Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

BRAy Kusumonarso, dan Refleksi Hari Ibu

25 Desember 2019   08:35 Diperbarui: 26 Desember 2019   08:13 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nisan Eyang BRAy Kusumonarso | dokpri

Hampir 20-an tahun saya tidak berkunjungan ke makam Eyang BRAy Kusumonarso di dusun Keblokan desa Sendang Ijo, Selogiri Wonogiri. Terakhir dengan almarhum guru saya Kyai Suyadi Ali.

Saya ambil wudhu sembari sholat ashar di mushola tak jauh dari makam Mbah Mblok, sepasang makam di bawah pohon asam sebelum menuju Makam Eyang BRAy Kusumonarso. Mbah Mblok Kakung dan Putri ini dipercaya penderek beliau, sehingga peziarah sering mampir dulu di makam ini. Mungkin semacam melewati pintu ini dulu sebelum masuk ruang utama, mungkin juga seperti ketemu pengawalnya dulu sebelum ketemu bosnya.

Makam mbah Mblok Kakung Putri, sebelum masuk area makam Keblokan (makam utama) | dokpri
Makam mbah Mblok Kakung Putri, sebelum masuk area makam Keblokan (makam utama) | dokpri
Setelah mampir dari mbah Mblok, saya langsung menuju ke arah area pemakaman umum sejauh 500 meter. Melewati rerimbunan hutan pohon jati.

"Dari Ponorogo mas? " tanya seseorang yang keluar dari balai cungkup utama makam. Dalam hati kok tahu dia, kalau saya dari Ponorogo? Ah saya berandai-andai, ah mungkin juga dari plat kendaraan yang saya kendarai.

Dia adalah pak Kasih Ariyanto, juru kunci baru pengganti sebelumnya. Dulu juru kuncinya pak Wirodimedjo. Sama-sama akrab dan hangat. Karena hari semakin gelap saya segera masuk untuk berziarah, takut azan magrib segera berkumandang.

Eyang BRAy Kusumonarso adalah sosok perempuan tangguh yang teguh pendiriannya pada agama, patriot sejati, dan benar-benar menjadi tauladan seorang ibu. Layak menjadi pahlawan nasional perempuan. Dan menjadi tonggak bangkitnya seorang ibu-ibu, dan sangat pantas mendapatkan ucapan "Selamat Hari Ibu" di setiap 22 Desember seperti sekarang ini.

Saya masih ingat kali pertama diajak ziarah ke sini oleh Kyai Suyadi Ali, selain mendoakan kita meneladani perjuangan dan sumbangsih beliau pada agama dan negara. Tak hanya harta benda, tahta, keluarga, tapi nyawa pun dipertaruhkannya. Beliau rela berpisah dengan suaminya yang beda prinsip, Amangkurat IV yang pro Belanda yang mengkhianati bangsa dan agamanya.

Sangat layak jika di hari ibu kali ini kita mengucapkan pada beliau. Banyak tonggak sejarah kebangkitan perempuan atau ibu di Indonesia, banyak pejuang pejuang perempuan di Indonesia. Puncaknya ketika Kongres Perempuan pertama yang digelar pada 22-25 Desember 1928. Setelah kemerdekaan, Presiden Sukarno menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu.

Ini sejarah Indonesia bukan sejarah yang mengekor pada budaya internasional, sehingga begitu mudah diharamkan oleh beberapa pihak belakangan ini.

Makamnya bersih dan terjaga | dokpri
Makamnya bersih dan terjaga | dokpri
Barang pribadi peninggalan beliau masih terjaga, meski beliau wafat tahun 1716 | dokpri
Barang pribadi peninggalan beliau masih terjaga, meski beliau wafat tahun 1716 | dokpri
Menurut Kasih Ariyanto, sejarah makam Keblokan dimulai saat BRAy Kusumonarso pergi meninggalkan keraton, pergi meninggalkan Amangkurat IV suaminya penguasa Kartasura yang memihak musuh. BRAy Kusumonarso pergi ke arah timur selatan (Wonogiri sekarang), berjuang berpindah-pindah tempat dalam pelarian semacam gerilya.

Beliau wafat di sekitar Kampung Seneng, daerah hutan Kethu . Pesan beliau kepada kerabat dan pengikutnya, untuk terus berjuang dan kelak jika ia meninggal dunia, jasadnya supaya dilarung di aliran sungai Bengawan Solo. Dimana rakit itu berhenti di daerah tersebut, beliau minta dikebumikan.

Kasih Ariyanto penjaga makam, bambu dan pohon asam yang masih dianggap keramat | dokpri
Kasih Ariyanto penjaga makam, bambu dan pohon asam yang masih dianggap keramat | dokpri
Pohon asam yang tumbuh di depan makam dipercaya rakit yang dipakai untuk melarung jasad, bambu yang tumbuh di depan makam dipercaya satang (kemudi rakit). Sehingga banyak peziarah yang meminta ruas bambu atau potongan ranting pohon asam tersebut. Konon kedua benda tersebut bertuah bisa dipakai apa saja, baik senjata atau azimat.

Pernah dulu oleh ayah pak Kasih Ariyanto (juru kunci lama) dikasih bambu, katanya kalau ada yang memusuhi taruh atau pendam bambu tersebut di pekarangan musuhnya. Katanya musuh tersebut akan pergi dari desa tempat tinggalnya. Atau musuhnya akan sakit-sakitan, semacam tenung santet.

Kyai Suyadi Ali saat di perjalanan pulang saat itu tersenyum menanggapi hal tersebut, semua milik Allah dan semua akan kembali ke Allah. Ilmu santet atau tenung tak ada gunanya diajarkan pada orang yang gak bakalan menyantet atau tenung. Ilmu hitam jadi ilmu putih bila digunakan untuk kebaikan, dan ilmu putih akan jadi ilmu hitam kalau tidak sesuai peruntukan kata guru saya kala itu sambil tertawa. 

Menurut Kasih Ariyanto, peziarah paling banyak malam Jumat Legi dan Selasa Kliwon, pengunjung datang dari beberapa penjuru luar Wonogiri dan luar, bahkan luar provinsi. Menjelang pilkada, banyak calon pimpinan daerah yang berziarah berdoa agar hajatnya terkabul.

Raden Said, atau Pangeran Sambernyawa adalh cucu beliau. Nasionalisme beliau turun temurun pada generasinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun