Mohon tunggu...
Bustamin Wahid
Bustamin Wahid Mohon Tunggu... Administrasi - Nika

Bustamin Wahid ad/ Alumni Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Spiritual dalam Sejarah Perjuangan

18 September 2022   21:49 Diperbarui: 18 September 2022   21:49 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bustamin Wahid

Pembelajaran Sosiologi Melanesia di Pusat Studi Melanesia (PSM)

Manusia setidak-tidak mengisi eksistensi sosialnya memiliki kebutuhan material dan spiritual, dalam sejarah perjuangan. Di pertengahan September ini banyak catatan beranda dari kelompok intelektual, aktivis dan bahkan ilmuwan dunia berduka atas kepulangan Prof Azumardi Azra (sosok seorang Guru Bangsa). 

Kepergian nya membawa arti dan makna yang dalam karena raihlah intelektual di Negeri Jiran dan ini bagian dari para kekuatan spiritual yang membatin dalam diri seorang Azumardi Azra, bahkan siapa saja di dunia yang mendalami sejarah Islam di Indonesia dan Asia Tenggara tidak akan melewati kariya-kariya besar beliau. 

Bagi Saya paragraf awal ini bagian dari penghormatan atas kebijaksanaan dan keabadian pengetahuan seorang Prof Azra.

Gejala pengetahuan dan perlawanan adalah bagian dari kodrat manusia, dalam konteks perjuangan tak lekang dari kultus filsafat pergerakan. Refleksi kehidupan manusia memberi arti bahwa rekam jejak perjalanan hidup manusia dilalui dengan cara berfikir yang rill dan spekulatif. 

Historiografi perjuangan di Nusantara kita selalu berada pada dimensi biner, walau di sadari pertentangan itu selalu punya nilai yang berbeda, inilah yang dimaknai oleh penulis sebagai pertentangan pandangan dunia. 

Pandangan dunia itu akan di belah dan diperjuangkan, termasuk yang dilakukan oleh seorang pejuang kemerdekaan, pemberontakan terjadi karena sejarah hidup manusia tak begitu adil, memang keadilan di tuntut semua orang jika cara pandangan atas azas keadilan itu tak benar-benar dirasakan.

Kehidupan modern saat ini ketidakadilan itu menyebar di semua aspek, ras bahkan menjadi instrumen untuk ber-mesra  dan bisa jadi saling perbedaan ras bisa jadi sebagai alat untuk saling merendahkan (rasisme), hal demikian masih kereb dijumpai dalam fenomena sosial kita hari ini. 

Peristiwa 3 tahun tentang rasisme di Surabaya pada 16 Agustus 2019 telah mengajari kepada kita dalam bernegara dan berbangsa, sikap intoleran dan dehumanis telah ditujukan oleh subjek manusia yang kemudian merambah dan memicu amarah entitas Papua.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun