Mohon tunggu...
Cahyana Endra Purnama
Cahyana Endra Purnama Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mendapatkan pendidikan dasar sampai menengah di Yogyakarta, lulus sarjana ekonomi di UGM, melanjutkan program master di Wheaton MI, dan program doktor di Biola University California. Sekarang masih menjadi dosen di PTS di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Masalah Penguasaan Laut Cina Selatan dan Posisi Indonesia untuk Aktif Mengawasi

17 Desember 2020   23:26 Diperbarui: 17 Desember 2020   23:30 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Dengan menekankan pada pernyataan itu maka RRC secara praktis menganggap dirinya berhak untuk menguasai hampir 90% wilayah laut yang dikenal dengan nama LCS, bahkan pada saat ini telah dengan tegas membangun pangkalan militer di kepulauan Paracel maupun Spratly.

Selain itu, RRC juga sering menggerakkan kapal-kapal penangkap ikan di wilayah itu, padahal secara praktis hal tersebut justru telah menggusur hal pengelolaan ZEE dari negara-negara lain di ASEAN. Sebagai akibatnya, negara Filippina mengajukan protes keras dan mengajukan gugatan ke pengadilan internasional di Den Hag (Belanda).

Permasalahan sengketa di antara RRC denfan negara-negara anggota ASEAN ternyata tidak berhenti, walaupun pihak Pengadilan Internasional telah menyatakan bahwa  RRC sebagai negara yang sudah dengan jelas melanggar UNCLOS 1982.

Wujud dari tindak yang menentang ketetapan pelanggaran itu  juga diperuncing lagi dengan melibatkan kapal-kapal penjaga pantai (Coast Guard) untuk mengawal kapal-kapal nelayan dan sering mengusir kapal-kapal nelayan dari negara ASEAN yang sebetulnya masih melakukan kegiatan di wilayah masing-masing. 

Ketegangan sengketa masalah penguasaan Laut di wilayah LCS menjadi semakin besar ketika RRC sering melakukan latihan-latihan militer disitu, bahkan kegiatan tersebut dilaksanakan dengan sekaligus mengumumkan agar kapal-kapal negara lain tidak boleh melintas di area latihan, sekalipun sebetulnya tetap merupakan jalur perdagangan laut internasional. 

Sebagai akibat lebih lanjut dari kenekatan RRC untuk bertindak seakan-akan sebagai penguasa di wilayah LCS tersebut sudah barang tentu menyebabkan banyak negara lain yang turut mengajukan protes dan mengingatkan kembali agar RRC tetap berpegang juga pada ketetapan UNCLOS 1982 yang dulu telah juga diratifikasinya. 

Dengan dipelopori oleh Amerika Serikat, negara-negara lain yang mengajukan gugatannya juga datang dari Australia, Inggris, Jerman, Jepang, maupun India. 

Tindakan negara-negara yang melakukan gugatan tersebut bahkan sudah diwujudkan dengan cara mengirimkan kapal-kapal perang yang digerakkan untuk tetap melintas di wilayah LCS walaupun pihak RRC sedang mengadakan latihan militer di lingkungan wilayah Sembilan Garis Putus-putus. 

Hal ini berarti bahwa pada sesungguhnya telah terjadi ketegangan sengketa yang sedemikian tinggi di antara RRC dengan berbagai negara di dunia, sehingga kemungkinan untuk terjadi pertempuran besar memang dapat saja terjadi kapan saja, karena RRC memang tetap tidak mengindahkan hasil ketetapan Pengadilan Internasional maupun pasal-pasal yang dimuat dalam UNCLOS 1982.  

Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN yang juga ikut terkena imbas dari ketegangan di area LCS itu setidaknya juga tidak dapat tinggal diam. Selain mengajukan Nota Diplomatik atas pelanggaran kapal-kapal nelayan maupun kapal penjaga pantai milik  RRC yang telah memasuki wilayah ZEE di laut Natuna Utara, Indonesia pada saat ini juga telah mengembangkan sebuah pangkalan pertahanan terpadu di kepulauan Natuna, bahkan ditandai dengan hadirnya Presiden di wilayah tersebut, semua itu sebenarnya merupakan peringatan yang tegas kepada RRC agar tidak lagi bermain api di wilayah Laut Natuna Utara.

Bersama dengan itu, walaupun Indonesia dengan tegas juga tetap pada konstelasi penerapan politik luar negeri yang bebas dan aktif, jika kemudian terpaksa terjadi perang besar di antara RRC yang mengambil resiko melawan berbagai negara lain, peran Indonesia itu pada tahap pertama juga perlu bersikap waspada untuk menjaga agar keamanan dalam negeri tetap dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya, apalagi ibukota Jakarta juga masih berada dalam jangkauan untuk digempur dengan peluncuran roket jarak jauh dari pihak RRC. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun