Mohon tunggu...
Butet Rsm
Butet Rsm Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dari tiga anak yang tinggal di Bantul.

Ibu-ibu biasa yang menyukai menulis dan bersosialisasi lewat media sosial.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mendesak Kesadaran Masyarakat akan Literasi Kesehatan Mental

22 Mei 2021   08:00 Diperbarui: 23 Mei 2021   17:58 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kesehatan mental.| Sumber: Pixabay via Kompas.com

Masyarakat kebanyakan dianggap sudah melek literasi kesehatan mental ketika mereka sudah bisa menyebutkan beberapa jenis gangguan mental dan definisinya. Padahal ada hal yang tak kalah pentingnya setelah mengetahui definisi dari beberapa jenis gangguan mental umum, yaitu pengetahuan soal Pertolongan Pertama Psikologi atau First Psychologist Aid (PFA). 

Pengetahuan tentang PFA mungkin adalah hal yang sangat mendasar untuk para pakar dan pegiat psikologi, namun bagi orang awam seperti saya PFA masih sangat asing. 

Saya mendengar tentang PFA pertama kali baru saat mengikuti Kuliah Umum dari Center for Public Mental Health (CPMH) UGM di bulan Maret 2021 lalu. 

Sebelumnya, saya pikir segala hal yang berkaitan dengan kesehatan mental hanya boleh dibahas oleh pakar seperti psikolog dan psikiater saja. Namun setelah saya mendapat kuliah umum tentang PFA, ternyata idealnya PFA dikuasai oleh setiap individu. Fungsi PFA persis seperti kotak P3K yang wajib dimiliki di setiap rumah.

Permasalahannya, bagaimana mau ada PFA di setiap rumah? Untuk mengakses materinya saja kita perlu aktif mencari tahu sendiri. Tak ada posternya di ruang-ruang publik. 

Perihal kesehatan mental masih didominasi oleh konten-konten di media sosial berupa quote dan kisah-kisah yang seharusnya menginspirasi untuk mengupayakan usaha kesehatan mental. Namun seringnya justru kisah-kisah tersebut disalahpahami sebagai sesuatu yang edgy dan kekinian. 

Faktanya, generasi muda justru terlihat ingin mencicipi pengalaman sakit mental ketimbang mengetahui cara-cara mengenali, mencegah meningkatnya keparahan gangguan, serta menanggulangi gangguan kesehatan mental. 

Saya tidak sedang mengada-ada dan menuding semua generasi muda seperti itu. Kita dapat melihat pula banyaknya relawan, baik mereka yang menjadi penyintas maupun mereka yang kepeduliannya muncul karena sudah mengemban tugas sebagai seorang caregiver atau keluarga dari penyandang gangguan mental. 

Lalu, bagaimana dengan para orangtua? Okelah, bagi mereka yang tinggal di kota besar, hal semacam ini mulai menjadi perhatian. Bahwa sudah menjadi hal biasa, datang ke psikolog ataupun psikiater ketika punya anak yang mengalami gangguan kesehatan mental. Bagaimana dengan yang hidup di kampung-kampung dan pedesaan? 

Maraknya konten-konten berupa quote tentang depresi dan bahkan video self-harm yang dilakukan oleh remaja seiring meningkatnya kenakalan remaja seharusnya sudah cukup menjadi pemantik bagi semua pihak untuk lebih peduli terhadap pengetahuan tentang kesehatan mental. 

Kita tidak perlu menunggu satu generasi menjadi generasi yang hancur karena depresi dan gangguan mental lainnya, bukan? Kita pun tidak perlu menunggu membanjirnya berita tentang bunuh diri ataupun berita kriminal yang brutal untuk mengangkat tema kesehatan mental. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun