Mohon tunggu...
Cahya Rani Astuti
Cahya Rani Astuti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Prodi Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korupsi Berbalut Nepotisme di Banten

30 November 2020   20:42 Diperbarui: 30 November 2020   21:40 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Cahya Rani Astuti*

 

            Korupsi merupakan sebuah tindakan penyalahgunaan uang negara, perusahaan, organisasi dan sebagainya, tindakan korupsi ini dilakukan untuk menguntungkan diri sendiri / pribadi, atau sejumlah kelompok yang saling berkaitan. Korupsi sering terjadi di beberapa negara, salah satunya adalah negara Indonesia. Korupsi di Indonesia berada ditingkat ke-4 antara negara ASEAN setelah Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Namun skor CPI negara Indonesia dari tahun ketahunnya semakin membaik, saat ini skor CPI negara indonesia adalah 40, skor CPI indonesia ini naik dua point dari tahun sebelumnya sehingga Indonesia berada diurutan ke 85 dari 180 negara.

            Pada tanggal 17 Desember 2013 Banten digemparkan oleh OTT (Operasi Tangkap Tangan) Gubernur Banten yaitu Hj. Ratu Atut Chosiah oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan dugaan korupsi. Hj. Ratu Atut Chosiah merupakan gubernur wanita yang petama di Indonesia, beliau menjabat sebagai gubernur di Banten sebanyak dua periode sejak tanggal 11 Januari 2007.

            Setelah ia ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Banten oleh KPK, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono resmi menonaktifkan Hj. Ratu Atut pada tanggal 13 Mei 2014 atas kasus suap pilkada di MK.

            Karena Atut terbukti telah melakukan pengadaan alat kesehatan (alkes) di Provinsi Banten, ia divonis 5,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta karena telah merugikan negara sebesar Rp79,7 miliar. Uang tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi nya dan juga untuk membiayai saudara - saudara kandungnya.

            Dikutip dari Kompas.com (20/07/2017) , Atut terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 jo Pasal 12 huruf e Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.  

            Ia menggunakan jabatan dan elektabilitasnya untuk memberikan jabatan strategis ke beberapa anggotanya, seperti anak pertamanya yaitu Andika Hazrumy yang menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten pada periode 2017 -- 2022. Dan juga ada anak kedua nya yaitu Andiara Aprilia, ia menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Banten. Selain anak-anak nya, menantu Ratu Atut pun ikut masuk kedalam politik dinasti ini, yaitu Tanto W Arban, suami dari anak kedua nya Atut yaitu Andiara Aprilia, yang menjabat sebagai Wakil Bupati Pandeglang. Dan juga Ade Ros Khairunnisa istri dari anak pertama Atut yaitu Andika Hazrumy, ia menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Banten.

            Adik kandung Atut yang bernama Tubagus Chaeri Wardana atau yang biasa dipanggil Wawan ini pun ikut serta dalam melakukan pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Banten dan pengadaan alat kesehatan kedokteran umum puskesmas Kota Tangerang Selatan. Kasus korupsi Wawan ini merugikan negara sebesar Rp94,3 miliar.

            Dikutip dari Suarabanten.id (16/07/2020), "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Tubagus Chaeri Wardana dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan penjara selama enam bulan," kata Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Majelis Hakim juga memberikan hukuman tambahan berupa uang pengganti kepada adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebesar Rp 58.025.103.859.

            Walaupun politik dinasti yang dilakukan oleh keluarga Atut tidak melanggar perundang-undangan, tetapi politik dinasti ini memiliki efek negatif bagi proses demokrasi. Politik dinasti tersebut rentan dan memiliki potensi besar bagi pemanfaatan akses kepada kekuasaan ataupun anggaran publik bagi kepentingan dinasti itu sendiri. Dan melanggar sebuah demokrasi sebagai sarana untuk menyebarkan dan mengubah kekuasaan secara kompetitif, jujur, substantif, dan tegak. Penguasa yang masih berkuasa memiliki peluang besar untuk membantu calon kerabat, anak, saudara, dan pasangan agar menang dengan cara apapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun