Mohon tunggu...
Cak Glentong
Cak Glentong Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah budaya dan agama

Pemerhati masalah budaya dan agama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Catatan Kecil Ramadan: Islam Sepotong-potong

6 Mei 2021   00:16 Diperbarui: 6 Mei 2021   00:19 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Senang sekali rasanya,  melihat maraknya semangat keislaman di berbagai daerah bahkan di pelosok-pelosok desa.  Anak-anak muda semakin banyak yang gandrung terhadap agamanya, ghirahnya bergolak-golak bagai kawah gunung merapi yang sebentar lagi akan meledak. Dengan mudah kita bisa gadis-gadis remaja menggenakan jilbab panjang dan lebar, bahkan diantara mereka ada yang menggenakan cadar, sungguh mengagumkan, di zaman yang memuja hedonisme mereka memilih sikap zuhud, meninggalkan kesenangan syahwati.
Senang sekali melihat pria-pria muda yang lebih memilih berdakwah daripada hidup seperti remaja pada umumnya yang ingin berhura-hura, diantara mereka ada yang berpenghasilan besar tetapi hidupnya sederhana meniru khalifah Umar bin Khottob atau Umar bin Abdul Aziz.
Ada banyak gerakan baru yang membangkitkan semangat keislaman mereka, mulai dari gerakan yang santun mengajak anggota untuk selalu bermuhasabah sampai gerakan yang mengajak selalu mengepalkan tangan demi impian besar mereka, khilafah islamiyah. Gerakan islam dengan berbagai konsep berpikirnya, sekarang rasanya sudah  dipajang secara terbuka seperti  di sebuah  etalase, kita bisa memilih yang mana, mengikuti gerakan ini atau itu atau tetap bertahan di pemikiran mainstream Islam di Indonesia.
Semunya,  tentu saja menurut penyerunya, mengajak kepada kemuliaan, menyeru kepada surga yang indah dan permai, menggandeng tangan kita untuk menuju Islam yang benar, bahkan menurut mereka yang paling benar. Umat Islam pastilah ingin berjalan di jalan yang benar, karena semua Islam merindukan surga. Sehingga ajakan seperti itu sangat mudah menggoda hati umat Islam, terutama dari kalangan muda.
Namun seringkali, mereka  menampilkan Islam secara sepotong-potong. Seolah-olah pemikiran mereka lahir dari langit ke 7 sehingga abai terhadap realitas yang ada, sejarah panjang peradaban umat yang sangat kaya akan pemikiran-pemikiran genius keislaman, telah sedemikian rupa dibungkus dalam kotak-kotak kecil.
Dan, pemahaman dari kotak-kotak kecil menjadikan pola pikir menciptakan kesempitan dalam luasnya ajaran Islam. Mereka seolah-olah pendekar dari abad ke 12 M yang ingin mengembalikan umat ke belakang, bukan menjadi umat berjalan maju menyongsong zaman atau mengembalikan umat ke zaman yang lebih mundur lagi saat budak-budak masih ada dan diperjualbelikan di pasar-pasar.
Ada fanatisme baru yang membuat kita harus segera mengelus dada, telah tumbuh kotak-kotak kecil yang membuat umat Islam terjebak di dalamnya. Suka atau tidak suka kita terkadang dimasukkan ke dalamnya, dipaksakan sebagai bagian dari kelompok tertentu. Mungkin diantara kita pernah mendengar "Kamu itu harus jelas, ikut golangan A atau B, ikut madzhab Z atau X."  dan lebih "sadis" lagi jika ada yang berpikir "Kamu ikut kami atau menjadi rival kami."
 Padahal, sebagai umat Islam yang awam kita ingin berpikir sederhana saja, berislam seperti islamnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Sedang madzhab hanya metode dalam memahami Islam, bukan aliran yang mengharuskan kita fanatik didalamnya dan golongan hanyalah ihtiar dari para pendahulu kita untuk menyatukan wadah agar lebih mudah begerak dalam tali dakwah.
Lebih miris lagi jika dakwah cenderung mengajak orang lain ke dalam kelompoknya atau masuk ke faham hizbiyahnya, bukan lagi bagaimana menjadi umat Islam yang baik. Sebaik apapun amal kita, menghiasi malam dengan tahajud, menghiasi siang dengan silaturahmi dan banyak-banyak berinfaq, menjaga lesan kita dari kata-kata yang tidak berguna.
Kita masih belum dianggap muslim yang baik, jika kita belum menjadi kelompoknya, belum bergerak seperti gerakan mereka, belum ikut bergugurgunung dalam aksi mereka, belum mengikuti menghadiri dakwah-dakwah mereka. Seakan-akan belum sempurna keislaman kita jika belum satu barisan dengan barisan mereka.
Semua itu dibangun di atas pondasi hizbiyah,  kecintaan dan membanggakan pada kelompok masing-masing. Kelompok yang mereka anut sebagai kelompok terbaik, kelompok lain sudah banyak penyimpangan. Saya menyebutnya sebagai dakwah Islam  sepotong-potong. Tidak pernah mencoba menyampaikan Islam secara utuh dari berbagai aspeknya, bahkan pada tingkat tertentu hanya menyampaikan faham kelompok yang paling benar dan cenderung merendahkan kelompok lain.
Pertama, tidak faham atau memang menyembunyikan perkara yang para ulama berbeda pendapat dalam masalah tersebut. Seakan-akan hanya ada satu pendapat saja, padahal telah berabad-abad terjadi perbedaan diantara para ulama, kemudian para ulama menerimanya sebagai perbedaan pendapat dalam kazanah keislaman. Sungguh aneh jika suatu masalah sudah sangat dikenal ada perbedaan,  kemudian generasi selanjutnya saling menghujat. Sungguh para ulama mulia telah mengajari bersikap santun dalam  perbedaan, mereka menyadari bahwa keterbatasan ilmu dan sudut pandang sehingga menghasilkan perbedaan menentukan sebuah hukum.
Maka Imam Syafi'i yang mulia berkata :
" Jika shohih sebuah hadits maka itulah madzabku."
Dan Imam Ahmad yang mulia berkata :
 "Janganlah bertaklid padaku, dan jangan  taklid pada Malik, jangan bertaklid kepada Safi'i, jangan kepada Auzai, dan jangan kepada Auza'i, ambillah dari mana mereka mengambil."  

Kedua, terjebak ke dalam masalah furu'iyah(kecil) dengan mengabaikan masalah ushul (pokok agama). Salah satu fitnah yang merusak ukhuwah adalah sebagian umat Islam yang berpecah belah hanya karena masalah kecil dalam keluasan ajaran Islam. Rasanya seperti kembali ke masa lalu,  saat mendengar perdebatan mereka tentang jumlah rokaat sholat tarawih, boleh tidaknya seseorang berpolitik, bacaan sir dan jahar dalam membaca bismillah pada surat Al-Fatihah dan berbagai masalah sejenisnya. Perdebatan itu seringkali membuat umat Islam alpa terhadap hakekat spiritualitas dalam ibadah.
Perdebatan masalah -- masalah seperti di atas, rasanya seperti perdebatan "dulu mana telur dengan ayam??".  Ketika seseorang berpendapat dulu ayam, maka yang lain akan berkata "Ayam dari mana??".  Yusuf Qaradhawy menyampaikan cerita bahwa runtuhnya kerajaan Romawi karena musibah "Debat Bizantium", saat kekuatan umat Islam mulai bangkit, para pendeta di Romawi justru saling berdebat "Dulu mana telur dan ayam??". Mereka menghabiskan waktu berhari-hari untuk berdebat, akhirnya saat kekuatan Islam mereka tidak siap. Jangan sampai umat Islam memperdebatkan sesuatu yang sia-sia sehingga melemahkan jamaah atau ummah.
Hasan Al-Banna terkenal dengan ucapan "Kita saling memahami dalam perbedaan, dan bekerja sama untuk perkara yang telah kita sepakati." Ungkapan mempunyai spectrum yang luas, sehingga bisa bermakna bias, namun jika dikembalikan berdasar nilai utama dalam Islam maka akan menghasilkan sebuah sikap yang mulia. Umat Islam memahami semua perbedaan yang memang sudah lazim dikenal diantara para ulama, dan bekerja sama untuk sesuatu yang disepakati bersama. Lebih banyak perkara yang disepakati tetapi tidak bisa bekerja sama karena terjebak ke dalam perdebatan ala telur dan ayam.
Pada saat ini berkembang firqoh (golongan) yang mengembangkan pendekatan berbeda dalam memahami dan memperjuangkan Islam. Setiap kelompok mengembangkan metode dakwah yang khas kelompoknya, begitu pula nilai-nilai utama dakwahnya berbeda-beda, ada yang indentik dengan tabligh umat, kelompok B identik dengan dakwah khilafah, kelompok C identik dengan politik sebagai dakwah, kelompok D identik dengan dakwah tauhid dan kembali ke ajaran salaf, dan begitu seterusnya. Perbedaan metode dan sasaran dakwah tidak seharusnya membuat umat  terpecah-pecah atau menyampaikan pemahaman sepotong-potong, sehingga menciptakan kesempitan dan luasnya ajaran Islam.
Saat kita sering melihat buku-buku yang mengkritik satu kelompok ke kelompok lain, kelompok A mengkritik kelompok B, sebuah kritik yang terkesan keras. Seperti membongkar kesesatan kelompok B atau Kesesatan kelompok A, begitu seterusnya. Kalau kita hanya membaca buku kritik kelompok A tanpa membaca buku dari kelompok B, maka kita akan membuat kesimpulan "Betapa buruknya kelompok B." Jika kita hanya membaca buku kritik kelompok B, kita akan cenderung membuat kesimpulan " Betapa buruknya kelompok A." Namun jika kita membaca buku dari kedua kelompok, maka kita akan menyimpulkan "Betapa buruknya ukhuwah Islamiyah, hubungan antara kelompok dibangun berdasarkan stereotip semata."
Terasa sekali bahwa umat masih dalam bentuk firqoh(kelompok) bukan ummah yang satu, nilai-nilai yang disampaikan seringkali hanya sepotong-potong, bukan Islam secara utuh. Akibatnya, persaudaraan mereka hanya ukhuwah hizbiyah A atau B. Sungguh mengagumkan melihat gerakan dakwah di zaman ini, anak-anak yang mempunyai ghairah besar guna memakmurkan Islam. Namun mencemaskan juga saat melihat sebagian dari mereka terjebak kepada pemahaman Islam secara sepotong-potong, saya cemas jangan-jangan sikap yang berlebihan terhadap kelompoknya,  sesuai dengan yang diisyaratkan Allah dalam Al-Qur'an.
"yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka"(QS 30:32).

 Semoga kecemasan saya salah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun