Mohon tunggu...
Buyung Okita
Buyung Okita Mohon Tunggu... Lainnya - Spesialis Nasi Goreng Babat

Mantan Pembalap Odong-odong

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dilema Olimpiade Tokyo 2020 bagi Tunawisma di Tokyo

7 Agustus 2021   13:41 Diperbarui: 7 Agustus 2021   14:26 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siluet seorang Tunawisma berlatar belakang banner Olimpiade

Pesta olahraga terbesar empat tahuan bertajuk Tokyo Olympic yang diselengarakan di Tokyo saat ini yang sempat tetunda satu tahun menjadi pelepas dahaga dan penyejuk insan olahraga dimanaon berada. Tak terlepas masyarakt Indonesia pun menambut baik dengan semangat yang baik mendukun putra-putri terbaik bangsa yang berpartisipasi di ajang pesta olahraga terbesar tersebut.

Tokyo kota yang megah dan indah dimana metropolis, budaya dan alamnya menjadi satu menjadi kota metropolitan ideal idaman sema orang. Tetapi dibalk megahnya metropolitan pasti ada sisi yang jarang dan hampir takpernah terentuh oleh media maupun diperlihatkan, seperti halnya Jakarta, Beijing, Atlanta Amerika maupun London.

Semenjak ditetapkannya sebagai negara penyelengara Olympic 2020 pada tahun 2013, Tokyo mempersiapkan dirinya sebagi tuan rumah dengan memperbaiki, membangun dan mempersiapan berbagai fasilitas untuk menunjang terselenggaranya Olympic 2020.

Kebijakan Pembangunan Olympic denan kebijakan mengenai kesejahteraan Tunawisma memang seakan tidak memiliki keterkaitan diantara keduanya.  Tetapi jika melihat fakta sejarah bahwa masyarakat Tunawisma yang kurang beruntung mendapatkan tindakan tekanan, seprti paa Olympic Atlanta 1996 dimana ribuan Tunawisma di tangkap karena diangap mengganggu. Begitu pula pada Olympic London 2012 dll. 

Tak terkecuali Tokyo, persiapan OLympic 2020 membawa kegusaran pada Tunawisma yang tingal di kota tersebut. Meskipn tidak ada tindakan represif dan dipersiapkan suatu kompleks untuk tempat tinggal Tunawisma tersebut, tetapi kegusaran tetap menghanui mereka. 

Taman-taman tempat Tunawisma tinggal diberikan penrangan yang snagat terang, dan berbagai sudut tempat beristirahat tunawisma dibangun berbagi fasilias dan diberi sekat.

Banyak petugas keamanan berpatroli, dipasangnya rambu dan tanda larangan tidur di jalan dan sudut fasilitas umum, serta taman publik yang mulai diadakan  penutupan untuk umum ada malam hari membuat tunawisma gusar dan berpindah pindah tempat menjauhi tempat istirahatnya dan keluar menjauhi keramaian di sudut kota. 

Survei baik yang dilakukan oleh pemerintah kota Tokyo maupun sektor survei swasta memberikan dat bahwa tunawisa yang tidur di jalanan semakin berkurang dan jarang terlihat.

Dalam 5 distrik yang dilakkan surveitelrihat daerah mana yang mengalami penurnan tunawisma an daerah lan yang mengalami kenaikan tunawisma mengindikasikan berpindahnya tuawisma dari tempat nya semual ke daerah distrik sekitarnya.

Lihat grafik di bawah dimana distrik Taito mengalami penuruan tunawismanya sebesar 20% dan distrik tetanga yaitu Sumida mengalami kenaikan tunawisma sebanyak 43%.

Distrik komersial yang dikenal sebagai "gerbang pntu masuk Tokyo sebelah barat" seperi Shinjuku, Shibuya dan Toshima juga mengalami penurnan yan signifikan.

Table survei penurunan tunawisma di lima distrik di Tokyo
Table survei penurunan tunawisma di lima distrik di Tokyo

Satu sisi pemerintah setempat juga memiliki sistem kesejahteraan dan bantuan yang disediakan bagi tunawisma yang pada tahun 2000. Menjawab tuduhan pemerintah abai kepada masyarakat yang dinaunginya.

Fasilitas tersebut membantu tunawisma endaptkan pekerjaan, tempat tinggal dan meerikan tunjangan keejaheraan.

Tetapi entah mengapa banyak tunawisma  yang enggan atau tidak mau menggunakan fasilitas atau sitem tersebut. Entah karena sistem birokrasi yang sedikt sulit ataukah ada hal yang lain, hal itu belum memiliki jawaban yang jelas.

Salah satu taman di Shinjku, kebradaan tuawisma terlihat sepi
Salah satu taman di Shinjku, kebradaan tuawisma terlihat sepi

Divisi kesejahteraan lokal Shinjuku awalnya mengangap awalnya penyebab tunawisma adalah dikarenakan adanya resesi ekonomi atau ekonomi yang stagnan dan memunculkan banyaknya penganguran, tetapi alasannya ternyat tidaklah sesederhana itu- termasuk penyakit kronis, penyakit mental, demensia dan kondisi sosial menjadikan dinamika di masyarakat menjadi lebih sulit dan beragam.

Meskipun pemrintah telah menerahkan divisi kesejahteraan masyarakatnya untuk membanu tunawisma, sepertinya faktor keprcayaan masyarakat kepaa pemerintah menjadi penghalang dapat diterimanya informasi dan bantuan kepada masyarakat.

Sehinga penanganan masalah sosial dan masyarakat menjadi semacam paradoks dua mata koin yang berbeda pada satu koin yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun