Bismillah
Mudik lebaran merupakan tradisi tahunan yang telah menjadi budaya dan sulit untuk dilupakan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Â Sepertinya ada yang kurang bila tidak menjalani rutinitas yang sudah berlaku sejak dahulu kala ini.
Sehingga aktivitas pergi merantau seseorang kesuatu daerah, baik untuk bekerja atau menempuh pendidikan, maka dijadikan alasan yang kuat bahwa bila  disuatu saat nanti liburan lebaran,  akan dimanfaatkan untuk berlibur di kampung alias mudik.
Namun, siklus mudik bagi setiap individu masyarakat berbeda-beda, tergantung dengan keadaan ekonomi mereka masing-masing. Ada yang mampu mudik setiap tahun, dua tahun, tiga tahun sekali dan seterusnya.
Terlepas dari berapa tahun sekali seseorang  memiliki kesempatan untuk dapat mudik ke kampung halamannya, tetapi yang pasti ritual mudik tersebut, tetap menjadi agenda utama dari agenda-agenda  prioritas lainnya.
Lalu  untuk mencapai tujuan mulia tersebut, maka jauh-jauh hari mereka menabung, baik berupa uang tunai maupun barang, yang nanti untuk digunakan ongkos dan membeli paket oleh-oleh atau buah tangan.
Jadi, sesungguhnya  biaya  pengeluaran ketika mudik,  lebih besar  membeli oleh-oleh untuk diberikan kepada kaum  kerabat  di kampung, ketimbang dari ongkos transportasi itu sendiri.
Betapa pentingnya arti  oleh-oleh atau buah tangan ini bagi kerabat, meskipun sekadarnya. Bahkan  ada diantaranya rela untuk tidak mudik, bila tidak mampu membeli oleh-oleh, tetapi  hanya memiliki ongkos saja.
Lain dahulu, lain sekarang. Jika dahulu jumlah dan jenis armada angkutan relatif terbatas dengan jumlah penumpang, maka waktu mudik harus dilakukan lebih cepat, tetapi sekarang jumlah dan jenisnya jauh lebih banyak. Sehingga penumpang punya pilihan.
Sementara itu  khusus untuk daerah Bengkulu, mudik dari ibukota provinsi  yaitu kota Bengkulu menuju kebeberapa daerah kabupaten yang ada, tidak ada pilihan kecuali  lewat darat. Jarak tempuh yang paling jauh yaitu kabupaten mukomuko dibagian utara dan kabupaten kaur dibagian selatan.