#ToleransiDiHariRaya #SalingJaga #LingkunganHariRaya #YCG #GuruBineka #GuruJagaLingkunganÂ
Libur lebaran tahun ini terbilang lumayan cukup panjang, 28 Maret-8 April 2025. Khusus sekolah, pemerintah telah memutuskan untuk mempercepat jadwal libur sekolah yang semula dijadwalkan mulai 24 Maret menjadi 21 Maret 2025.
Percepatan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menyesuaikan kalender pendidikan dengan kebutuhan masyarakat, terutama selama bulan Ramadan 1446 H. Libur khusus bagi sekolah ini telah diumumkan resmi oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti dalam Rapat Tingkat Menteri (RTM) pada 5 Maret 2025 di Jakarta.
Menurut Pratikno, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, keputusan libur panjang dibuat setelah mempertimbangkan banyak hal, termasuk kebutuhan ASN (Aparatur Sipil Negara), yang juga akan menjalani Flexible Working Arrangement. Maka sempurnalah masa liburan tahun ini.
Libur lebaran adalah berkah bagi seluruh pekerja atau pegawai, baik yang berstatus negeri atau swasta. Ia merupakan momentum tersendiri bagi setiap warga negara muslim, khususnya, untuk berkumpul bersama, bersilaturahmi dengan keluarga dan orang-orang yang dikasihi dan dicintai. Liburan ini dapat dimanfaatkan sejenak untuk beristirahat, memberikan haknya kepada tubuh. Pula memberikan haknya kepada keluarga untuk bercengkrama, berbagi keceriaan dan keakraban.
Karena libur lebaran tahun ini sangat berlimpah, kita bisa keluar dari rutinitas keseharian yang menjemukan menuju zona santuy. Satu situasi yang sangat paradoks dengan rutinitas harian sebelumnya yang selalu bergelut dengan pekerjaan yang tak pernah tahu kapan selesainya.
Libur Lebaran dan Radikalisme Agama
Di antara hari libur nasional yang sudah ditetapkan pemerintah adalah hari raya keagamaan, seperti Idulfitri atau Iduladha. Seperti halnya Idulfitri, Natal pun, yang selalu dirayakan pemeluk Kristiani setiap tanggal 25 Desember, termasuk kategori fakultatif dari hari libur nasional. Dengan demikian, masalahnya bukan lagi melulu soal agama, meski dari sini ia bermula, ia pun menjadi urusan negara.
Menurut peneliti di Pusat Riset Kewilayahan BRIN dan dosen di Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI Jakarta, asal Tasikmalaya, Amin Mudzakkir, bahwa hari libur nasional, termasuk Idulfitri, adalah simbol bagi pertautan antara agama, negara, dan pasar.
Argumentasinya sangat brilian, beliau mengatakan bahwa agama menyumbang isi terhadap kerangka negara, tetapi saat yang sama negara menguniversalisasi ritual agama tertentu agar bermakna bagi semua. Dan semua proses ini dimungkinkan oleh adanya fasilitas liburan yang disediakan oleh pasar.