Mohon tunggu...
Buyung Okita
Buyung Okita Mohon Tunggu... Lainnya - Spesialis Nasi Goreng Babat

Mantan Pembalap Odong-odong

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kebijakan Penanganan Covid-19 Jepang Mirip dengan Indonesia

13 Agustus 2020   13:32 Diperbarui: 13 Agustus 2020   13:31 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Staf Pemerintah Metropolitan Tokyo mendesak orang-orang untuk pulang dari distrik hiburan Kabukicho

PROGRAM "THREE Cs"

Beberapa kebijakan pragmatis berupa himbauan yang diterapkan dan disebut dengan istilah Three Cs. Program tersebut adalah menutup fasilitas atau ruang dengan siklus udara yang buruk. Kedua menutup ruang publik yang bersifat padat. 

Ketiga menerapkan jaga jarak dan mengenakan berbagai alat yang diperlukan agar mengurangi atau menghentikan penyebaran droplets antar manusia. Bahkan setelah keadaan darurat nasional diangkat, kesadaran masyarakat akan bahaya masih terus berlanjut. 

Three Cs
Three Cs

MISTERI KESUKSESAN PENANGAN COVID-19

Tetapi meskipun begitu, hasil yang dapat dibilang baik dalam penanganan Covid menjadi sebuah misteri lain dihadapan para pakar kesehatan dan kebijakan masih menjadi misteri.

Karena Pemerintah Jepang secara eksplisit dalam statemennya mengungkapkan bahwa testing masal sebesar yang dilakukan oleh Korea atau Amerika hanya membuang-buang sumber daya. Karenanya Tes masal tetap dilakukan hanya pada area tertentu dan bersifat relatif kecil. Penanganan preventif pencegahan juga relatif lambat daripada negara tetangga atau negara besar lain. Kebijakan pencegahan ini sempat dikritisi tidak hanya media di dalam negara Jepang, tetapi juga diluar.

Terlebih pada awal merebaknya Cobid-19, Pemerintah Jepang masih berupaya untuk dapat menyelenggarakan Olimpade musim panas 2020 di Tokyo, yang akhirnya ditunda tahun depan. Dan sikap tersebut pernah menimnulkan opini  bahwa pemerintah Jepang sengaja menutupi kasus Covid-19 agar Olimpiade Tokyo tetap berjalan.

Alasan lainnya adalah traumatisme Jepang saat kasus H5N1 merebak. Masyarakat berbondong-bondong mengunjungi lokasi kesehatan untuk melakukan testing. Dan ketika disaat orang berjubel menunggu antrian untuk mendapatkan layanan tes, virus H5N1 malah menyebar saat itu.

Perbedaan SARS dan COVID-19 adalah, pada SARS virus baru menular setelah gejala atau symptoms terlihat jelas, COVID-19 menunjukkan tingkat penularan yang tinggi oleh orang-orang yang tidak menunjukkan gejala atau yang gejalanya belum terlihat. Jadi cara untuk mencegah infeksi adalah dengan melakukan tindakan secara tepat. Tetapi test PCR sendiri memiliki sentivitas sekitar 70-90% sehingga masi tetap dapat menghasilkan ketidak akuratan hasil tes. Sehingga dapat dipahami meskipun seberapa cepatnya melakukan penanggulangan tes PCR masal,  masih ada beberapa kasus yang tidak dapat dideteksi. Sekali lagi, penanganan COVID-19 ini dapat dikatakan sangat sulit.

Melihat perkembangan dewasa ini dan beberapa penjelasan kebijakan situasi diatas, daripada memilih melakukan prevensi penanggulangan penularan infeksi virus dan tes masal besar-besaran, Jepang memilih untuk  mencermatimengambil pendekatan berbasis cluster di mana upaya diarahkan untuk mendeteksi dan mengisolasi kelompok infeksi dan melakukan treatmen pada cluster yang terinfeksi. Alih-alih menghilangkan risiko penularan infeksi, Jepang memilih untuk menghentikan penyebaran penyakit dari cluster yang sudah terdeteksi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun