Mohon tunggu...
Inovasi

Lubang Resapan Biopori (LRB) Versi Kehutanan

20 Desember 2015   12:25 Diperbarui: 20 Desember 2015   13:01 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bambang Winarto *) 

Setiap musim kemarau tiba, banyak sumber mata air yang hilang, banyak sungai yang tidak ada airnya, pertanian mengalami kegagalan, masyarakat tidak dapat memanfaatkan air yang layak untuk keperluan sehari-hari dan masih banyak akibat negative yang ditimbulkan karena kemarau yang panjang. Sebaliknya setiap musim penghujan tiba, banjir melanda sebagian besar wilayah Indonesia. Kerugian yang ditimbulkan akibat musim kemarau dan musim penghujan sangat besar, baik secara ekonomi, social, ekologi, kesehatan ataupun yang lainnya.

Mengingat bahwa bencana yang ditimbulkan akibat musim kemarau dan musim penghujan sudah demikian parah, maka delapan kementerian : Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Pertanian, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, BUMN, Agraria dan Tata Ruang, serta Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menandatangani kesepakatan bersama  revitalisasi Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA) di Taman Kota Waduk Pluit Jakarta, Sabtu (9/5/15). Ada empat fokus revitalisasi : 1) meningkatkan ketahanan pangan, air dan energy, 2) mempersiapkan diri menghadapi risiko daya rusak air khusus banjir, 3) meningkatkan keberlanjutan sumber air dan infrastruktur dan 4) meningkatkan kualitas tata kelola sumber daya air. Revitalisasi GN-KPA, bertujuan mengembalikan keseimbangan siklus hidrologi pada daerah aliran sungai (DAS) dengan  harapan sumber-sumber air baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitas terjaga.

Tulisan singkat ini memberikan masukan kepada Kementerian LHK bagaimana menindaklanjuti kesepakatan bersama, mengingat Revitalisasi GN-KPA sejalan  dengan Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Lubang Resapan Biopori (LRB) di Berbagai Daerah

Bertepatan dengan Peringatan Hari Lingkungan Hidup, Jumat (5/6/2015), staf pengajar Institut Pertanian Bogor (IPB), Ir. Kamir R. Brata, Msc mendapat penghargaan Kalpataru dari Kementerian LHK untuk kategori Pembina Lingkungan Hidup Berprestasi. Presiden Joko Widodo memberikan langsung penghargaan itu kepada penemu teknologi lubang resapan biopori (LRB).

Konsep teknologi biopori sangat sederhana, yakni dengan memanfaatkan aktivitas organisme kecil dan mikroorganisme untuk menguraikan sampah organik di dalam lubang. Makhluk-makhluk kecil yang terdapat dalam tanah membuat lubang-lubang kecil di dinding lubang selama proses penguraian. Dalam waktu 2-4 minggu, proses penguraian menghasilkan pupuk organic yang berguna sebagai nutrisi tanaman dan menyehatkan tanah.

LRB adalah lubang yang dibuat secara tegak lurus (vertikal) ke dalam tanah, dengan diameter 10 – 25 cm dan kedalaman 80 - 100 cm atau tidak melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang itu diisi dengan sampah organik untuk memacu terbentuknya biopori, yakni pori-pori berbentuk lubang yang dibuat oleh fauna tanah atau akar tanaman. LRB adalah metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi banjir dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah.

LRB mendapat respon positif di berbagai daerah. Beberapa daerah  yang mendukung dan telah nyata dalam pengembangan LRB adalah:

  1. Provinsi DKI Jakarta memerlukan sekitar 75 juta LRB untuk mengurangi banjir, saat ini baru sekitar 3 (tiga) juta lubang biopori di lima wilayah DKI. (4 /11/2010),
  2. Sejak tahun 2012, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mitra Bentala Bandarlampung berhasil mengatasi ketersediaan cadangan air dengan menggalakkan program LRB. LSM Mitra Bentala membuat proyek percontohan 20 ribu LRB, di Kelurahan Langkapura. Warga Langkapura yang mengurus administrasi kependudukan, diharuskan membuat minimal 5 LRB disekeliling rumahnya sebagai syaratnya. Kini program telah berkembang di Kota Bandarlampung dengan target 100 ribu LRB. (14/10/2014).
  3. Pemkot Bogor sudah membuat 22.407 LRB di 21 Kelurahan yang ada di 6 Kecamatan se-Kota Bogor. Pemkot Bogor pun memobilisasi pembuatan LRB di 68 kelurahan yang ada.
  4. Walikota Bandung Ridwan Kamil meluncurkan Gerakan Sejuta Biopori di Kota Kembang. Gerakan ini dibuat untuk mengurangi risiko banjir, menabung air tanah, mengelola sampah organik, dan menyuburkan tanah. (20 Desember 2013).

LRB Versi Kehutanan

Meskipun LRB sebuah gerakan yang baik, namun peneliti hidro-geologi LIPI berpendapat bahwa LRB tidak terlalu efektif dalam mengurangi risiko banjir. Pembuatan LRB dibagian hilir DAS hanya dapat mengurangi banjir dengan cara menyerap sebagian dari banjir yang menggenangi daerahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun