Perspektif Ekonomi Mikro: Pengaruh Kenaikan Harga Rokok atas Cukai Terhadap Elastisitas Permintaan Konsumen PerokokÂ
- A. Pengantar
Seperti yang dilansir di media surat kabar, kembali menghangat polemik atas rencana pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Namun baru-baru ini, Imanina Eka Dalilah dan Joko Budi Santoso selaku Tim peneliti dari Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Universitas Brawijaya (PPKE-UB),Â
Malang menyatakan berdasarkan hasil penelitiannya bahwa kebijakan pemerintah tersebut tidak efektif karena dalam kurun lebih dari 10 tahun sejak tahun 2007, angka prevalensi merokok usia 15 tahun tidak mengalami perubahan yang signifikan.Â
Padahal pemerintah berharap dengan adanya kenaikan tarif cukai rokok tersebut dapat menekan prevalensi perokok dewasa hingga 32,3 -- 32,4% dan prevalensi perokok anak-anak dan remaja turun menjadi 8,8 -- 8,9% pada tahun 2021 (Nanang Wijayanto, Sindonews.com,10/09/2021)
Hasil penelitian PPKE UB, Malang tersebut terkait dengan pola perilaku konsumen produk IHT dengan judul "Kenaikan Harga Rokok terhadap Keberlangsungan IHT dan Perilaku Konsumen Rokok", menyimpulkan bahwa faktor dominan penyebab seseorang memutuskan untuk mengkonsumsi rokok di usia dewasa diantaranya: (1) tingkat kebiasaan; (2) pengaruh teman / lingkungan sekitar rumah; dan (3) stres. Selain itu, peneliti Imanina menjelaskan bahwa harga rokok tidak berpengaruh pada penyebab seseorang merokok, begitu juga iklan dan lingkungan keluarga.
Sedangkan menurut peneliti Joko Budi Santoso mengatakan, faktor dominan penyebab seseorang berhenti merokok berdasarkan hasil kajian, diantaranya: (1) periode merokok (2) jumlah konsumsi rokok per hari, (3) pendidikan, (4) rata-rata pendapatan.Â
Joko Budi menegaskan bahwa hasil penelitian tersebut semakin memperkuat argumen bahwa kenaikan harga rokok melalui pengenaan cukai  tidak efektif menurunkan angka prevalensi merokok karena kenaikan harga rokok bukanlah faktor yang menyebabkan seseorang memutuskan berhenti merokok.
Selain itu, dampak lainnya adanya kenaikan harga rokok akan menyebabkan perokok mencari alternatif rokok dengan harga yang lebih murah/terjangkau, salah satu alternatifnya adalah rokok illegal.
Oleh karena itu, perlunya pemerintah mencari upaya lain dalam menekan prevelansi merokok, yaitu dengan optimalisasi program penyuluhan/sosialisasi di tingkat desa melalui Posyandu, PKK, orgasisasi sosial kemasyarakatan, dan lingkungan pendidikan (SD, SMP, SMA/SMK tentang dampak mengkonsumsi produk IHT terhadap kesehatan.
- B. Pembahasan AnalisisÂ
- 1. Elastisitas Harga Menurut Teori Ekonomi Mikro dan Dampak atas Pengenaan Pajak Cukai Rokok
Menurut M. Rondhi dan Joni Murti Mulyo Aji dalam Bukunya berjudul, "Ekonomi Mikro: Pendekatan Praktis dan Lugas", UPT Penerbitan UNEJ, 2015, menjelaskan bahwa elastisitas harga permintaan (disebut juga elastisitas harga) adalah perubahan jumlah barang yang diminta karena adanya perubahan harga.Â
Permintaan barang dikatakan elastis jika perubahan harga akan sangat mempengaruhi perubahan jumlah barang yang diminta. Berkaitan dengan elastisitas permintaan, maka rokok termasuk kelompok Elastisitas harga tidak elastis (in-elastic demand) yakni merupakan suatu kondisi di mana perubahan harga akan menurunkan jumlah barang yang diminta dalam presentase yang kecil.