Tutur mereka begitu dalam-buku risetnya penuh dengan memori sejarah yang tertancap rapi. Perjalanan ini merunut cerita pengetahuan yang didasari dengan dasar dialketika bener, cerita panjang ini tak cukup meretas kesadaran dialektis Hegel yang cenderung atas logika menang-kala, tpi lebih pada kontruksi sejarah yang dibangun oleh Ankersmit (dalil sejarah kritis).
Tak sekedar pendengar sejarah tutur, berita dan  informasi yang diterima indra, dikonstruk dgn logika kritis hingga menjaga nas-kaidah dan selalu berharap ada arus besar hadir dsngan otokritil yang baik.
Moh. Djafar Pallawang (70), ingatanya masi begitu baik, merunut ceritra 20 kapal propaganda untuk perang perebutan Irian Barat itu murni gagasan berlian sosok Bung Karno dan Soeharto. Radiksnya kedua sosok ini tentang kemaritiman Indonesia membutukan satu sok terapi yang hebat utk kelompok kolonial Belanda.
Lanjutunya, Â Perintah penting dan bersifat darurat dari Ir Soekarno (Presiden RI I) Â dan Soeharto (Pemimpin Oprasi Mandala) kepada masyarakat Bugis-Makassar di Desa Ara (Ujungpandang), dalam waktu 20 hari 20 unit kapal propaganda berbadan sedang harus selesai dan siap dimedan tempur dilaut Irian (walau masi dalam perdebatan para sumber lain bahawa sebagian kapal hanya beroprasi wilayah Makassar).
Kepercayaan orang-orang Ara karena berabad-abad lamnya mereka ahli perkapalan semenjak abad 14. Di desa Ara, tepian pantai kapal itu dibuat dgn keyakinan dan ilmu. Sejarah pengabdian atas perlawanan kolonialisme. Pantai menjadi tempat bersejarah dan masyarakat Ara menyebutkannya Pante Madala (tanpa pembuktian prasasiti sejarah sekalipun).
Kisah perjuangan dan pengorbanan ini pernah dikisahkan dalam perjuang perempuan (Herlina), yang pernah menaiki kapal-kapal niaga yang dimeliterisasi saat ikut serta dalam perebutan Provinsi perjuangan Irian Barat.