Mohon tunggu...
Buyung Okita
Buyung Okita Mohon Tunggu... Lainnya - Spesialis Nasi Goreng Babat

Mantan Pembalap Odong-odong

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa TNI harus dekat dengan rakyat

23 November 2020   00:19 Diperbarui: 23 November 2020   09:09 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fakta sejarah masyarakat di Nusantara mengingatkan kepada kita bahwa kerajaan dan kesultanan di wilayah Nusantara pernah memiliki pasukan perang yang hebat, terutama untuk peperangan maritim. Tetapi setelah Belanda atas nama konglomerasi dagang VOC mencabik-cabik Nusantara, Indonesia mulai memiliki sejarah panjang mengenai perang gerilya.

Perang Diponegoro merupakan perang gerilya terbesar yang pernah terjadi di Nusantara. Yang mengakibatkan VOC hampir mengalami kebangrutan. Sampai pada tahun 1928 diawali oleh Sumpah Pemuda, berbagai gerakan mulai mengkonsolidasikan dirinya untuk bersatu.

Sejarah panjang dan pengalaman mengenai peperangan gerilya inilah yang kemudian terpahat dan menjadi fondasi pemikiran Militer Indonesia. Buku karya Jendral Nasution "pokok-pokok perang gerilya" merupakan salah satu bukti proses tersebut. 

Buku karya Jendral Nasution saat ini menjadi buku utama yang dipakai oleh berbegai sekolah komando angkatan bersenjata di berbagai negara untuk mempelajari mengenai peperangan gerilya.

Buku karya Jendral Nasution tersebut diterbitkan di era perjuangan mempertahakan kemerdekaan di tahun 1948-1953. Dimana saat itu Indonesia dalam tekanan dan serangan terus menerus secara politik dan militer dari pemerintahan Belanda, yang ingin mengklaim kembali Indonesia sebagai negara jajahannya yaitu Hindia Belanda Timur. Ide mengenai buku tersebut muncul disaat indonesia dalam masa turbulensi yang hebat. 

Dimana pasukan utama Indonesia saat itu sebagian besar merupakan  pasukan yang dilatih dan dididik oleh Tentara Kekaisaran Jepang, dan sisanya mantan Tentara KNIL. Yang pada saat itu memiliki cara yang terbatas untuk dapat bertahan dari gempuran pasukan konvensional Belanda yang lebih terlatih dan disiplin dengan persenjataan yang lebih baik pula.

Perang gerilya dilakukan bukan merupakan tanpa sebab. Jendral Nasution dalam bukunya menjelaskan alasannya bahwa " Kita melakukan peperangan gerilya bukan karena kita percaya akan sebuah ideologi peperangan gerilya. Tetapi karena kita terpaksa melakukannya, disebabkan kita tidak mampu mendirikan pasukan yang lebih modern dan terorganisir seperti pasukan Belanda".

Jendral Nasution percaya bahwa perang gerilya merupakan perang total semesta yang melibatkan segenap kekuatan dan sumber daya yang tersedia untuk dapat memenangkan peperangan dan memukul mundur pasukan musuh. Baik segenap sumber daya militer, politik, segenap rakyat dan segala sumber daya lainnya. 

Unsur peperangan psikologis juga penting dan disetujui oleh Jendral Nasution untuk memukul semangat pasukan lawan dan meningkatkan serta menjaga moralitas dan psikologi pasukan Indonesia sendiri. Yang terefleksikan kedalam dua paragraf (saya menulisnya dengan apa yang saya ingat), sebagai berikut,

"Peperangan gerilya selalu mendahului peperangan yang ideal. Masyarakat yang tertekan dan terjajah di bawah tirani mengangkat tangannya untuk melawan penjajahan.  Penderitaan sebuah perlawanan jauh lebih ringan daripada penderitaan di bawah jajahan, kolonialisme dan tirani. Karena  penderitaan akan jauh lebih meluas dan orang-orang akan menderita dalam waktu yang lebih lama. Tujuan perlawanan tidak hanya didukung oleh segelintir orang, tetapi oleh banyak orang. Perlawanan melibatkan semua orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun