Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... Jurnalis - AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Vox Populi Vox Dangdut

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Siapa yang Masih Suka Membaca Koran?

29 September 2022   08:05 Diperbarui: 1 Oktober 2022   07:51 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membaca koran (UNSPLASH/ROMAN KRAFT)

Flash back ke belakang. Sekitar 12-15 tahun lalu, media cetak khususnya koran, masih banyak digunakan sebagai sumber informasi oleh masyarakat. Namun makin masifnya era digital, yang ditandai dengan penetrasi internet serta gawai murah, perlahan tapi pasti menyingkirkan media cetak yang kala itu masih eksis.

Mundur lebih jauh lagi ke belakang, sejak kecil saya sudah akrab dengan media cetak, khususnya koran. Dimulai ketika almarhum ayah saya berlangganan harian Kompas, dan juga berlangganan Majalah Bobo yang terbit tiap hari Kamis. Dua media cetak itulah yang mengiringi perjalanan saya belajar membaca.

Beranjak remaja, ayah saya pun berlangganan tabloid Bola. Tentu bukan kebetulan jika ketiga media yang dibeli secara berlangganan oleh ayah saya itu, semuanya merupakan media Kelompok Kompas Gramedia, karena ketiga media ini mewakili pemimpin pasar di segmennya masing-masing pada saat itu. Tentu saja karena isinya yang menjadikan mereka pantas menyandang predikat tersebut.

Singkat cerita, kecintaan pada media koran akhirnya terbawa saat saya sering nongkrong di warung kopi saat kuliah di Universitas Airlangga, Surabaya. Kebetulan di warkop dekat indeks saya, pemiliknya berlangganan koran Jawa Pos, koran terbesar di Jawa Timur.

Ada kenikmatan tersendiri ketika saya minum kopi, teh, atau apapun sambil ngemil, sembari membaca koran. Namun kadang kala saya kurang beruntung, ketika koran itu sudah dibaca sesama pengunjung warung kopi dalam waktu yang lama. Biasanya saya hanya berharap yang membaca cepat selesai supaya bisa gantian dengan saya.

Sampai pada akhirnya, perjalanan hidup pun membawa saya bekerja sebagai wartawan di media koran.

Memang belum kesampaian bekerja di media besar, seperti koran Kompas, Jawa Pos, Republika. Namun pengalaman saya bekerja di media koran, cukup memberi banyak hikmah dan pelajaran, terutama tentang disrupsi.

Ilustrasi media cetak vs media online (Foto dokpri)
Ilustrasi media cetak vs media online (Foto dokpri)
Ya, disrupsi teknologi digital pulalah yang pada akhirnya membawa dampak berhenti terbitnya sejumlah media cetak, termasuk media koran. 

Terakhir, pada awal 2021 lalu, tiga media cetak koran, yakni Suara Pembaruan, Koran Tempo, serta Indopos, terpaksa harus berhenti terbit, akibat kian masifnya digitalisasi dalam ranah media massa.

Mungkin karena itu pulalah, media cetak khususnya koran, saat ini dianggap sebagai sunset industry. Akibatnya, perusahaan media tak lagi berani menerbitkan koran baru karena tak akan mampu bersaing dengan media online yang ada saat ini.

Kebetulan, saya pun pernah bekerja di sebuah media koran yang saat ini sudah tidak terbit lagi. Karena hanya terbit dalam kurun waktu 2011-2015, akibat ketatnya persaingan dan sang bohir tak mau lagi menjalankan bisnis penerbitan korannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun