Mohon tunggu...
Busroni Wongsodimejo
Busroni Wongsodimejo Mohon Tunggu... wiraswasta -

Local made, fragile, low explosive..\r\nPls, handle with care!\r\n

Selanjutnya

Tutup

Bola

Beda Paham Antara Jokowi-JK dan Pelajaran Olahraga

9 Juni 2015   00:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:09 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Antara Jokowi - JK , Sanksi FIFA dan Pelajaran Olahraga.

 

Terkait kisruh PSSI - Menpora yang berujung sanksi FIFA, selalu menarik untuk menyimak komentar pucuk pimpinan pemerintahan yaitu RI-1 dan RI-2. Walaupun mereka berdua selalu mengatakan tidak ada perbedaan dalam masalah sepakbola nasional namun kita bisa menilai terdapat perbedaan cara pandang yang mendasar antara keduanya. Yah, kalau soal niat sih pasti semua pasti sama sama memajukan prestasi sepakbola. Tapi cara pandang dan cara bertindak jelas terdapat perbedaan yang mencolok.

 

Dari pernyataan Jokowi di berbagai kesempatan beliau ini nampak sekali memback up penuh kebijakan Menpora. Seolah olah Menpora diberi cek kosong dan Presiden mengiyakan semua kebijakan Menpora tanpa memberi syarat dan ketentuan berlaku ( no terms and conditions applied ). Bahkan ketika  kisruh ini sudah membawa efek domino ke ranah hukum, sosial, ekonomi dan politik beliau tetap bergeming. Terkait sanksi FIFA yang berakibat pada dilarangnya tim sepakbola Indonesia di pentas internasional pun presiden terpilih ini tampak tidak mempermasalahkan. Kata beliau nih, kita akan bertanding di pentas internasional kalau sudah siap sehingga berprestasi.  Saya tidak tahu parameter apa yang dipakai untuk menilai sebuah tim olahraga siap bersaing jika tim tersebut hanya berlatih atau tidak pernah bertanding dengan lawan yang sepadan. Jika yang sedang diperbincangkan adalah olahraga terukur seperti lari, renang , angkat besi atau balap karung sih saya memakluminya. Lah, ini yang sedang diomongin sepakbola, brur !!!

 

Saya jadi teringat pelajaran Olahraga sewaktu SMP/SMA dulu. Dalam olahraga yang bersifat kompetisi ada olahraga terukur dan non terukur atau permainan. Olahraga terukur ada parameter untuk mengukur batas kemampuan atlet. Dimana parameter utamanya adalah kecepatan yang diukur dalam satuan waktu ( lari, balap sepeda dll ) , jarak ( lompat jauh, loncat tinggi dll), kekuatan ( angkat besi ) dan ketepatan ( panahan, menembak dll ). Sedangkan olahraga non terukur atau permainan lebih mengandalkan keterampilan ( skill ) atau gabungan elemen kecepatan, ketahanan, ketepatan dan kecerdikan (taktik) seperti bulutangkis, tenis, beladiri, basket, sepakbola dll.  Kegiatan kompetisi dalam olahraga terukur disebut perlombaan sedangkan olahraga permainan disebut pertandingan. Kalau dalam olahraga terukur hanya berlatih dan tanpa ikut kompetisi pun si atlet bisa mengukur kemampuannya. Contoh jika seorang sprinter dalam latihan sudah mengetahui kecepatan larinya sekian detik maka dia bisa mengukur apakah dia bisa bersaing dalam sebuah perlombaan dengan melihat hasil lomba sebelumnya. Nah, sampai sejauh ini saya belum pernah mendengar ada metode atau alat untuk mengukur tingkat kemampuan dalam olahraga permainan selain bertanding, bertanding dan bertanding. Terlebih jika permainan tersebut adalah beregu yang juga mengandalkan kerjasama tim selain skill individu.

 

Kembali ke masalah sepakbola. Setelah dibuat bingung dengan komentar Presiden soal sanksi FIFA. Akhirnya saya sedikit terobati dengan komentar Jusuf Kalla bahwa sepakbola bukan sepakbola terukur tapi olahraga permainan jadi harus ada pertandingan untuk mengukur kemampuan sebuah tim. Oh ya, karena olahraga permainan dengan sendirinya olahraga ini mengandung unsur hiburan (entertainment). Makanya olahraga permainan relatif lebih menarik penonton dan fanatisme dibanding olahraga terukur. Jusuf Kalla jelas lebih tahu soal sepakbola secara utuh karena beliau sudah terlibat dalam kegiatan sepakbola sejak lama. Beliau pernah jadi pengurus di klub Makassar Utama ketika era Galatama dan PSM Makassar di era Perserikatan. Grup usaha beliaupun banyak mensponsori kegiatan olahraga. Sayang memang usaha beliau untuk memberikan solusi dalam kisruh ini mentok di kepala orang yang tidak tahu beda antara olahraga terukur dan olahraga permainan.

 

Bagi pemain, pelatih, tukang urut,  sepakbola telah menjadi sumber nafkah utama. Bagi suporter sepakbola adalah hiburan sekaligus kebanggan. Dari sisi bisnis jika sudah menjadi industri akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi sebuah daerah atau negara. Jadi akan sangat ironi jika sebuah pemerintahan yang yang sedang menggenjot pertumbuhan ekonomi yang melambat tapi justru menghambat salahsatu sektor yang bisa mendongkrak pertumbuhan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun