Hak asasi manusia selama Indonesia dalam cengkraman kolonialisme dan imperialisme juga tidak dapat terealisir. Hak untuk hidup, Hak untuk memiliki, menyatakan pendapat, hak berkumpul dan berorganisasi sangat dibatasi. Selain diberlakukan peraturan perundangan yang diskriminatif dan represif terhadap masyarakat pribumi, gubernur jenderal juga memiliki kekuasaan istimewa. Kekuasaan tersebut "extra orbitante rechten". Kekuasaan ini (interning, externing, dan verbaning) digunakan oleh Gubernur Jenderal untuk menindas tokoh-tokoh pergerakan dengan cara menangkap menahan dan membuang pada suatu daerah tertentu. Bahkan sejak tahun 1920-an, pemerintah kolonial Belanda membuat tempat pembuangan yang sangat keras dan menyengsarakan, yaitu Boven Digul.
Hak menyatakan kemerdekaan an yang merupakan bagian resensi dari hak asasi manusia tidak dapat direalisasi dalam alam penjajahan. Konsekuensi dari hal tersebut menyebabkan pembentukan masyarakat sipil adalah kemustahilan dalam masyarakat jajahan titik selama penjajahan masyarakat nusantara diperlakukan sebagai warga negara yang kedudukannya paling rendah. Warga pribumi di duduki oleh pihak Belanda dan bangsa Eropa. Golongan kedua diduduki oleh warga Timur (Cina Arab India). Warga asli Nusantara menjadi tersiksa dan nestapa di negerinya sendiri. Mereka tidak mempunyai hak untuk ikut mempengaruhi kebijakan politik penjajahan.


Kondisi sosial ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan justru mampu merangsang pemikiran dan idealisme generasi muda waktu itu. Mereka berusaha membuktikan bahwa anak-anak Nusantara juga dapat berprestasi setara dengan bangsa timur asing maupun bangsa barat. Kalangan muda terpelajar waktu itu tidak mengeluh dan pasrah pada keadaan. Dalam situasi yang penuh keterbatasan mereka terus berjuang dan membuktikan bahwa dirinya adalah orang yang dapat berprestasi titik Belenggu "mental inlander" yang banyak mempengaruhi menset masyarakat pada umumnya ingin dihilangkan. Cara pertama adalah Mereka memberi contoh dan bukti bahwa anak-anak pribumi itu tidak malas suka kerja keras serta memiliki prestasi. Mereka tidak minder dalam berinteraksi dengan orang timur asing maupun bangsa barat.


Upaya untuk menjadikan warga negara Indonesia bangga dengan negara dan tanah airnya memerlukan internalisasi nasionalisme. Pandangan hidup sebagai warga negara Indonesia yang merdeka serta bercita-cita menciptakan tatanan masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan perlu pembelajaran dan pengamalan pancasila secara konsekuen dan konsisten. Posisi nasionalisme dan Pancasila tidak dapat semata-mata dijadikan jargon melawan kekuatan asing sebagaimana terjadi pada masa Indonesia belum merdeka.
Aktualisasi nasionalisme lu dikaitkan dengan upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia secara berbudaya. Pencapaian prestasi unggul menjadi prioritas. Kebanggaan sebagai bangsa dapat bangkit bila banyak warga yang berpartisipasi. Meritokrasi, proses pencapaian prestasi yang bersumber dari kesungguhan disiplin dan kerja keras jauh lebih dihargai dan dihormati. Sebaliknya keberhasilan yang disebabkan oleh kolusi nepotisme apalagi korupsi harus dihindari. Dalam konteks itulah penegakan hukum secara adil menjadi tuntutan yang mendesak.


Sejak awal pendiri bangsa para pendiri bangsa sepakat bahwa Indonesia adalah negara republik bukan negara monarki. Sebagai negara republik Indonesia memposisikan diri sebagai negara hukum (Rechsstaat) bukan negara kekuasaan (Manchsstaat). Kebebasan dan kewajiban warga negara dalam berinteraksi dengan individu lain maupun dengan lembaga negara diatur dalam suatu regulasi. Penguasa tidak dapat memaksa kehendak para rakyat tanpa dasar hukum yang jelas.
Pada negara hukum, hukum senantiasa diposisikan sebagai pengendali tertinggi kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan negara. Di operasionalisasikan pengaturan kedudukan wewenang tugas fungsi dan tanggung jawab jabatan yang busikan kepada lembaga-lembaga negara ataupun badan-badan pemerintahan serta hubungan pemerintahan negara dan rakyat. Konsekuensinya setiap orang maupun badan hukum wajib tunduk pada hukum, mereka bisa diganti dan dikenakan sanksi hukum bila melakukan perbuatan melawan hukum sedangkan hukum bersifat tetap sebagai acuan tata kehidupan bernegara.

Konsekuensinya penegakan hukum secara adil menjadi suatu keharusan dalam membangun masyarakat modern. Masyarakat perlu dibina dibiasakan dengan tata kehidupan yang tertib dan disiplin tanpa menghambat aktualisasi hak dasar dan kreativitasnya sesuai dengan sistem nilai Pancasila. Konsekuensinya berbagai regulasi yang ada harus sejalan dengan prinsip-prinsip dasar yang ada dalam Pancasila dan konstitusi negara. Pancasila harus lebih banyak dijadikan sebagai media mempersatukan bangsa Indonesia yang beragam dari latar etnis agama sosial dan budaya. Nasionalisme dan Pancasila diharapkan dapat menjadi faktor integrasi bangsa sekaligus menset warga Indonesia.


Dalam konteks itulah penghormatan dan pengakuan terhadap peran kaum muda dengan menempatkan nasionalisme dan Pancasila sebagai referensi kehidupan utama menjadi sangat esensial. Kita semua berkewajiban menjadi nasionalisme dan Pancasila menjadi sumber dan inspirasi etos kerja bagi warga Indonesia yang modern. Realisasi prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia dalam suatu kehidupan masyarakat sipil yang beradab serta bermartabat perlu diimbangi dengan kewajiban yang melekat pada diri warga negara.


Hal ini penting karena di era globalisasi informasi dan komunikasi berlangsung sangat cepat. Generasi muda cenderung direkayasa menjadi generasi penonton dan konsumen. Media massa elektronik memberi tawaran hiburan sepanjang 24 jam Dengan diselingi berbagai iklan yang memikat. Konsekuensinya berbagai pengaruh asing baik yang positif maupun yang negatif dengan cepat dan masif berdatangan. Informasi yang masuk pada diri seseorang tanpa disikapi sejarah kritis dikategorikan sebagai pengaruh bawah sadar. Ironisnya sebagian besar perilaku manusia lebih banyak ditentukan oleh pengaruh bawah sadar. Diperlukan sikap kritis dan kreatif dalam menyikapi proses budaya konsumtif dan hedonis. Usaha tersebut membutuhkan suatu penyadaran sebuah proses koensientisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun