Mohon tunggu...
Bustamin Wahid
Bustamin Wahid Mohon Tunggu... Administrasi - Nika

Bustamin Wahid ad/ Alumni Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Sekolah" yang Tertuduh

14 Februari 2019   09:50 Diperbarui: 14 Februari 2019   10:32 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi SMA PGRI

By.  Bustamin Wahid                                 Lektur Sosiologi Politik

Diawal saya tergoda dengan tulisan Basri Amin,  tentang "Kematian Guru Sejati", makna tulisan itu jika dipahami sederhana adalah perjumpaan  ilmu pengetahuan dan pencapaian prestasi. 

Cerita dunia sekolah,  pasti banya memori dan kisah yang dilalui. Di sana tempat perjumpaan daya  dan arah pikir. Sekolah tempat dimana manusia-manusia (siswa-mahasiswa) menabur cita-cita dengan menuntaskan tujuan pembelajaran. 

Di sekolah yang terpentinga adalah guru dan murit, kedua subjek ini adalah dasar kita mendapat arah dan petunjuk. Dan begitu sebaliknya guru mendapat fenomena tentang karakter dan ragam pikiran. 

Urusan sekolah yang lebih tinggi,  kami-kami harus relah turun gunung,  dan merelakan hari-hari dengan berjalan. Tapi itu semua adalah kenikmatan dan dituntaskan bersama alam. 

Jika diingat, tugas sekolah saat itu adalah merutinkan proses belajar-mengajar, dan melawan tuduhan atas stataus sekolah pinggiran (atau sekolah kelas bawa). Mitos sosial tentang kumpulan anak-anak buangan itu selalu menjadi cerita. Disaat siswa di sekolah yang lain begitu husu belajar diruang-ruang optimisme yang mapan. Tapi kami sadar bahwa "sekolah/belajar adalah satu cara untuk mengahiri kebodohan dan tuduhan sosial".

Di ruang kelas, saya dan berapa kawan tak saja berfikir tentang prestasi yang membanggakan, hantu-hantu tentang diskriminasin siswa itu selalu tertuju ke kami (itu yang dirasakan, walau tak berdasar). Rupanya berfikir itu dipengaruhi oleh keseringan membaca ulasan-ulasan "marxsisme" dikamus "ilmiah populer" punya kawan saya, kini dia suda jadi pejabat Negara.  

Guru-guru kelihatan sangar,kejam dan bercampur baik,  sering kami dipukul, ditampar hanya bagian dari relitas pejalanan (bukan satu-satunya), tak pernah menjadi dendam yang berhujung petaka. Tampa sadar kami ahiri semua itu dengan tangisan bahagia di saat pengumuman kelulusan sekolah. 

Salam cinta senandung rindu untuk guru-guru kami,   kini kita belum berjumpa dalam seremoni REUNI yang menggema. Tapi cita-cita dan harapan yang kita niatkan, telah kami berusah untuk mencicil sediki demi sedikit atas apa yang dirindukan. 

SMA PGRI Tidore (Smapek) kini SMA N 3 Tidore (Smantik), di alam sekolah ini kami memulai dan mengahiri cerita-cerita tentang waktu senggang belajar. Catatan ini menulis di lorong-lorong pengetahuan, sesambil menyelesaikan disertasi yang bertumpuk. 

Malang,  14 Februari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun