Mohon tunggu...
Cadis Luz
Cadis Luz Mohon Tunggu... Nelayan - Sing tenang.

Belum pernah aku berurusan dengan sesuatu yang lebih sulit daripada jiwaku sendiri, yang terkadang membantuku, dan terkadang menentangku. Imam Ghazali

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuti dan Sesajen

9 September 2019   20:12 Diperbarui: 9 September 2019   20:29 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di suatu desa ada kuburan yang dikatakan sangat keramat. Warga setempat bilang, pohon beringin tualah yang membuat kuburan tersebut sangat angker. Jangankan malam, siang hari pun tempat itu terlihat menakutkan. Oleh karena pohon tua itu, yang katanya sudah berdiri seratus tahun, keramat pula, banyak warga dari luar daerah yang ingin kaya mendadak melakukan pesugihan di sana.

Setiap malam selasa kliwon, di sekitar pohon itu selalu di kelilingi banyak sesajen dan bau kemenyan. Dan setelah malam itu pula, seorang wanita kurus, dengan tampilan lusuh selalu muncul di subuh hari untuk mengambil beberapa jenis sesajen yang berupa makanan dan minuman. Lantas, membawanya pulang.

Dan setelah subuh, saat matahari mulai menyingsing, warga yang melakukan pesugihan selalu datang kembali ke pohon keramat. Untuk melihat apakah sesajen mereka sudah hilang atau masih ada. Mereka mengira setiap sesajen yang hilang itu berarti permintaan mereka akan dikabulkan. Meski sebenarnya sudah berkali-kali mereka meletakkan sesajen tetap saja belum ada satu pun yang terkabul.

Kemudian, Tuti muncul saat para pencari pesugihan itu bingung. Selama ini memang wanita itu dikenal sebagai juru kunci pohon tersebut. Hanya dia yang katanya bisa berkomunikasi  dengan penunggu pohon beringin.

"Mereka bilang, sesajen yang kalian bawa tidak memenuhi syarat," kata Tuti.

Lalu salah satu dari si pencari pesugihan membela diri. "Tapi sesajen kami sudah seperti yang kau katakan, Tut. Bagaimana mungkin itu kurang?"

"Penghuni pohon ini bertambah," kata Tuti.

"Baiklah, malam selasa kliwon berikutnya kami akan memenuhi semua syarat."

Tuti tersenyum simpul, lantas dia pamit pergi.

Malam Selasa kliwon berikutnya para pencari pesugihan datang lagi dengan membawa sesajen seperti yang Tuti sebutkan. Dan malam itu di sekeliling pohon sudah seperti prasmanan orang menikah. Namun, malam itu juga mereka sepakat, untuk menunggui sesajen yang dibawa sampai subuh. Mereka ingin tahu seperti apa penunggu pohon besar itu, meski sempat ketakutan tetapi mereka tetap akan melakukannya.

Setelah menunggu sampai subuh, ternyata tidak ada penunggu pohon yang dimaksud oleh Tuti, tidak ada setan atau jin yang keluar memakan sesajen yang mereka bawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun