Di tempat kami hitamnya kopi dianggap benda suci; santri bahkan kyai ketagihan kopi, jadi sarana mengaji dan menyebar kitab suci
Di tempat kami kopi identik dengan lelaki; Â bangkitkan nyali, nambahin konsentrasi, Â dan jimat menaklukan istri
Di tempat kami pahitnya kopi dianggap karya seni; penggiat seni menimba inspirasi, banyak pelaku seni menjajakan diri
Di tempat kami getirnya kopi menjadi simbol demokrasi, para politisi obral janji, legislatif gali aspirasi
Di tempat kami secangkir kopi dianggap biang keladi;alat negoisasi, konspirasi, kolusi, bahkan awal dari korupsi
Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!