Hal tersebut sesuai dengan El Syam bahwa "prophetic leadership is a model of leadership played by a choice of God (Prophet), to help mankind from the path of darkness (ulumt), which means: ignorance, humiliation, backwardness, arbitrariness, monopoly, oligopoly, anarchy, instability, materalism, religious blasphemy, and others, toward the path of light (nr), which means truth and science, for the development of human life".
Dengan demikian kepemimpinan profetik adalah model kepemimpinan yang diperankan oleh seseorang pilihan Tuhan (Nabi), untuk membantu umat manusia dari jalan kegelapan (ulumat), yang berarti ketidaktahuan, penghinaan, keterbelakangan, kesewenang-wenangan, monopoli, oligopoli, anarki, ketidakstabilan, materialism, penistaan agama, dan lain-lain, terhadap jalan cahaya (nur), yang berarti kebenaran dan sains, untuk pengembangan kehidupan manusia. Maka pada intinya, kepemimpinan profetik merupakan suatu cara memimpin guna mempengaruhi seseorang dengan merujuk pada prinsip dan sifat kenabian.
D. Penerapan Kepemimpinan Nabi (Profetik) Dalam Organisasi
Kepemimpinan profetik merupakan konsep kepemimpinan yang disusun atas dasar sudut pandang agama, dalam hal ini agama Islam untuk dapat diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Inti dari kepemimpinan profetik ialah seorang pemimpin yang harus mencerminkan sifat-sifat yang dimiliki oleh para Rasul dan Nabi, yaitu: siddik, amanah, tabligh, dan fatanah.Â
Raharjo dalam Machsun Rifaudin (2017: 51) menjelaskan sosok pemimpin tauladan harus memenuhi 4 pilar suri tauladan para Nabi dan Rasul, yakni: a) Siddiq, yaitu jujur, benar berintegrasi tinggi dan terjaga dari kesalahan, benar dalam bertindak berdasarkan hukum dan peraturan. b) Amanah, yaitu dapat dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel dalam mempergunakan kekayaan/fasilitas yang diberikan. c) Tabligh, yaitu senantiasa menyampaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan yang wajib disampaikan dan tidak takut memberantas kemungkaran dan sebagainya. d) Fathanah, yaitu cerdas, memiliki intelektual, emosional dan spiritual yang tinggi dan profesional, serta cerdik bisa mencari jalan keluar dari berbagai kesulitan.
Berdasarkan teori kepemimpinan, pengimplementasian kepemimpinan profetik pada zaman Nabi Muhammad dapat digolongkan sebagai kepemimpinan yang bersifat situasional. Dikatakan kepemimpinan tersebut bersifat situasional karena Nabi Muhammad menerapkan kombinasi tipe kepemimpinan berdasarkan situasi yang sedang dihadapi, yakni ada tiga tipe kepemimpinan yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu kepemimpinan otoriter, kepemimpinan laissez faire, dan kepemimpinan demokratis. Ketiga tipe kepemimpinan tersebut diterapkan berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi Nabi Muhammad antara lain sebagai berikut.
a) Kepemimpinan Otoriter
Tipe kepemimpinan otoriter menggambarkan pemimpin yang mendikte, membuat keputusan sepihak dan membatasi partisipasi bawahan. Perwujudan kepemimpinan otoriter Nabi Muhammad terlihat dalam sikap tegas beliau saat menanggapi orang kafir dan dalam memberikan hukuman serta pelaksanaan petunjuk dan tuntunan Allah. Demikian halnya, dalam melaksanakan aturan yang telah diperintahkan dan diwahyukan oleh Allah SWT ada beberapa ibadah yang tidak dapat ditawar-tawar seperti shalat, zakat, dan haji.
b) Kepemimpinan Laissez Faire
Tipe kepemimpinan laissez faire (pembiaran) menggambarkan pemimpin yang memberikan kesempatan pada kelompok untuk membuat keputusan dan menyelesaikan pekerjaan sendiri dengan cara apa pun yang menurut mereka pantas. Beliau tidak memaksa seseorang dengan kekerasan, Ketika dalam dakwahnya kepada setiap manusia dan diberi kebebasan dalam memilih agama yang dipeluknya.Â
Beliau hanya diperintahkan Allah untuk memberi seruan dan peringatan kerugian bagi yang sombong dan angkuh menolak, serta seruan keberuntungan bagi yang mendengar seruannya. Apabila ada yang menolak beriman kepadanya, beliau tidak memaksa namun tetap memberi peringatan kepada mereka. Melalui tipe kepemimpinan laissez faire yang diterapkan, nabi muhammad berusaha untuk menumbuhkan tanggung jawab dari pribadi masing-masing.