Mohon tunggu...
Burhan Yusuf
Burhan Yusuf Mohon Tunggu... Jurnalis - Pena adalah kawan, tinta adalah hembusan.

Mahasiswa Sharia and Islamic Law Al-Azhar University, Cairo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saladin Citadel (1)

4 April 2021   16:47 Diperbarui: 4 April 2021   17:00 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: santrinile.wordpress.com

Saladin Citadel atau Qal'ah Shalahuddin adalah sebuah istana yang dibangun oleh Sultan Yusuf Shalahuddin al-Ayyubi untuk menunjukkan eksistensi kekuatannya pada era pemerintahan transisi Dinasti Fathimiyah-Ayyubiyah di Mesir.

Terletak di dataran tinggi Jabal Muqattam, dibangun pada tahun 1176 M tepat enam tahun setelah Shalahuddin al-Ayyubi memegang tampuk kepemimpinan atas Mesir. Saladin Citadel selama ratusan tahun dijadikan sebagai markaz utama kesultanan yang berkuasa di Mesir.

Dalam area Saladin Citadel ini terdapat beberapa destinasi dari mulai masjid, bangunan bekas penjara, museum, dll.

Siapakah Shalahuddin al-Ayyubi?

Shalahuddin al-Ayyubi lahir di daerah Tikrit (wilayah utara Irak) pada tahun 1138M. beliau adalah seorang Jendral dan pejuang islam dari bangsa Kurdi. Ayahnya Najmuddin Ayub dan pamannya Asaduddin Syirkuh bermigrasi meninggalkan kampungnya menuju Mosul, Irak dan mengabdi kepada Sultan Imaduddin Zanki dari Bani Saljuk. 

Ketika Sultan Imaduddin berhasil menaklukkan daerah Balbak, Lebanon, ayah Shalahuddin al-Ayyubi diangkat sebagai Gubernur dan menjadikan Shalahuddin al-Ayyubi kecil hidup di lingkungan istana.

Selain mempelajari ilmu strategi perang, Shalahuddin al-Ayyubi juga seorang yang cinta akan ilmu. Hal ini dibuktikan ia banyak berguru kepada para ulama hingga berhijrah ke Damaskus. Ketika usia 30 tahun, Shalahuddin al-Ayyubi mendapat tugas untuk menemani pamannya Asaduddin Syirkuh pergi ke negeri Mesir.

Shalahuddin dan Dinasti Fathimiyyah

Dinasti Fathimiyyah yang mengendalikan pusat pemerintahan di balik kokohnya tembok kota Kairo nampak nya harus berlapang dada dengan gonjang-ganjing politik yang tiada henti dan justru hadir dari dalam pasukannya sendiri. Banyak sekali permasalahan negara yang tak kunjung usai hingga Dinasti Fathimiyah meminta bantuan kepada Dinasti Seljuk dan dikirimlah Syirkuh dan juga keponakannya Shalahuddin al-Ayyubi ke Mesir.

Keadaan politik yang semakin memanas dan perebutan kekuasaan menjadikan keamanan publik tidak kondusif. Setiap penyelenggara negara saling menjaga diri dari lawan politiknya sebagai bentuk antisipasi. Terlebih Shawar, seorang wazir atau perdana menteri kepercayaan Sultan yang dengan sengaja menjalin kerjasama dengan Almarik penguasa Jerussalem dari Romawi. Hal ini menyebabkan pasukan salib kembali memasuki Mesir dan berambisi menguasai kembali.

Sikap yang ditunjukkan seorang Shawar adalah sikap pengecut yang mengharapkan imbalan dari lawan dan menjual negaranya demi jabatan. Shawar yang mencoba membuka luka lama bangsa Romawi tampaknya tak begitu mendapat sambutan dari Romawi, kerjasama yang ditawarkan Shawar hanya berbuah bumerang bagi dirinya dan bangsa Mesir. Shawar tak berhasil mendapat imbalan dari bangsa Romawi, sedangkan bangsa Romawi merasa diuntungkan dengan kondisi politik Mesir yang sedang kacau untuk menyerbu dan merebut kembali wilayah Mesir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun