Mohon tunggu...
Rofatul Atfah
Rofatul Atfah Mohon Tunggu... Guru - Guru Tidak Tetap

Seorang guru biasa dan Ibu dari anak-anaknya yang istimewa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sahabat Baru Aisyah dan Fatimah (Cerpen Anak)

21 April 2014   22:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:22 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah dua malam Fatimah tidak bisa tidur dengan nyenyak. Entah mengapa tiba-tiba saja Fatimah suka terbangun di tengah malam. Tidak hanya itu, Fatimah sering melihat semburat sinar berwarna jingga yang menembus korden jendela kamarnya. Fatimah juga beberapa kali mendengar suara aneh dari luar rumah. Semua itu membuat Fatimah menjadi takut dan akhirnya sulit tidur.

“Ah, itu hanya perasaanmu saja,” tukas kakaknya, Aisyah, ketika diceritakan apa saja yang dialaminya kalau tengah malam. “Makanya banyak baca do’a dan kalau perlu sholat sunnah sebelum tidur,” sambung Aisyah lagi.

Karena mendapat jawaban tidak memuaskan dari kakaknya, Fatimah lalu mengadu kepada ayah. Sayangnya sama saja dengan kakaknya, dengan tanpa bersalah ayah hanya menjawab, ”Ayah juga sering sulit tidur, tapi tidak mendengar   apa-apa ataupun melihat sesuatu yang aneh,”

“Terus, apa yang Ayah lakukan ketika sulit tidur ?” tanya Fatimah ingin tahu.

“Ayah cuma sering merasa lapar, tapi kan dilarang oleh Ibu kalau makan tengah malam ?” jawab ayah dengan tenang.

Mendengar jawaban Ayah, Fatimah hanya bisa tersenyum pahit. Ayah memang bisa saja jawabnya, ya ?

Namun Fatimah tidak putus asa, sebelum ibu berangkat tugas ke ke luar kota, Fatimah menyempatkan bicara kepada ibu. “Bu, percaya tidak kalau ada hantu di rumah kita ?” tanya Fatimah dengan hati-hati.

“Hantu ? Ibu tidak percaya kalau ada hantu di rumah kita,” jawab ibu sambil tersenyum menatap Fatimah.

“Benar, Bu. Ada hantu di rumah kita, aku sering mendengar suara hantu dan juga melihat bayangan hantu,” Fatimah menganggukkan kepala sambil menatap serius kepada ibu.

“Kapan kamu mendengar dan melihatnya ?” ibu masih tersenyum, tapi kali ini agak sedikit serius.

“Tengah malam, kalau aku sedang sulit tidur,” jawab Fatimah sambil cepat-cepat memeluk ibu. Ibu lalu membelai punggung Fatimah dengan lembut. Fatimah merasa tenteram dan damai dalam pelukan dan belaian ibu.

“Fatimah, kenapa tidak cerita kepada Ibu kalau kamu sering sulit tidur ? Pantas saja Ibu lihat dua malam ini wajahmu terlihat layu. Kamu pun terlihat tidak bersemangat. Apakah kamu merasa ada yang sakit, sayang ?” tanya Ibu dengan penuh kasih sayang.

“Tidak Ibu, aku merasa sehat, hanya saja aku selalu terbangun di tengah malam dan setelah itu sulit tidur. Apalagi bila terdengar suara-suara dan melihat bayangan-bayangan aneh di luar,” Fatimah menjawab dengan takut.

“Fatimah yang pemberani, Ibu yakin di rumah kita tidak ada hantu. Tetapi jika kamu tetap merasa takut, kamu bisa tidur bersama ayah. Akan lebih baik jika kamu juga tidak banyak menonton acara televisi yang seram-seram. Acara itu juga membuat anak-anak seusiamu menjadi lebih mudah takut. Satu hal lagi, sebelum tidur kamu bisa baca buku ataupun membaca Qur’an, supaya matamu lelah dan cepat mengantuk,”  ibu menasehati.

“Baik, Bu. Ibu cepat pulang ya ? Aku kangen dan merasa bahagia kalau ada Ibu di rumah,” bisik Fatimah di telinga ibu.

“Jangan kuatir, Ibu hanya 2 malam di sana. Bukankah ada Ayah dan kakakmu Aisyah di rumah ? Selain itu, kamu dapat menelepon Ibu kapanpun jika perlu sesuatu. Ibu juga janji akan menelepon setiap waktu untuk menanyakan kabar di rumah,” kata Ibu sambil tersenyum geli.

“Benar ya, Bu ?” Fatimah ingin memastikan.

“Tentu saja Fatimah, anak Ibu yang hebat, pintar, dan pemberani,”                                                  ibu tersenyum sambil mengerlingkan mata.

“Fatimah, kita harus tetap yakin bahwa derajat manusia lebih tinggi dari pada mahluk yang lain. Apalagi terhadap hantu. Hantu tidak ada apa-apanya dibandingkan manusia. Karena manusia mempunyai akal dan Allah menjadikan manusia sebagai pemimpin di bumi. Jadi, manusia tidak perlu takut kepada hantu,” lanjut ibu menjelaskan.

Tidak lama, ibu pun berangkat diantar ayah. Fatimah dan Aisyah mengantar ibu sampai pintu pagar. Sebenarnya Fatimah berat melepas ibu pergi. Cuma Fatimah merasa perlu membuktikan kepada ibu bahwa dia adalah anak yang hebat. Jadi Fatimah tidak merasa perlu menangis sedih.

Maka suasana kembali seperti semula. Seharian itu Fatimah sudah merasa tenteram kembali. Tambahan pula ibu telah menelepon sehabis Maghrib. Sehingga setidaknya hingga menjelang tidur, Fatimah tidak perlu merasa cemas. Fatimah pun meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia bisa tidur dengan nyenyak pada malam itu. Tetapi, benarkah ?

Jarum jam menunjukkan pukul 22.00. Ternyata Fatimah masih belum bisa tidur. Matanya masih terus terjaga meski sudah larut malam. Sementara itu lampu kamar sudah dimatikan.  Aisyah, kakaknya pun sudah lelap. Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh di luar rumah.

Lalu seberkas cahaya kilat menembus korden jendela. Sinarnya terang sebentar, setelah itu kembali gelap. Fatimah kembali merasa takut. Bahkan untuk membuka korden jendela saja tidak berani. Fatimah mulai panik, teror seperti di malam-malam kemarin datang kembali.

Namun, Fatimah merasa penasaran. Fatimah ingat kata-kata ibu, masa dengan sesama makhluk Allah saja ia tidak berani ? Fatimah akhirnya memberanikan diri mengintip melalui korden jendela. Tapi, tidak terlihat apapun di luar sana, selain pepohonan rindang di halaman dan sejumlah tanaman hias di teras  rumah.

Sementara itu di teras rumah, persis di atas keset, tampak sesosok mahluk kecil berpenampilan aneh. Tingginya kira-kira hanya seibu jari. Matanya dua berbentuk kotak. Hidungnya satu berbentuk segitiga. Mulutnya juga satu dan berbentuk bulat. Mahluk itu berkaki dua berjari tiga mirip sirip.

Tangannya juga dua dengan jumlah jari yang sama dengan kaki. Pakaiannya melekat ketat di tubuhnya. Dia tidak berambut. Telinganya menyerupai lubang berbentuk elips. Kepalanya berbentuk tabung tanpa leher. Dalam terang cahaya lampu, dia seakan-akan mencari-cari sesuatu. Tuyulkah itu ?

Di dalam kamar, Fatimah masih duduk tertegun di atas kasur. Fatimah ragu, akankah dia keluar kamar dan mencari tahu  apa yang sebenarnya terjadi di luar sana ? Ataukah diam dan berusaha keras untuk tidur ? Dalam kebimbangan, Fatimah merasa perlu untuk membangunkan kakaknya.

“Kak, bangun, bangun. Ada yang aneh di luar,” kata Fatimah sambil mengguncang-guncangkan badan Aisyah.

“Oaheeemmmmmm…………., ada apa, sih ? Kakak ngantuk nih,”     jawab Aisyah tanpa sedikitpun membuka matanya.

“Tadi ada cahaya kilat di luar,” kata Fatimah setengah berbisik.

“Mau hujan mungkin,” Aisyah masih dengan mata terpejam.

“Ayo, kita lihat ke luar, aku mau melihat keluar tapi harus dengan kakak,” ujar Fatimah dengan penuh yakin.

“Kakak ngantuk, besok mau ulangan matematika, kalau bangun nanti susah tidur lagi. Kamu tidur aja, tidak usah mikir yang macam-macam,” Aisyah masih malas untuk bangun.

“Bukan begitu Kak, aku masih belum mau tidur,” Fatimah mengelak.

“Berdoalah, minta supaya bisa tidur kepada Allah, Insya Allah bisa tidur,” Aisyah menyarankan. Kali ini matanya terbuka sedikit.

“Baiklah, aku akan berdoa supaya bisa cepat tidur,” akhirnya  Fatimah menyerah dan segera merebahkan badannya.

Namun belum sempat Fatimah memejamkan matanya,  terdengar suara ledakan kecil dari luar, “duarrrrrrrr…...!”

Setelah itu tercium sedikit bau asap masuk kamar. Aisyah dan Fatimah terperanjat kaget. Bahkan spontan Fatimah memeluk kakaknya erat-erat. Aisyah kemudian bangun dan dengan hati-hati mengintip melalui korden jendela kamar. Memang tampak ada kepulan asap tipis. Tapi tidak terlihat apapun yang terjadi di sana.

Aisyah perlahan turun dari ranjang diikuti Fatimah. Mereka berjalan mengendap keluar kamar. Selangkah demi selangkah mereka akhirnya sampai di pintu depan. Tanpa sengaja, kaki Fatimah menginjak sesuatu.

“Adduh ! Kakiku kok berasa panas, Kak ?” Fatimah mengaduh.

Brrrrttttt…..brrrrrttttt……brrrrrttttt……….. terdengar suara dilantai.

“Eh, apa itu ?” Aisyah membelalakan mata melihat ke bawah.

Brrrrrrttttt…….brrrrrttttt……brrrrrttttttt………….suara itu terdengar lagi.

“Ih, seram Kak, tuyul kali ?” Fatimah ketakutan.

Brrrrrrttttt……brrrrtttt……brrrrttttt…….sesosok mahluk memperlihatkan dirinya, tubuhnya bersinar merah. Dia meloncat-loncat kesana-kemari. Suaranya melengking nyaring.

“Bukan ah, barangkali ini mahluk luar angkasa,” tebak Aisyah.

Brrrrmmm……brrrrm……brrmmm………..suara itu berubah lembut.

“Oh, jadi bukan tuyul ?” Fatimah menghela nafas lega. “Tapi, kenapa dia ada di rumah kita ?” Fatimah masih penasaran.

Brrrrsssss……..brrrssssss……..brrrsssss…… mahluk itu seperti menangis. Setelah itu diapun melangkah ke pintu. Ajaib, tubuhnya bisa berubah menjadi tipis dan kemudian menyusup keluar melalui bawah pintu. Aisyah dan Fatimah takjub melihat hal itu.

Tapi sayangnya mereka tidak bisa menipiskan tubuhnya, maka mau tidak mau mereka harus membuka pintu rumah supaya bisa keluar.

Sesaat pintu terbuka, Aisyah dan Fatimah masih belum dapat melihat dengan jelas kemana perginya mahluk itu.

“Wah, kita kehilangan jejak nih,” ucap Aisyah perlahan.

“Ayo, kita cari ke halaman, Kak,” sahut Fatimah.

“Baiklah,” Aisyah pun melangkahkan kakinya ke halaman.

Mata mereka kemudian tertuju pada benda kecil menyerupai kotak pensil. Kotak itu terlihat hangus dan beberapa bagiannya sudah koyak.

Brrrttttt……brrrrtttt…….brrrttttt………mahluk luar angkasa itu terlihat melompat-lompat mengitari beberapa kali.

“Apa maksudnya, ya ?” Aisyah mencoba berpikir.

“Oh, mungkin itu yang tadi meledak. Sepertinya itu semacam piring terbang, sayangnya piring terbangnya sudah rusak sekarang,” Fatimah mencoba menerka.

“Ya benar, dia seperti bersedih karena tidak punya kendaraan lagi untuk kembali pulang ke planetnya,” Aisyah membenarkan sambil membungkuk supaya bisa melihat lebih dekat.

“Bagaimana kalau kita memeliharanya, sampai nanti suatu hari ada teman-temannya datang untuk menjemput ?” usul Fatimah sambil ikut-ikutan membungkuk di samping kiri kakaknya.

Bbbrrrrbbbbb……..brrrrbbb……brrrbbbbb……..mahluk luar angkasa itu tiba-tiba jungkir balik kesana-kemari.

“Oh, dia tidak mau,” Aisyah mencoba mengerti.

“Lalu, apa yang harus kita lakukan, padahal aku ingin sekali berteman dengan mahluk luar angkasa,” Fatimah merajuk.

Bbbrrrrrbbbb……..brrrrbbbb….brrrbbb……….mahluk luar angkasa itu tiba-tiba melompat tinggi sekali dan akhirnya mendarat ke bahu Aisyah.

Mengetahui hal yang tak diduga itu, jantung Aisyah nyaris berhenti berdetak. Sementara Fatimah hanya bisa melihat takjub tidak percaya.

Brrrrllll……..brrrrllll…….brrrllll……..mahluk luar angkasa itu seakan membisikkan sesuatu ke telinga Aisyah.

“Hmmmm…., apa ya, maksudnya ?” Aisyah berpikir keras. Fatimah mengetuk-ngetuk keningnya dengan jari telunjuk tangan kanan, seolah-olah ikut berusaha berpikir.

“Mungkin dia lapar ?” Fatimah mencoba menerka.

“Ya, mungkin saja !” Aisyah tersenyum.

Memang benar, mahluk luar angkasa itu terlihat lemas. Bahkan kemudian dia terduduk lesu di bahu Aisyah. Aisyah merasa iba.

“Yuk, kita ke dalam, siapa tahu ada yang bisa dimakan olehnya,” ajak Aisyah yang disambut dengan anggukan kepala Fatimah.

Sesaat mereka telah berada di ruang makan. Aisyah lalu membuka tutup saji. Tampak sisa makanan tadi malam, semangkuk sayur bayam, sepotong ikan kembung, dan dua potong tempe. Sesaat Aisyah ragu, “apakah dia mau makan makanan orang bumi ya ?”

Tanpa diduga, mahluk luar angkasa itu melompat ke atas meja. Aisyah dan Fatimah memperhatikan apa yang akan dilakukan selanjutnya.

“Apa perlu aku ambilkan piring dan nasi sekalian ?” bisik Fatimah kepada Aisyah.

“Boleh juga, usul yang bagus, aku saja yang mengambilkan,” Aisyah menyetujui sambil segera beranjak ke dapur mengambil piring.

Beberapa saat kemudian, mahluk luar angkasa itu makan dengan lahap. Dia hanya memakan sedikit nasi. Tapi menghabiskan semangkuk sayur bayam, sepotong ikan, dan sepiring tempe.

Cara makannya pun unik, dia tidak mengunyah, melainkan menyedot langsung ke dalam mulutnya. Anehnya, semua makanan itu langsung lenyap begitu tersedot. Aisyah dan Fatimah sampai terbengong-bengong menyaksikan semua itu.

Selesai makan, Aisyah dan Fatimah membawa mahluk luar angkasa itu ke ruang tamu. Mahluk luar angkasa itu mereka taruh di atas meja di ruang tamu. Aisyah dan Fatimah lalu duduk di kursi sambil terus memperhatikan teman barunya.

“Andai Ibu ada di rumah, pasti sudah kita bangunkan untuk melihat kejadian ini,” Aisyah berkata lirih.

“Iya, sayangnya Ibu lagi tugas ke luar kota, jadi tidak bisa lihat,” sahut Fatimah dengan kelu.

“Eh iya, kan ada Ayah ?” Aisyah seperti baru tersadar.

“Ayah susah dibangunkan, harusnya kalau ada berisik sedikit, cepat terbangun, ini malah tiduuuuur terus, tidak seperti Ibu,” keluh Fatimah.

Bbrrrnnnn……bbrnnnn…….bbrnnnnn…….mahluk luar angkasa itu kini ganti memperhatikan Aisyah dan Fatimah. Mereka bertiga kini merasa dalam suasana kebersamaan. Seketika dentang jam berbunyi 12 kali, mereka sama-sama tersentak kaget. Sang mahluk luar angkasa tidak kalah kagetnya, dia kembali melompat-lompat. Melenting tinggi hingga mencapai jam yang dipasang tinggi menempel di dinding !

“Kamu mau kan tinggal bersama kami di sini ?” tanya Fatimah dengan suara lembut.

Mahluk luar angkasa itu kembali melompat-lompat. Tapi kali ini tidak begitu tinggi. Selanjutnya dia berputar-putar menyerupai lingkaran di atas meja.

“Ah, mungkin dia ingin pulang, kembali ke planetnya,” kata Aisyah.

“Mungkin, tapi bagaimana caranya ?” tanya Fatimah bingung.

Sejurus kemudian, mahluk luar angkasa itu tiba-tiba berdiri tegak. Lalu badannya bergetar, lalu terdiam, bergetar lagi, kembali terdiam, bergetar lagi, terdiam, setelah itu badannya mengeluarkan sinar berwarna hijau yang terang benderang. Kemudian padam.

“Waduh, dia kenapa kak ?” Fatimah ketakutan, dirapatkan badannya ke kakaknya. Kakaknya, Aisyah juga bingung.

“Mungkin dia sedang berkomunikasi dengan orangtuanya,” ujar Aisyah dengan mata yang tidak lepas ke mahluk luar angkasa itu.

Bbrrrmmmm………bbrrrmmmm……..bbrrrmm………., mahluk luar angkasa itu seperti menangis. Membuat Aisyah dan Fatimah terharu.

“Apa yang bisa kita perbuat untuk menolongnya ?” tanya Fatimah pilu.

“Baiklah, aku akan ambil ponsel ayah di kamar, siapa tahu bisa dimanfaatkan,” Aisyah lalu berjalan cepat ke kamar orangtuanya.

Di dalam kamar yang gelap, karena lampu dimatikan, Aisyah mencari tahu dimana letak ponsel milik ayahnya. Seperti dugaan mereka, sang ayah masih tertidur lelap. “Ah, mungkin Ayah lelah seharian, sehingga tidak terbangun sedikitpun,” batin Aisyah dalam hati.

Tidak berapa lama ponsel milik ayah berhasil ditemukan. Aisyah bergegas kembali ke ruang tamu. Dia berharap ponsel itu bisa menghubungkan sang mahluk luar angkasa dengan orangtuanya.

Benar saja, begitu ponsel itu ditaruh di atas meja makan, mahluk luar angkasa itu langsung saja mendekatkan dirinya ke ponsel. Seketika ponsel itu menyala. Dari dalam ponsel keluar suara yang aneh, yang belum pernah di dengar oleh Aisyah maupun Fatimah.

Brrrmm….bbbrrrmmm……..bbbrrrm…..mahluk luar angkasa itu terlihat tegang. Dia juga mengeluarkan cahaya, kali ini berwarna kuning.

Pip…..pip….pip….pip…pip…pip…..pip……..sahut suara dari ponsel.

Bbbbrrrt…….bbrrrt…….bbrrrt…….mahluk luar angkasa itu membalas.

Pop….pop……pop…….pop……pop……..suara dari ponsel menjawab.

Bbbrrrrrnnn……bbrrrrnnnnn……..bbbrrrrnnnn…….mahluk luar angkasa seakan-akan berteriak-teriak.

Bip…bip…bip…bip…..bip….kali ini suara dari ponsel seakan ingin menenangkan.

Bbbrrrrssss……bbbrrrsss……bbbrrrsssss…….mahluk luar angkasa itu tiba-tiba saja melompat-lompat, berputar-putar, lalu berguling-guling.

Dari dalam kamar, ayah mulai mendusin. Mengetahui lampu ruang tamu terang dan ada kilasan cahaya yang lain, ayah mulai memicingkan matanya. Tapi badannya masih berat untuk bangun. Rasa kantuknya juga masih memenuhi. Alhasil ayah hanya bisa perlahan-lahan berdiri dan berjalan tertatih-tatih ke arah pintu kamar.

Di luar kamar, Aisyah dan Fatimah mengikuti langkah sang mahluk luar angkasa yang melompat-lompat keluar rumah. Kembali ke tempatnya mendarat di halaman rumah mereka. Dari atas langit yang tidak berawan, tidak juga ada bulan, hanya bintang-bintang yang berkelap-kelip menerangi malam. Aisyah dan Fatimah melihat sebuah sinar berwarna biru lurus jatuh tepat di antara bunga-bunga.

Sebelum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, mahluk luar angkasa itu berdiri menghadap mereka berdua. Seakan-akan ingin mengucapkan sesuatu. Anehnya, Aisyah dan Fatimah juga seolah-olah mengerti bahwa sahabat barunya itu mengatakan bahwa dia sebenarnya sudah tiga hari tersesat di rumah mereka. Namun kalau siang dia bersembunyi diantara rerimbunan tanaman. Sedangkan kalau malam hari, dia berusaha menghubungi kembali orang tuanya, dan sayangnya selalu gagal. Baru malam itulah usahanya berhasil. Itupun dengan bantuan Aisyah dan Fatimah.

Bersamaan dengan tibanya ayah, sang mahluk luar angkasa itu melompat secepat kilat ke arah sinar itu. Setelah itu lenyap bersama hilangnya sinar dari atas langit. Ayah yang tidak tahu apa-apa menatap tidak percaya dengan mulut yang terbuka.

“Kak, dia telah pergi,” Fatimah menitikkan air mata.

“Ya, tidak apa-apa, bukankah dia juga ingin bertemu dengan orangtuanya kembali ? Sama seperti kita juga bukan ?” Aisyah menghibur adiknya.

“Apa yang sudah terjadi disini ?” suara ayah mengagetkan Aisyah dan Fatimah.

“Eh Ayah, sudah bangun ?” Aisyah gelagapan.

“Tadi itu apa, Aisyah ?” tanya ayah ingin tahu.

“Hanya kenangan kecil bersama mahluk luar angkasa, sahabat baru kami,” Aisyah mencoba menjelaskan.

“Apa ??????” mata ayah terbelalak kaget.

“Tenang Ayah, dia baik dan sekarang sudah pergi,” Fatimah menenangkan.

Sementara ayah masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya, Aisyah dan Fatimah melangkah dengan tenang menuju kamar tidurnya kembali. Mereka pun tertidur dengan pulas setelah melepas kepergian sahabat baru mereka. Mahluk dari luar angkasa.

Tiba-tiba ponsel ayah berbunyi, ayah cepat-cepat mencari ponselnya. Manakala ponsel itu didekatkan ke telinga, terdengar bunyi yang aneh, bbbrrrrtt…….bbbrrrttt…….bbbbrrtttt………..

“Hallo, ya hallo, ini siapa ?” ayah berusaha menjawab. Namun sekejap suara itu tidak terdengar lagi. Ayah terlihat keheranan dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Kemudian sambil membawa ponselnya, ayah kembali ke kamar dan berusaha tidur lagi. Belum sampai mata terpejam, tiba-tiba ponsel itu berbunyi lagi. Ayah langsung mengambil dan menjawab, “bbbbrrrrrt…….bbbrrrttt…….bbbrrrttt….,” dan akhirnya ponsel itu dimatikan.

Dari sebuah hotel, seorang perempuan tampak kebingungan. Berkali-kali dipencetnya tombol di ponselnya, tapi tidak ada suara balasan.

“Kenapa sih Ayah ini ? Kan besok Ibu pulang, minta dijemput ke stasiun kereta, kok ponselnya malah dimatikan ? Kata-katanya tadi juga aneh, bbbrrrt…bbbrrrrttt…bbrrrrtt…., seperti orang mengigau,” perempuan itu mengerutkan keningnya tidak mengerti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun