Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tledekan Ritual Warga Pupus, Tebusan Agar Perempuan Desa Tidak Nakal

4 November 2015   10:23 Diperbarui: 4 November 2015   11:27 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Magetan, 3 Nopember 2015

Sayup-sayup bunyi klenengan ( krawitan gamelan Jawa) dari tempat kami dan mbah Loso mengobrol setelah kedurinan. Suaranya semakin lama semakin keras, mungkin saja sudah para pengrawitnya sudah komplit, mbah Loso menyarankan kami untuk segera menuju ke tempat yang disarankanya. Segera kami berpamitan dan bersalaman dengan warga di sekitar punden Dayakan.

“Mangke panggenanipun sak wetane wangan, sak wetane wangan wonten kantor deso belok ngidul antawis 300 meter, ngajeng gerdu mengke wonten sabin lan wit gayam ageng, wonten mriku panggenanipun mas….” Kata mbah Loso sambil mengantarkan kami ke mobil, menurut mbah Loso tempatnya di sebelah timur menyeberangi wangan (saluran air, sungai kecil), setelah lewat wangan bertemu balai desa Pupus disuruh ambil kanan sampai gardu belok kanan, ada sawah yang ditengahnya pohon Gayam besar disitulah tempat Tledekan-nya. Kamipun segera mencari lokasi seperti yang disarankan mbah Loso.

Tak perlu waktu lama kami mencari alamat tersebut, segera saya memarkir kendaraan di tempat teduh. Kamipun berusah mendekat punden, rata-rata mereka keheranan dengan kehadiran kami, apalagi kami semua menenteng kamera dan tas ransel.

“Nyuwun sewu pak, kepareng nderek ningali pak? Dalem saking Ponorogo kolo wau dipun kabari mbah Loso Marokan menawi mriki bade woten tledekan..” Tanya saya kepada seseorang yang sedang sibuk mengurusi soud system.

“Monggo langsung mawon pinanggih mbah Kasun, monggo kulo derekaken.” Katanya sambil mengarah kan kami menuju pak Kasun yang sedang bercakap-cakap dengan penabuh kendang.

“Mase saking pundi? Monggo pinarak…” katanya dengan santun, sembari memberikan kursi plastic untuk kami duduki.

“Kulo asli Ponorogo, niku wau perjalanan saking Magetan lan kolo wau pinanggih mbah Loso lan dicritani menawi wonten punden Nggayam mriki wonten tledekan….”, jawab saya.

“Tledekan niki nguri-nguri tradisi leluhur, wit jaman mbah-mbahe rumiyin sampun wonten lan niki tumut-tumut nglestrarekne budaya Jawi ingkan adiluhung, monggo sami-sami mirsani, niki hajatane dusun dados sederhana, sanes kegiatane pemerintah daerah saenggo sak wontenipun mas…” kata pak Kasun yang maksutnya, teledekan ini diselenggrakan sebagai melestarikan tradisi, melestarikan budaya Jawa yang adiluhung, acaranya diselenggarakan oleh orang dusun bukan pemerintah daerah sehingga sederhana dan apa adanya.

Tak lama kemudian sesepuh dusun (mbah bayan sepuh) datang dan segera memimpin doa dan kenduri mirip yang di punden Dayakan. Setelah selesai kenduri makanan dibagi-bagi pada semua yang mau. Para warga dengan tertip mengantri bagian dan memakannya, sebagian warga lainnya membungkus makanan tersebut untuk dibawa pulang.

Selesai kenduri gamelan ditabuh kembali, tak berselang lama ada 2 mobil yang berhenti diujung pematang, mobil satu dari arah utara dan satunya lagi dari arah timur, keduanya menurunkan perempuan yang berpakaian kebaya dengan riasan mencolok begitu juga sanggulannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun