Mohon tunggu...
Cak Glentong
Cak Glentong Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah budaya dan agama

Pemerhati masalah budaya dan agama

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Apakah Semua yang Berpuasa Akan Dapat Pahala?

2 Mei 2021   21:25 Diperbarui: 3 Mei 2021   01:05 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Di sebuah forum ceramah Ramadhan selepas sholat tarawih seorang ustadz bertanya kepada mereka yang hadir " Jamaah sholat tarawih yang dimuliakan Allah 'azza wa jalla. Apakah kita yang puasa hari ini akan mendapat pahala dari Allah 'azza wa jalla ??Apakah kita yang mengerjakan qiyamul lail di malam dapat pahala dari Allah 'azza wa jalla ? Lalu oleh Allah 'azza wa jalla diangkat derajatnya di maqon taqwa, bersama para Muttaqin !?  Sehingga mencapai kedudukan yang diimpikan semua orang yang beriman, innal muttaqina ma faza, Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan( An-Naba' (31).
Sebuah pertanyaan yang sederhana, namun terasa menusuk ke dalam hati kita, bahkan seharusnya mampu membangkitkan kesadaran baru tentang makna dan hakikat puasa yang selama ini kita jalani. Dan seharusnya pula, pertanyaan itu mampu menyentuh hati kita, mampu mengajak kita kembali merenung dan berpikir.  Sudah benarkah puasa kita?  Apakah puasa kita sudah sesuai dengan maksud dan tujuan Allah 'azza wa jalla menetap syariat puasa !?. Sekali lagi pertanyaan itu seharusnya mendorong kita untuk meningkatkan kualitas  tiidak hanya puasa tetapi juga ibadah kita dalam pengertian umum.
Apalagi jika pertanyaan itu kita runtut secara lebih mendalam, akan muncul pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. " Apakah kita yang berpuasa memang sungguh-sungguh berpuasa atau sekedar puasa untuk sekedar gugur kewajiban "atau mungkin kita akan bertanya kepada hati kita " Apakah kita telah menempuh puasa Ramadhan akan mencapai Taqwa??" atau mungkin kita akan bertanya dalam hati kita masing-masing " Apakah puasa yang kita jalankan bertahun-tahun mampu melatih dan mengembangkan energi kebaikan yang ada dalam tubuh kita, sehingga senantiasa mempunyai kesabaran dan kekuatan untuk beramal sholeh dan kelak kita akan memanen buah taqwa??" ataukah "puasa kita hanya akan menjadi sia-sia belaka. Seperti sekumpulan pasir yang dilemparkan dalam pusaran angin !?"
Pertanyaan di atas rasanya akan semakin mendalam jika dikembangkan untuk ibadah-ibadah yang lain, misalnya sholat, haji, zakat dan ibadah-ibadah yang lainnya. Apakah ibadah kita telah layak untuk meraih pahala dari Allah'azza wa jalla !?.  Puasa kita menjadi sebuah ibadah yang mampu mendekatkan kita kepada Allah atau sekedar menjadi amal yang dangkal karena mencari "kemuliaan" selain dari Allah atau sekedar rutinitas tanpa bekas, bahkan kita merasakan apa-apa dari puasa kita selain lapar dan haus!?.
Pada kesadaran seperti ini. Jika kita renungkan semua ibadah  yang diperintahkan oleh Allah kepada kita,  tentulah dengan tujuan untuk memuliakan manusia, menjadikan kita lebih baik. Pastilah di dalamnya tersimpan sejuta makna yang indah, ia mengandung mutiara hikmah yang penuh berkah. Akan tetapi karena ketidaksungguhan kita dalam menjalankan ibadah, kita tidak mengerjakannya dengan sepenuh hati.
Puasa hanyalah rutinitas tahunan yang selalu hanya sebuah tradisi dan sholat kita hanyalah gerak lahir,  sujud dan ruku hanya gerak lahir semata. Bukan gerak batin yang mencerminkan pribadi khusuk dan tawadhu. Sehingga ibadah kita kehilangan makna, menjadi seperti tepukan dan siulan saja. Kita belum  merasakan efek sosial maupun keimanan dalam setiap ibadah.
Adakah yang salah dalam cara  kita beribadah?? Mungkin kita melakukan kesalahan mendasar saat beribadah kepada Allah sehingga ibadah kita kehilangan makna. Mungkin juga kita terbiasa melakukan sesuatu kesalahan karena terbiasa kita kerjakan sehingga  kita tidak menyadarinya?. Pertanyaan sederhana ini mengajak kita untuk memasuki semangat "menghisab" amal sendiri sebelum kelak dinilai Allah pada yamul hisab.
Nabi Muhammad shallahu 'alahi wa sallam sudah memberikan peringatan kepada kita semua, bahwa tidak semua yang berpuasa akan mencapai kedudukan orang berpuasa. Dengan kata lain orang yang berpuasa tidak pasti akan mendapat pahala orang-orang berpuasa. Nabi Muhammad shallahu 'alahi wa sallam telah mengingatkan kepada kita lewat sebuah sabdanya:
"Banyak orang yang puasa tetapi tidak ada baginya pahala puasa, kecuali lapar, dan banyak orang yang qiyamul lail tidak ada baginya pahala dari qiyamul lailnya kecuali begadang."(HR Ibnu Majah)

Hadits di atas merupakan peringatan kepada kita, bahwa tidak semua orang yang puasa akan mencapai kedudukan orang yang berpuasa. Begitu pula orang yang pada malam hari mengerjakan sholat malam belum tentu mampu mengapai kualitas orang yang sholat malam. Begitu pula orang yang berhaji, belum tentu ia mencapai kualitas hajinya.  Karena antara amal lahir dan kualitas amal belum tentu hadir bersamaan.
Dengan hadits di atas maka kita bisa memahami mengapa orang yang berpuasa melakukan tindakan jahat atau sesuatu yang menyimpang dari agama. Semua itu terjadi karena puasanya yang dilakukannya belum menjadikan dia mempunyai kualitas orang yang berpuasa. Dalam arti yang paling sederhana "tidak semua orang yang puasa telah berpuasa dalam makna yang sesungguhnya"
Begitu juga orang sholat dan haji, banyak orang yang sholat tetapi hatinya belum sholat, gairah nasfunya belum tunduk, rukuk, dan sujud, yang sujud hanya fisik saja, hati dan jiwanya masih liar dan melayang-layang tidak karuan. Begitu juga dengan haji, banyak yang berhaji tetapi belum mengerjakan haji dalam makna yang sebenarnya, hatinya belum berihram, kesadarannya belum berthowaf dalam prinsip tauhid, gairah nafsunya belum ditundukkan dan dikalahkan. Sehingga walaupun sudah haji, tetapi "belum haji".  
Kualitas pribadi manusia saat menerima seruan Allah'azza wa jalla memang tidak sama, ada yang menerima dengan sepenuh hati, ada yang kurang bersungguh-sungguh bahkan ada yang mengabaikan menganggap firman Allah 'azza wa jalla sekedar lagu yang tidak bermakna. Firman Allah dalam Surat Al-Fathir 32 menjelaskan tingkatan sikap manusia :Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar(Al-Fathir 32)
Di mana kita berada dalam tingkatan di atas !?  
Pertama, manusia yang dholim terhadap dirinya sendiri, mereka menganiyaya dirinya sendiri. Saat Allah mengajak kepada kemuliaan tetapi mereka memilih kepada kehinaan. Saat Rasulullah shallahu 'alahi wa sallam mengajak kepada jalan kemuliaan, kita justru memilih jalan hawa nafsu yang dibimbing oleh setan dan iblias. Menjadi pribadi yang lalai dan lupa tujuan dan arah kehidupannya.
Kedua, manusia yang berada di pertengahan, terkadang berada di atas jalan yang hak namun terkadang jatuh kepada sisi buruknya.
Ketiga, manusia yang segera bergerak guna mengerjakan kebaikan-kebaikan. Ada rasa dahaga dalam saat tidak mengerjakan kebaikan. Ada kerinduah hati untuk selalu beramal baik.
Mari kita kembali kepada sebuah pertanyaan "Apakah semua orang yang berpuasa akan mendapat pahala puasa??".   Seharusnya pertanyaan ini  mampu menyentuh kesadaran keimanan kita, apakah kita sudah mencapai makna hakiki dari suatu ibadah ataukah sekedar terjebak dalam formalitas belaka, tanpa mampu merasakan manisnya hakikat ibadah. Mungkin tingkat ibadah kita hanya pada tingkat "sekedar gugur kewajiban" saja atau bahkan hanya sekedar usaha kita mengikuti kecendrungan umum di  masarakat, agar kita dianggal sebagai orang sholih atau mendapatkan kemuliaan yang lebih dari masarakat. Kita hanya kuatir tidak diterima di lingkungan saja, bukan keinginan yang tulus menjadi hamba Allah.
Seharusnya  ibadah orang mukmin yang pastilah didasari iman dan taqwa tidak akan sama dengan ibadahnya orang munafik, atau dengan ibadahnya orang kafir. Tetapi tanpa disadari ibadah kita tercampuri oleh sikap tidak tulus, terserang virus malas sehingga ibadah kita kurang bermakna, tidak membuat kita mampu mencapai derajat orang yang "fastabiq khoirot" (orang yang bergegas dalam kebaikan). Apakah puasa kita sudah dibangun di atas pondasi iman dengan semangat berfastabiqul khoirot ?? Mungkin kita mengawali puasa dengan iman tetapi dorongan nafsu dan godaan di sepanjang siang hari menurunkan kualitas puasa kita. Sehingga kita sudah puasa tetapi kita lalai dalam puasa itu.
Jika sikap lalai yang masuk dalam ibadah. Lalai itu bisa merusak kualitas dan hakekat ibadah yang kita lakukan. Akan memalingkan kita dari kemuliaan menuju kehinaan, dari keagungan menuju kerendahan. Contoh yang paling sering disebut sebagai sikap lalai dalam ibadah ialah surat Al-Maun ayat  5 yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya(QS Al-Ma'un 5)
Para ulama menafsirkan bahwa ayat di atas menjelaskan orang yang  sholat  tetapi ia lalai dalam sholatnya. Sholat tetapi tidak mampu menghadirkan ruh sholat di setiap gerakan sholat. Hanya tubuhnya yang mengikuti gerakan sholat tetapi hati dan pikirannya lalai dari mengingat Allah, sehingga sholatnya tidak  dinilai oleh Allah. Walaupun secara lahir kita sudah sholat tetapi secara hakekat belum bisa sholat. Artinya walaupun secara dhohir kita sudah sholat akan tetapi secara batini kita    belum sholat, sama dengan ibadah yang lain, mungkin secara dhohir kita sudah mengeluarkan zakat akan tetapi secara hakekat belum berzakat, mungkin secara dhohir kita sudah puasa, tetapi secara kualifikasi puasa yang berkualitas kita belum puasa.
Kesimpulan yang bisa kita ambil. Tidak semua orang sholat mampu menghadirkan ruh sholat dalam gerakan sholatnya. Tidak mampu menjadikan sholat sebagai upaya mengingat Allah, karena hati yang lalai. Sehingga pada tingkat berikutnya yang terjadi adalah sholat tidak mampu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar. Begitupula dengan puasa kita, sering tidak mampu menghadirkan semangat menggapai tangga-tangga taqwa. Bagaimana dengan sholat kita?? Bagaimana dengan puasa kita?? Hati kita yang jernih dan bening bisa menjawabnya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun