Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kangkung Lebih Menjanjikan Dibanding Padi

9 September 2015   10:51 Diperbarui: 9 September 2015   11:06 2121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ponorogo, 9/9/2015

Hampir satu minggu saya dibuat penasaran, oleh sepasang suami istri yang saban hari ketika saya berangkat kerja dan pulang kerja hampir selalu ditengah sawah sedang merumput ini, meski lahan disekitarnya kering dan meranggas namun 2 petak (kedok) sawahnya nampak hijau, dan hanya sebagian yang baru disabitnya terlihat gundul tidak merata.

Dia adalah Jaenuri dan istrinya, dia bertani kangkung sudah hampir 2 tahunan terakhir. Untuk masyarakat Ponorogo menanam kangkung dilahat persawahan (lahan padi) diangap tidak lazim, karena anggapan selama ini lahan persawahan hanya untuk menanam tanaman yang menghasilkan panenan tentang pangan (padi, jagung). Dia menanam dilahan kering ini pun juga baru, dan sebelumnya dia menanam kangkung di sawah lahan basah, sedangkan lahan yang sekarang adalah lahan tadah hujan.

Menurutnya hasil dilahan kering lebih bagus, lebih bersih dan lebih segar, dan bebas dari cacing dan ulat ataupun hama lainya seperti kepiting dan hewat air lainya. Namun kelemahanya kangkung dilahan kering cepat layu, sehingga dia dan istrinya mengakalinya dengan memanen (memrumputinya) saban pagi dan sore. Rumputan pagi dijula siang, dan rumptan sore dijual malam.

Dalam satu lahan dibuat petak-petak yang dia sebutnya dengan gulut, satu gulut ukuran 1 meter memanjang sampai 10-meter. Dan setiap kali panen dia akan merumput 1-3 gulut, dan terus ke gulut selanjutnya.

Sekali merumput pagi atau sore dia mendapatkan 150-an unting (ikat), dan istrinya bertugas menguntingi (mengikati sebesar 2 genggaman tangan). Menurut istrinya satu unting dijual 250 rupiah dan istrinya pula yang bertugas menjual ke pasar, dan dipasar tidak usah menjajakan karena sudah ada pedagang sayur yang akan mengepulnya, atau kadang-kadang ada pedagang yang membeli di sawah, meski begitu dia tetap menyuplai pengepul yang di pasar yang sudah menjadi langgananya sejak lama. Dan rata-rata pedagang dipasar menjualnya kembali dengan harga 500 rupiah. Ada juga orang sekitar sawahnya yang membeli di tempat (disawah) seperti kedua ibu yang memakai helm dan mengendong rumput seperti gambar di bawah.

"Luwih untung niki mas dibanding pantun...." kata pak Jaenuri, lebih untung kangkung dibanding padi. Menurutnya lagi menanam kangkung cuma sekali, dengan bermodal benih kangkung dari pertanian seharga 50 ribu sudah bisa untuk bibit berpetak-petak sawah.

Dia harus menyiapkan lahan mirip menanam bawang merah atau cabai, dan benih kangkung ditebar gulutan itu, saban hari harus disirami dengan selang atau gembor (asal basah) karena jenis kangkungnya jenis kangkung darat yang tidak butuh air banyak, beda dengan kangkung air yang harus selalu terendam air. Dan sekita 20 hari kangkung tersebut sudah bisa dipanen dengan cara dirumputi (menyabit seperti mencari rumput), dia merumputi 1-3 gulut sekali panen. Sehari dia bisa memanen 2 kali yaitu pagi dan sore. Dia sabiti sampai rata tanah (kepras) dari gulut ke gulut. Dan sekitar 5 hari bekas keprasan tersbut sudah muncul tunas baru, dan setelah tumbuh sekitar 1 cm dari permukaan tanah dia kasih pupuk urea, dan dia sirami saban pagi dan sore bersamaan merumputi gulut lainnya. 

Jadi ketika gulut terakhir sudah dia paneni, gulutan yang dia kepras pertamakali sudah siap dipanen, dan begitu selanjutnya untuk gulutan-gulutan selanjutnya.

Dan bibit cukup sekali saja pada awal menanam, semakin sering dikepars katanya akan semakin banyak tunas atau cabang yang terbentuk.

Orang lebih menyukai kangkung darat, menurutnya lebih bersih dan lebih muda, bebas cacing dan ulat serta hewan air lainya. Daunnya bisa dipakai mulai pucut sampai batang paling bawah.

Pelanggan yang sering datang membeli kesawahnya langsung adalah penjual rujat petis dan pecel seperti ibu yang memakai helm tersebut, saban hari dia membeli 5-6 ikat.

Meski hasilnya tidak seberapa, namun menurut pak Jaenuri uang 40 ribu pagi sore (80 ribu) saban hari bisa mencukupi kebutuhan keluarganya denga 2 anak 1 cucu. Dan nyaris tanpa modal lagi selain urea dan air untu kmenyirami, yang berat yaitu menyiapkan lahan dan modal awal. Selain kangkung dia berencana menanam bayam jebol dan cara mengelolanya mirip kangkung hanya saja yang membedakan kalau bayam sekali panen harus menyemainya kembali bibit baru.

Ketika masih menanam padi, dia sering merugi, sering tekor dan tenaganya banyak terkuras, belum lagi kalau kena hama atau gagal panen. Bisa kembali modal saja sudah untung katanya kalau menanam padi.

"Kangkung lebih menjanjikan mas di banding padi...." katanya sumringah.

*) salam dari desa
*) salam kampret
*) salam blakrakan

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun