Mohon tunggu...
Rofatul Atfah
Rofatul Atfah Mohon Tunggu... Guru - Guru Tidak Tetap

Seorang guru biasa dan Ibu dari anak-anaknya yang istimewa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Karl May

7 Juni 2016   14:41 Diperbarui: 22 Juni 2016   09:32 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanpa saya ketahui sebelumnya ternyata pengarang buku favorit saya, Karl May, disukai banyak orang. Tentunya mungkin orang-orang dari dari generasi 80an, generasi saya. Saya mengenal karya-karya Karl May sejak jadi anggota perpustakaan DKI Jakarta di jalan Tanah Abang II. Pertama kali saya jadi anggota perpustakaan saya masih kelas 4 SD. Orang yang berjasa mengenalkan perpustakaan adalah kakak pertama saya. Tetapi kakak saya hanya sekali dua saja mengajak saya ke perpustakaan, selebihnya saya pergi dan pulang sendiri naik bis PPD no. 30 C. Tahun 80an masih relatif aman naik bis di Jakarta, sehingga saya tidak pernah takut untuk naik bis.

Baiklah, kembali kepada Karl May. Karl Friedrich May adalah nama lengkap dari Karl May, berasal dari Dresden, Jerman Timur (sebelum unifikasi). Karl May lahir 25 Februari 1842, wafat 30 Maret 1912. Saya baca biografi singkatnya dari bagian belakang buku novel. Karyanya adalah berupa novel petualang dari seorang "ksatria" berkebangsaan Jerman. Bila bertualang di dunia cowboy amerika (USA khususnya, karena ada juga novelnya berlatar cowboy amerika latin), sang ksatria bernama Old Shatterhand. Sedangkan bila bertualang di wilayah arab, asia kecil di Turki dan Balkan, sang ksatria bernama Kara Ben Nemsi. Dan saya hanya membaca karya Karl May tentang kisah petualang dari kedua ksatria itu saja. Karena memang stok yang ada di perpustakaan juga lebih banyak tentang kedua ksatria itu.

Singkat saja, beberapa hal yang membuat saya sangat tertarik dengan tulisan Karl May, khususnya tentang kisah petualang 2 ksatria itu adalah :

  1. Gaya penulisan Karl May yang bertutur banyak dan rinci tentang bentang alam, watak para tokoh, dan konflik yang terjadi, mempengaruhi cara penulisan saya ketika membuat novel sendiri (yang sampai saat ini belum ada yang mau menerbitkan wkwkwkwk.......). Meski mungkin untuk era sekarang ini gaya tersebut membuat bete dan gak trenpokoknya bukan selera pasar, namun saya sangat menikmatinya. Seakan puas bila sudah menyampaikan kepada pembaca missi apa yang ingin kita sampaikan dan pikirkan. Karena pembaca tidak perlu lagi bertanya-tanya ataupun berpikir : apa, mengapa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana. Namun sekali lagi, rasanya untuk tren sekarang, gaya semacam itu bukan gaya anak muda masa kini yang ingin serba cepat, ringkas, dan sederhana.
  2. Filosofi tulisan Karl May yang sangat mendalam tentang kemanusiaan dan hakikat hubungan dengan Sang Maha Pencipta, membuat saya berdiskusi dengan diri sendiri. Saya seringkali harus terpaksa menolak pemikiran Karl May. Sebab saking murah hatinya, kebaikannya, pemaaafnya, entah apa lagi, sang ksatria bisa dengan mudah diceritakan mengampuni tokoh antagonis yang hendak berusaha membunuhnya atau bahkan membunuh orang lain. Sayangnya saya sudah lupa bagian cerita yang mana yang menunjukkan hal tersebut. Bukan saya ingin ada kekerasan dibalas dengan kekerasan pula, namun penyelesaian konflik yang terasa tidak imbang, membuat saya sering menggerutu kalau sudah membaca bagian tersebut.

Atau mungkin semuanya itu memang sengaja dimaksudkan untuk membuat pembaca jadi bertambah greget perasaannya, dan hal ini adalah justru menjadi bagian dari iklan tersembunyi dari Karl May ? Sebagaimana halnya dengan kebanyakan lakon sinetron sekarang, dimana para pemirsa sengaja dibuat penasaran dengan akhir cerita, apakah demikian pula karya Karl May ? Ah, kok jadi mengecilkan makna hasil karya seseorang ? Saya rasa, memang Karl May adalah seorang penulis yang hebat, itu saja. Mampu menggugah dan menginspirasi para pembaca novelnya, termasuk saya, untuk mengamalkan apa yang menjadi filosofinya tentang kemanusiaan dan hakikat hubungan dengan Sang Maha Pencipta.

Bahwa sekuat apapun manusia masih kalah kuat dibandingkan kemuliaan dan kebaikan hati orang yang lebih lemah darinya. Memang Karl May sengaja tidak menggambarkan sosok ksatria imajinasinya sebagai manusia sempurna. Apalagi mempunyai senjata sakti mandraguna. Tidak. Old Shatterhand digambarkan hanya seorang petualang cowboy yang berteman karib dengan seorang kepala suku Indian Apache yang bernama Winnetou. Begitu pula Kara Ben Nemsi hanyalah seorang petualang arkeolog yang berteman dengan nama sesuai tulisan di buku : Haji Halef Omar bin Haji Abul Abbas bin Haji Dawud Al Gossarah (Haji Alif Umar bin Haji Abul Abbas bin Haji Daud Al Ghossarah), yang biasa dipanggil Halef Omar. Halef Omar ini adalah seorang kepala suku nomaden di jazirah arab.

Pertemanan antara Kara ben Nemsi dengan Haji Halef Omar sebenarnya sarat dengan simbolisasi dialog ajaran Islam dan Kristen. Dikisahkan sang ksatria Kara ben Nemsi adalah seorang Kristen taat, terpelajar, dan baik hati. Sementara Haji Halef Omar adalah seorang muslim yang lugu, sangat pemberani, dan jujur. Sungguh yang terbayang dibenak saya saat membaca petualang Kara ben Nemsi adalah betapa sangat tahunya dunia barat tentang dunia timur. Dan betapa dunia timur adalah menjadi incaran dunia barat karena eksotismenya.

  1. Kontradiksi antara tulisan dan kenyataan. Tahun 80an tidak mudah menjelajahi ilmu pengetahuan untuk mencari jawaban tentang sesuatu. Membaca karya Karl May adalah ibarat membuka dunia imajinasi penuh kebaikan, hikmah, dan makna. Tetapi manakala mengetahui siapa diri Karl May sebenarnya, seperti mendengar kabar buruk. Dikatakan bahwa Karl May sebenarnya adalah seorang penipu dan pencuri, lalu pernah dipenjara kira-kira pada umur 27 tahun. Tetapi justru ketika dipenjara itulah masa dimana Karl May menuliskan novel-novelnya yang kemudian menjadi best seller. Dikatakan pula bahwa semua petualang yang ditulisnya sebenarnya tidak pernah dilakukannya. Oleh karena itu darimana Karl May mendapatkan gambaran sedemikian rinci, indah, dan beragam tentang latar lokasi ceritanya ? Mungkinkah dari berbagai bacaan di penjara itukah Karl May memperoleh banyak pengetahuan untuk melengkapi ceritanya ? Mungkin juga memang Karl May adalah seorang kutu buku, sehingga sebelum dan semasa di penjara, telah banyak membaca banyak buku , terutama tentang dunia cowboy dan dunia timur tengah. Meskipun demikian, memang sudah lazim di masa kehidupan Karl May (antara abad 19 dan awal abad 20) tulisan tentang dunia diluar eropa adalah sebagai bagian dokumentasi tertulis hasil dari era penjelajahan samudera abad 15 - abad 18. Sehingga bila dibandingkan dengan novel era sekarang ini, dimana teknologi digital menjadi mahkotanya, tentunya tidak lagi dimensi geografis ataupun watak para tokoh yang menjadi kelebihan sebuah novel. Akan tetapi, apa yang bisa dijadikan sebagai ikon ataupun viral di lini masa dunia maya, itulah yang akan cepat terkenal dan dijamin laris manis.

Demikianlah, seorang Karl May, yang membuat saya sampai harus menulis surat ke Kedutaan Jerman Timur (saat itu) untuk menanyakan tentang siapa Karl May sebenarnya. Karya Karl May jualah yang membuat saya sampai sekarang menggugat "penjajahan dan penindasan" orang kulit putih terhadap orang Indian di Amerika Serikat. Saya, yang seorang anak kecil di tahun 80an belum menyadari betapa novel-novel karya Karl May ternyata juga dibaca oleh Adolf Hitler. Karl May Uf, waktu sudah sore, waktunya menyiapkan makanan untuk buka puasa. Sudah dulu ya. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun