Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pasang Surut Seni Jaran Kepang Di Ponorogo

30 Agustus 2014   21:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:04 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jaman berubah, ketika reyog dadag tidak lagi menggunakan penari jathil laki laki dan menggantikan anak perempuan sampai sekarang ini. Dan reyog dadag dan reyog Thik bisa berdampingan dalam satu lapangan, meski tidak satu arena, ini era tahun 85 an.

Namun kembali sejarah terulang lagi ketika musim kampanye orde baru, partai Golkar boleh memakai reyog dadak untu kampanye dan PDI, dan PPP tidak boleh memakai kesenian reyog untuk mengumpulkan massa. Dan akhirnya kala itu PDI menggunakan seni Sentherewe ini untu media pengumpul massa.

Kembali situasi pecah Jarang Kepang (Sentherewe) dianggap abangan dan reyog dadag dianggap mewakili golongan putih, bahkan kala itu muncul kata kata santri abangan dengan santri putihan, meski keduanya sama sama orang masjid.

[caption id="" align="aligncenter" width="567" caption="jaran kepang"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="567" caption="tampil di depan kantor bupati Ponorogo"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="567" caption="cemeti menggelegar, tanda tanda roh mulai datang, dan pertunujukan dimulai"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="567" caption="Pawang, bertugas sebagai penawar orang kesurupan"][/caption]

Bahagia rasanya Peringatan Hari Jadi Kabupaten Ponorogo ini menjadi momentum bersatunya seni seni yang ada di Ponorogo, selain reyog dadag. Bupati dan wakil bupati menerima cindera mata Cemeti besar dari  pawang (gambuh) sebagai ungkapan diterima kasih atas diterimanya kembali seni ini di Ponorogo.

Seni dan politik terkadang bisa berjalan selaras dan terkadang saling bertolak belakang, sesuai selera jaman. Dan karena kepentingan politik tertentu seni jadi kurbannya,agama dan seni seringkali diadu domba,

"Seni tanpa agama akan amburadul, agama tanpa seni akan kaku."

*) salam jepret dari kampret

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun