Mohon tunggu...
Cahyo Adi Nugroho
Cahyo Adi Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 24107030095

Bermimpi boleh tapi jangan lupa bangun

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bahagia Versi Kita: Bukan Tentang Pencapaian, Tapi Penerimaan

4 Juni 2025   12:06 Diperbarui: 4 Juni 2025   17:23 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sering kali, kita menganggap bahwa kebahagiaan itu hanya bisa datang kalau kita mencapai sesuatu: pekerjaan bagus, rumah besar, pasangan yang sempurna, atau tubuh ideal. Tanpa sadar, kita menjadikan pencapaian sebagai syarat untuk bahagia. Padahal, kenyataannya tidak selalu seperti itu.

Bahagia bukan soal seberapa banyak yang kita miliki atau capai. Bahagia adalah soal bagaimana kita bisa menerima hidup ini apa adanya, termasuk diri kita sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ini adalah tentang penerimaan.

Mari kita lihat kenyataan: banyak orang yang sudah punya segalanya  uang, karier sukses, pengakuan sosial tetapi tetap merasa hampa, gelisah, atau bahkan depresi. Di sisi lain, ada orang-orang sederhana yang hidupnya jauh dari kata "sempurna" menurut standar umum, tapi mereka tetap bisa tertawa, bersyukur, dan menjalani hari-hari dengan ringan.

Kenapa begitu? Karena kebahagiaan bukan berasal dari luar, tapi dari dalam diri kita. Pencapaian bisa memberi rasa bangga, tapi tidak menjamin ketenangan hati. Kita bisa terus mengejar hal-hal besar, tapi kalau kita tidak pernah puas atau tidak bisa menerima diri sendiri, kebahagiaan akan selalu terasa jauh.

Salah satu bentuk penerimaan paling penting adalah menerima diri sendiri. Banyak dari kita terlalu keras pada diri sendiri merasa tidak cukup pintar, tidak cukup menarik, atau tidak cukup berhasil. Kita membandingkan hidup kita dengan orang lain yang terlihat "lebih" di media sosial, dan akhirnya kita lupa menghargai diri kita sendiri.

Menerima diri bukan berarti berhenti berkembang. Ini berarti kita bisa melihat diri kita dengan jujur, tanpa membenci atau menuntut hal yang tidak realistis. Kita menyadari bahwa kita adalah manusia biasa yang punya kekurangan, tapi juga punya banyak hal baik yang bisa disyukuri. Dari sinilah ketenangan dan kebahagiaan mulai tumbuh.

Penerimaan sering disalahartikan sebagai bentuk menyerah atau pasrah. Padahal, penerimaan bukan berarti kita berhenti mencoba. Justru, dengan menerima kenyataan hidup, kita bisa lebih tenang dalam melangkah. Kita bisa menetapkan tujuan tanpa menekan diri sendiri, dan kita bisa menghadapi kegagalan tanpa merasa hancur.

Misalnya, saat kita menerima bahwa kita belum berhasil sekarang, kita jadi tidak menyalahkan diri sendiri. Kita bisa belajar dari pengalaman dan terus melangkah dengan pikiran yang lebih jernih. Penerimaan membuat kita kuat, bukan lemah.

Satu hal penting yang sering terlupakan bahagia itu tidak punya definisi yang baku. Bahagia versi satu orang belum tentu sama dengan bahagia versi orang lain. Ada yang merasa bahagia saat bisa menghabiskan waktu dengan keluarga. Ada yang bahagia saat bisa menyendiri dan membaca buku. Ada yang bahagia karena bisa membantu orang lain. Dan itu semua sah-sah saja.

Kita tidak perlu membandingkan kebahagiaan kita dengan orang lain. Yang penting adalah apakah kita merasa cukup dan damai dengan hidup yang kita jalani. Kebahagiaan sejati adalah ketika kita bisa menjalani hidup sesuai dengan nilai dan keinginan kita sendiri, bukan berdasarkan tekanan dari luar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun